SENYUM hangat Yuri Gagarin kini bisa dilihat siapapun setelah diabadikan lewat patung setinggi 2,82 meter di Taman Mataram, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kosmonot pertama dunia yang mengantariksa itu berdiri gagah dalam bentuk patung perunggu dengan kedua tangannya ke atas mengiringi senyum khasnya.
Didirikannya patung Gagarin diapresiasi positif banyak pihak. Salah satunya oleh Marsekal Muda (Purn) Tatang Kurniadi, ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) periode 2007-2015.
“Baguslah itu. Jadi nilai yang bagus untuk mengingatkan generasi muda sekarang bahwa mereka menikmati komunikasi real time seperti internet dan lain-lain berangkat dari revolusi dan eksplorasi ruang angkasa dari peluncuran satelit Sputnik 1 sampai Yuri Gagarin yang jadi manusia pertama di ruang angkasa,” ujar Marsda Tatang kepada Historia.
Tatang berharap, patung Gagarin bisa dijadikan media pembelajaran bagi generasi muda bangsa. Salah satu sisi positif dari capaian Gagarin adalah keberaniannya menciptakan sejarah bagi peradaban manusia kendati dengan risiko hidup-mati.
“Mungkin bisa jadi pendorong bagi generasi muda kita, mudah-mudahan kelak kita punya pemuda yang juga akan eksplorasi ruang angkasa. Karena Gagarin bukan hanya pahlawan bagi Uni Soviet, tapi juga pahlawan bagi bidang teknologi. Ambil sisi positifnya, seperti keberanian dia. Soal selamat atau tidaknya kan waktu itu hanya perhitungan ekstakta saja, tapi faktanya kemudian dia bisa mengorbit dan balik dengan selamat,” sambung sosok yang kini bergiat di Perhimpunan Purnawirawan Angkatan Udara (PPAU) itu.
Baca juga: Yuri Gagarin dan Para Kosmonot Pahlawan Indonesia
Patung Gagarin karya seniman Alexei Dmitrievitch Leonov yang sejak Rabu (10/3/2021) berdiri di Jakarta itu dihadirkan sebagai simbol penguatan hubungan diplomatik RI-Rusia yang sudah berusia 70 tahun.
“Momen istimewa ini jadi bagian dari perayaan 70 tahun hubungan diplomatik antara Rusia dan Indonesia. Patung ini juga simbol peringatan 60 tahun penerbangan pertama manusia ke luar angkasa. Pada 12 April 1961 Yuri Gagarin mengorbit dengan pesawat ruang angkasa ‘Vostok 1’ dan setelah 108 menit sukses kembali ke bumi,” demikian bunyi pernyataan resmi Kedubes Rusia untuk Indonesia pada Rabu (10/3/2021).
Anak Petani Melawan Nazi
Yuri dilahirkan di Klushino, Smolenks, Uni Soviet pada 9 Maret 1934 dengan nama Yuri Alekseyevich Gagarin. Anak ketiga dari empat bersaudara itu merupakan putra dari pasangan Aleksey Ivanovich Gagarin dan Anna Timofeyevna Gagarina.
Keluarga mereka hidup pas-pasan karena Aleksey hanya tukang kayu di sebuah pertanian dan Anna hanyalah peternak sapi. Kehidupan keluarga mereka bertambah berat saat Jerman menduduki desanya pada Oktober 1941.
“Di hari pertama pendudukan, 18 Oktober 1941, mereka membakar satu-satunya sekolah di desa itu. Membuat Gagarin putus sekolah di tahun pertamanya. Gudang pertanian di desa itu juga diambil alih. Nazi juga mengambil rumah keluarga Gagarin, hingga membuat mereka harus pindah ke zemlianka: gudang bawah tanah di sebelah rumah mereka, sementara mereka juga harus tetap bekerja di pertanian untuk memberi makan pasukan Nazi,” ungkap Andrew L. Jenks dalam The Cosmonaut Who Couldn’t Stop Smiling: The Life and Legend of Yuri Gagarin.
Baca juga: Badai Tentara Merah Menyapu Pasukan Baja Jerman
Makin hari, represi militer Jerman kian pedih. Dua kakak Gagarin dideportasi ke Polandia untuk dijadikan buruh paksa. Adiknya, Boris, diambil paksa untuk kemudian digantung dengan syal di pohon apel oleh seorang perwira Gestapo yang mabuk. Beruntung Gagarin masih bisa menyelamatkannya setelah perwira Gestapo itu pergi.
Sejak itulah benih kebencian Gagarin kepada Nazi tumbuh. Maka ketika desanya dibebaskan Tentara Merah pada musim semi 1943, Gagarin dibantu adiknya jadi sabotir sukarela. Tugas mereka masih berbentuk sabotase skala kecil, seperti menebar paku dan pecahan beling ke jalanan agar ban mobil pasukan Jerman rusak, atau menjejalkan tanah dan pasir ke knalpot truk atau mobil tentara Jerman.
