Masuk Daftar
My Getplus

Kisah Sukarno dan Planetarium

Sebuah gagasan nyata dari Bung Karno agar Indonesia tidak tertinggal dari negara lain dalam bidang sains.

Oleh: Fernando Randy | 25 Jun 2022
Seorang pekerja di atap Planetarium Taman Ismail Marzuki Jakarta. (Fernando Randy/Historia.id).

Bila berbicara tentang Sukarno, kita tentu tak bisa mengabaikan gagasan-gagasannya yang tertuang nyata. Monumen Nasional, Hotel Indonesia, Stadion Utama Gelora Bung Karno hingga Masjid Istiqlal adalah deretan bangunan hasil pemikiran Sang Proklamator, yang lahir di Surabaya ini.

Mempertimbangkan perjalanan bangsa ini, bangunan-bangunan itu merepresentasikan pemikiran-pemikiran Sukarno yang melampaui zamannya. Planetarium, misalnya, muncul dari keyakinan bahwa ada pemikiran masyarakat umum tentang luar angkasa pada masa itu yang perlu diluruskan.

Baca juga: Menggali Budaya Astronomi Nusantara

Advertising
Advertising
Suasana di Planetarium sekitar tahun 1970. (Repro Arsip DKJ).
Salah satu mesin yang sudah tidak terpakai di Planetarium. (Fernando Randy/Historia.id).

Bung Karno menggagas pembangunan planetarium pada 1963. Pada tahun berikutnya, gagasan ini mulai diwujudkan. Bung Karno hadir langsung pada pemancangan tiang pertama pembangunan planetarium di kompleks Taman Ismail Marzuki, Jakarta. 

“Kita kadang masih kerdil, masih kecil. Misalnya kita ini masih banyak yang ber-gugon tuhon, bertakhayul. Mengira bahwa gerhana terjadi karena bulan digerogoti oleh Batara Kala. Mengira bahwa jikalau ada Bahasa jawanya lintang kemukus nanti akan datang pagebluk, (bencana),” kata Sukarno yang termuat dalam arsip pidato Sukarno periode 1958-1968 milik ANRI.

Baca juga: Planetarium Ambisi Sukarno Menguak Rahasia Angkasa

 

Bung Karno saat melihat maket pembangunan Planetarium. (Dok. Planetarium).
Seorang pekerja saat beristirahat disela-sela merevitalisasi komplek TIM. (Fernando Randy/Historia.id).

 

Selain ingin membuktikan bahwa berbagai peristiwa ruang angkasa bukanlah hal mistis, Bung Karno membangun planetarium untuk menumbuhkan minat masyarakat, terutama generasi muda saat itu, terhadap dunia ilmu pengetahuan astronomi. 

“Selain untuk menghilangkan takhayul, gagasan tentang pembuatan planetarium ini adalah hal yang sangat positif dari seorang Bung Karno sebagai upaya membina bangsa atau nation building. Juga supaya kita tidak tertinggal dari negara lain dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi,” ulas Widya Sawitar (64), mantan astronom di Planetarium dan Observatorium Jakarta sejak 1992 hingga pensiun pada April 2020.

Baca juga: Perjalanan Dinas Menyedihkan Demi Planetarium

Widya Sawitar, astronom yang telah bekerja di Planetarium sejak tahun 1992. (Fernando Randy/Historia.id).
Penampakan Planetarium yang hingga kini masih tahap revitalisai. (Fernando Randy/Historia.id).
Ruang simolator yang masih tahap revitaliasi di Planetarium. (Fernando Randy/Historia.id).

Planetarium dan Observatorium Jakarta akhirnya diresmikan pada 10 November 1968 dan diresmikan langsung oleh Ali Sadikin yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Setahun kemudian, Planetarium dan Observatorium Jakarta dibuka untuk umum. 

Saat ini, Planetarium dan Observatorium Jakarta sedang direvitalisasi. Bila kita berkunjung kesana sekarang, kita akan melihat banyak pekerja dan berbagai alat berat beroperasi supaya planetarium tetap menarik dan relevan dengan masa.

Baca juga: Seniman Tolak Komersialisasi Taman Ismail Marzuki

Sejumlah pekerja saat sedang merevitalisasi Planetarium. (Fernando Randy/Historia.id).
Bahan baku yang akan digunakan untuk merenovasi komplek TIM. (Fernando Randy/Historia.id).
Suharto salah satu petugas yang kini masih bekerja di Planetarium. (Fernando Randy/Historia.id).

Saat ini, dinding-dinding yang sebelumnya menampilkan gambar-gambar berbagai hal tentang luar angkasa sudah dibersihkan untuk didekorasi ulang. Teater yang dulu menjadi tempat orang duduk untuk mengalami suasana ruang angkasa hanya menyisakan satu kursi. Kursi lainnya sudah dibongkar untuk kemudian diganti dengan yang baru. Teropong bintang masih pada tempatnya. Namun, bangunan observasi benda angkasa ini juga masih dalam proses pembangunan dan belum dibuka untuk umum.

“Semoga planetarium ini akan tetap berdiri dan diperbarui sesuai masanya karena planetarium dapat menjadi oase dan penyampai informasi astronomi berbasis sains dan budaya serta dapat menjadi sumber inspirasi dalam perkembangan iptek Indonesia itu sendiri,” tutup Widya.

Baca juga: Setengah Abad Planetarium dan Observatorium Jakarta

Teropong juga masih tahap revitalisasi. (Fernando Randy/Historia.id).
Suasana revitalisasi di Planetarium. (Fernando Randy/Historia.id).

Baca juga: Cerita Awal Taman Ismail Marzuki

Salah satu sepatu milik pekerja di Taman Ismail Marzuki. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah satu lampu di mesin milik Planetarium. (Fernando Randy/Historia.id).

Baca juga: Status Cagar Budaya untuk Planetarium dan Observatorium Jakarta 

Salah satu helm milik pekerja di Planetarium. (Fernando Randy/Historia.id).

 

TAG

taman ismail marzuki planetarium fotografi

ARTIKEL TERKAIT

Sejak Kapan Orang Tersenyum saat Difoto? Pesona dari Desa Penglipuran Para Menteri Hobi Fotografi Merekam Dua Sisi Pematangsiantar Pewarta Foto Historia.id Meraih Penghargaan APFI Menikmati Pameran “Para Sekutu Yang Tidak Bisa Berkata Tidak” Jejak Bung Karno di Jakarta Warna-warni Mudik Lebaran Tahun Ini di Jakarta Pewarta Foto Historia Mendapat Penghargaan APFI Merayakan Keberagaman Imlek Kala Pandemi