Masuk Daftar
My Getplus

Siapa Hendak Turut ke Uranus? (Bagian I)

Elon Musk memimpikan ekplorasi ke Uranus. Planet terdingin ini sudah diamati sejak zaman Yunani Kuno dan mulanya dianggap bintang.

Oleh: Randy Wirayudha | 14 Jun 2024
Planet Uranus tampak dari Teleskop Antariksa Hubble (nasa.gov)

MILIARDER Elon Musk mengumbar mimpi baru. Usai “menggarap” planet Mars, bos provider internet Starlink, platform media sosial X (dulu Twitter), pabrikan mobil Tesla, dan manufaktur roket SpaceX itu membidik eksplorasi Uranus.

Musk mengungkapkannya kala menjajal kapabilitas livestream di platform X pada Minggu (9/6/2024). Selain memastikan roket SpaceX-nya akan terus menjajal eksplorasi ke Mars, Musk juga menargetkan Uranus meski tidak dalam waktu dekat ini.

“Saya pikir kami akan meluncurkan pesawat angkasa pertama ke Mars dalam waktu kurang dari tiga tahun dan dari situ segalanya akan eksponensial. Yang jelas kami ingin roket kami bisa mencapai Uranus. Sudah menjadi target (jangka) panjang untuk mencapai Uranus,” ujar Musk, dilansir Quartz, Senin (10/6/2024).

Advertising
Advertising

Sudah berabad-abad silam Planet Uranus diobservasi manusia. Mulanya ia  dianggap sekadar bintang, lalu disebut komet, hingga kemudian dipastikan sebagai planet dengan suhu awan terdingin -224 derajat celcius.

Baca juga: Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang

CEO SpaceX, Elon Reeve Musk ingin mencapai Planet Uranus (X @elonmusk)

Mulanya Dianggap Bintang dan Komet 

Menilik kitab astronomi Almagest (sekitar 100-170 Masehi) karya matematikawan dan astronomer Claudius Ptolemy, catatan paling awal observasi Uranus ialah yang dilakukan astronom Yunani Kuno Hipparcus pada 128 SM. Lewat observasi yang dilakukan dengan mata telanjang itu, Hipparcus menganggapnya sebagai sebuah bintang belaka.

Hal serupa dilakukan oleh astronom Inggris John Flamsteed pada 1690 dan astronom Prancis Pierre Charles Le Monnier, yang 12 kali mengamatinya, pada 1750 dan 1769. Keduanya sudah menggunakan teleskop sebagai alat bantu.

Pandangan berbeda diutarakan astronom Jerman berdarah Inggris, William Herschel. Dengan teleskop 6,2 incinya, dia mengamati Uranus dari taman di kediamannya pada 13 Maret 1781. Empat hari berselang, dia mempresentasikan temuannya yang ia identifikasi sebagai komet itu kepada para koleganya di akademi sains Royal Society.

“Olehnya (Herschel), objek itu disebutnya ‘komet Pigott’. Sebelumnya saat diamati Flamstead pada 23 Desember 1690, objek itu dinamai 34 Taurus. Pun oleh Tobias Mayer yang pernah pula mengobservasinya pada 25 eptember 1756, objeknya sekadar diidentifikasi sebagai benda antariksa ‘Nomor 964’,” tulis Wolfgang Steinicke dalam William Herschel Discoverer of the Deep Sky.

Baca juga: Menggali Ilmu di Langit

Temuan Herschel mendapat kritik dari astronom Jerman Johann Elert Bode. Setelah turut mengamatinya, Bode menyatakan objek itu sebagai bintang yang bergerak dan lebih jauh berasumsi bahwa objek itu lebih kepada planet ketimbang bintang.

Dua tahun pasca-temuan itu, 1783, para pakar astronomi akhirnya sepakat bahwa temuan Herschel itu secara resmi diidentifikasi sebagai planet. Herschel diakui sebagai penemunya dan diguyur penghargaan oleh Raja George III plus tunjangan 200 poundsterling (kini sekitar 30 ribu pounds/Rp625 juta) per tahun.

“Dengan observasi yang dilakukan para astronom terkemuka di Eropa tampaknya (objek) bintang baru ini yang ditemukan (Herschel) pada Maret 1781, di mana saya merasa terhormat untuk menyebutkannya sebagai sebuah planet primer dalam sistem tata surya,” ujar Presiden Royal Society Joseph Banks, dikutip John Louis Emil Dreyer dalam The Scientific Papers of Sir William Herschel, Vol. 1. 

Lukisan potret Sir Frederick William Herschel, karya Lemuel Francis Abbott (npg.org.uk)

Herschel saat itu belum menamai planetnya Uranus, yang berasal dari Dewa Ouranos sang penguasa langit dalam mitologi Yunani Kuno.  Herschel justru mengusulkan planet temuannya itu dengan nama Georgium Sidus, untuk menghormati masa pemerintahan Raja George III. Dalam bahasa Latin, Georgium Sidus berarti Bintang George.  

“Sejak dahulu kala sebutan Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus diberikan kepada planet-planet dengan nama para dewa mereka (Yunani). Di era yang lebih folosofis juga hampir tidak diperbolehkan menggunakan metode yang sama dan menamainya Juno, Pallas, Apollo, atau Minerva. Pertimbangan pertama atas kejadian tertentu atau kejadian luar biasanya, sepertinya menilik kronologinya saja: jika di masa depan ada yang bertanya, kapan planet terakhir ini ditemukan? Jawaban yang sangat memuaskan adalah dengan mengatakan, ‘pada masa pemerintahan Raja George III,’” ungkap Herschel, dikutip Dreyer.

Baca juga: Astronomi Ilmu Eksak Tertua

Namun, usulan Herschel tak serta-merta diterima. Astronom Prancis Jérôme Lalande mengusulkan nama planet itu Planet Herschel, merujuk penemunya. Sementara astronom Swedia Erik Prosperin mengajukan nama Planet Neptunus untuk menghormati kemenangan Angkatan Laut Inggris pada Perang Revolusi Amerika.

Akhirnya, usul Bode yang diterima secara universal. Nama Planet Uranus, yang merupakan versi latin dari nama Dewa Ouranos, kemudian diresmikan Kantor Almanak Kelautan Kerajaan Inggris (HMNAO) pada 1850.

“Bode berargumen bahwa nama planetnya tetap harus mengikuti mitologi agar tidak berbeda secara mencolok dari nama planet lain dan Uranus adala nama yang paling pantas. Namanya dianggap lebih elegan karena ia adalah ayah dari (dewa) Saturnus dan oleh karenanya planet baru ini harus dinamai Uranus,” tukas Mark Littmann dalam Planets Beyond: Discovering the Outer Solar System.

Relief Dewa Ouranos di Altar Pergamon (Wikipedia)

(Bersambung)

TAG

antariksa planet astronomi

ARTIKEL TERKAIT

Siapa Hendak Turut ke Uranus? (Bagian II – Habis) Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang Anjing Super Penjaga Galaksi Kisah Sukarno dan Planetarium Yuri Gagarin Si Anak Petani yang Mengantariksa Yuri Gagarin dan Para Kosmonot Pahlawan Indonesia Mitos dan Tetenger Wabah Penyakit Ilmu Eksak Tertua Menggali Ilmu Perbintangan dari Nenek Moyang Menggali Ilmu di Langit