“Kami bocah-bocah cilik melakukan apa yang kami bisa, secara diam-diam, untuk membalas Jerman yang sedang mundur. Atau kadang ikut orang-orang dewasa untuk menanam ranjau di jalanan,” kenang Gagarin dalam biografinya, Road to the Stars.
Setahun pasca-Perang Dunia II, Gagarin dibawa keluarganya pindah ke Desa Gzhatsk (kini Desa Gagarin). Gagarin melanjutkan sekolah dan mulai bercita-cita jadi pilot. Cita-cita itu sudah diidamkannya sejak masa perang akibat seringnya melihat duel udara. Gagarin bahkan pernah melihat langsung jatuhnya sebuah pesawat Yakovlev dekat rumahnya.
Baca juga: Lyudmila Pavlichenko, Sniper Soviet yang Ditakuti
Maka saat tumbuh remaja, Gagarin menyambi berlatih jadi penerbang di sekolah penerbangan Chkalovsky seraya melanjutkan pendidikannya di Sekolah Teknik Industri di Saratov. Setelah lulus, ia masuk Angkatan Udara (AU) Soviet pada November 1957 dan ditempatkan di Pangkalan Udara Luostari dekat perbatasan Norwegia dengan pangkat letnan.
Ketertarikan Gagarin pada angkasa luar muncul setelah semua personil militer Soviet bersorak bangga atas peluncuran pesawat antariksa nirawak Luna 3 pada Oktober 1959. Pesawat antariksa yang berhasil mengitari bulan dan mengambil potret satelit alami bumi itu lebih dulu ketimbang milik Amerika.
Kosmonot Legendaris yang Mati Tragis
Berbekal pengalaman 265 jam terbang, pengajuan Gagarin ke Kosmicheskaya Programma (Program Luar Angkasa) disetujui setelah melewati serangkaian sesi wawancara dan tes medis. Mulai Januari 1960, Letnan Gagarin pun pindah ke fasilitas pelatihan kosmonot bersama 19 pilot lain untuk “Program Vostok”.
Dari 20 calon kosmonot, Gagarin termasuk satu dari sedikit perwira muda paling menonjol. Tak hanya dalam olahraga, namun juga dalam fotografi dan fisika. Bersama Andriyan Nikolayev, Yevgeny Khrunov, Pavel Popovich, Gherman Titov, dan Grigoriy Nelyubov, Gagarin tergabung ke kelompok elit “Sochi 6”. Kelompok terbaik ini akan diseleksi lebih ketat untuk menentukan satu yang terbaik guna diikutkan dalam misi Vostok 1.
“Pada akhirnya, komisi negara mengadakan rapat pada 8 April, dan ketua Komisi Intradepartemen Khusus (Letjen Nikolai) Kamanin secara resmi menominasikan Gagarin sebagai pilot utama dan Titov sebagai cadangannya. Tanpa diskusi panjang, komisi menyetujui. Jika kemudian kesehatan Gagarin bermasalah, Titov akan menggantikan dan Nelyubov jadi cadangannya,” ungkap sejarawan Asif Siddiqi dalam Challenge to Apollo: The Soviet Union and the Space Race.
Baca juga: Penjelajahan Antariksa dari JFK hingga Trump
Jenks mengungkapkan dua fakta menarik soal mengapa Letjen Kamanin lebih memilih Gagarin. Padahal, Titov tak kalah menonjol. Salah satu alasannya, kata Jenks, Kamanin tak bersimpati pada perilaku Titov yang punya antusiasme lebih besar, sementara Gagarin lebih rendah hati dalam berbagai latihan. Alasan kedua adalah soal nama.
“Nama Gagarin yang terdengar lebih ‘Rusia’ juga memainkan peran. Sementara Titov yang punya nama depan ‘Gherman’ dianggap punya keturunan Jerman, walau itu kemudian dikonfirmasi tidak benar. Saat (pemimpin Soviet, Nikita) Khrushchev diberitahu bahwa dua kandidatnya adalah Gagarin dan Titov, dia berkata: ‘Orang Rusia macam apa yang punya nama ‘German’, di mana Anda memungut dia?’” sambung Jenks.
Alasan terakhir adalah latar belakang keluarga. Gagarin yang berwajah tampan punya keluarga lengkap dengan satu istri dan dua anak perempuan, dan bahagia.
“Aleksei Leonov yang kemudian jadi manusia pertama yang berjalan di luar angkasa selalu tahu bahwa Gagarin akan jadi pilihan utama, berdasarkan wajahnya yang rupawan dan khas Rusia, lengkap dengan senyum selalu ia sunggingkan,” lanjutnya.
Baca juga: Laika Mengantariksa
Maka jadilah Gagarin kosmonot pertama yang mengantariksa dengan wahana Vostok 1 yang diluncurkan pada pukul 6.07 pagi tanggal 12 Apri 1961 dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan.
“Poyekhali! Waktunya berangkat! Selamat tinggal, sampai berjumpa lagi kawan-kawan semua!” kata Gagarin menjawab hitungan mundur melalui radionya yang tertuang dalam laporannya kemudian, dikutip Siddiqi.
Setelah meluncur dan roketnya sudah terlepas, Gagarin pun mengorbit selama 108 menit sebelum akhirnya melakukan pendaratan lagi. Saat proses turun ke bumi, pada ketinggian tujuh ribu meter Gagarin melontarkan diri dengan kursi pelontar dan mendarat dengan selamat menggunakan parasutnya.
“Perasaan ketiadaan massa (di luar angkasa) jadi perasaan yang tak familiar dibandingkan kondisi bumi. Di sini (antariksa), Anda merasa mengawang dan Anda merasa waktu berhenti,” tambah Gagarin.
Baca juga: Musik Gamelan di Luar Angkasa
Gagarin pun ditahbiskan sebagai pahlawan besar Uni Soviet. Ia dielu-elukan di seantero negerinya dan juga di dunia internasional, termasuk di Indonesia. Ketika Presiden Sukarno melawat ke Moskow pada Juni 1961, Gagarin dianugerahi Bintang Mahaputra Adiprana. Setelah itu, berita tentang Gagarin gencar tersiar ke tanah air lewat suratkabar maupun siaran radio.
“Saya baru masuk SMA (SMA BPPK Bandung) waktu itu. Pengumuman (berita) tentang Gagarin saya baca dari koran, dari dengar radio RRI. Anak muda semua rame karena begitu gencarnya pemberitaannya. Kalau kata orang Sunda (yang menjadikannya candaan) mah, Gagares alias ‘ngunyah’ melulu, hahaha…” ujar Marsda Tatang memecah tawa.
Tatang juga ingat bahwa setelah gencarnya pemberitaan Gagarin, datang pula berturut-turut sejumlah kosmonot kenamaan Soviet lain dalam kurun 1962-1963. Di antaranya Gherman Titov dan Valentina Tereshkova.
“Saya ingat betul itu (dari pemberitaan), Titov datang, juga Valentina Tereshkova yang luar biasanya jadi kosmonot perempuan pertama. Itu yang bikin menang Soviet dari Amerika. Dia menonjolkan kosmonot perempuan,” tambahnya.
Baca juga: Kisah Marsekal dari Soreang
Hegemoni Soviet berkat kepopuleran Gagarin kian terasa dengan datangnya beragam alutsista dari “Negeri Tirai Besi” itu di masa perebutan Irian Barat. namun, ketika Tatang masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) angkatan pertama pada 1967, kondisi geopolitik sudah berubah drastis. Alutsista-alutsista Indonesia asal Soviet mulai ditinggalkan.
“Tapi teknologi Soviet masih dipelajari karena masih valid. Walau enggak terbang dengan pesawat-pesawat Soviet, kita tetap belajar teknologi mereka. Saya dulu sebagai lulusan AKABRI Udara (pertama) juga menghafalkan tentang Gagarin lagi karena dia salah satu pionir dalam bidang ruang angkasa,” kenang Tatang.
Tragis! Gagarin harus mati muda di usia 34 tahun akibat kecelakaan. Dalam sebuah penerbangan latihan rutin pada 27 Maret 1968, Gagarin bersama instruktur Vladimir Seryogin terbang menggunakan pesawat MiG-15 dari Lanud Chkalovsky. Pesawatnya jatuh dekat kota Kirzach. Jasadnya dikremasi dan abunya ditempatkan di Tembok Necropolis Kremlin.
Selama bertahun-tahun informasi penyelidikan kecelakaan itu ditutupi tiga pihak investigator: KGB (Dinas Intelijen Soviet), AU Soviet, dan komisi pemerintah federal. Baru pada Maret 2003 KGB membuka versi penyelidikannya.
Laporan versi KGB, sebagaimana dikutip edisi 28 Maret 2003, menyebutkan, kecelakaan itu disebabkan dua faktor. Pertama, kelalaian petugas ATC (air-traffic controller), seorang kolonel berinisial “Y” yang tak memberi informasi keadaan cuaca terbaru. Kedua, kelalaian kru darat yang belum melepas tangki bahan bakar eksternal yang menempel di bawah sayap pesawat. Kedua faktor itu menyebabkan MiG-15 yang dinaiki Gagarin dan Seryogin berputar tanpa bisa dikendalikan di ketinggian 2.700 kaki hingga akhirnya jatuh di Kirzach.
Baca juga: Dua Perempuan Berjasa dalam Riset Antariksa