Masuk Daftar
My Getplus

Soebandrio, CIA, dan BVD

CIA meminta BVD melakukan operasi intelijen terhadap Soebandrio. Mengapa Badan Keamanan Nasional Belanda itu menolak?

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 13 Nov 2020
Menteri Luar Negeri Soebandrio (tengah berkaca mata) dan istri disambut oleh Menteri Luar Negeri Belanda Joseph Luns di Bandara Schiphol, Belanda Utara, 1 April 1964. (Harry Pot/Arsip Nasional Belanda).

Presiden Sukarno memberikan amanat kepada para pemimpin dari tujuh partai politik di Guest House Istana Merdeka, Jakarta pada 27 Oktober 1965. Dia mengajak untuk menjaga keselamatan negara dan revolusi dengan mengawasi segala usaha dari nekolim (neo kolonialisme dan imperialisme) dan CIA.

"Awas, Saudara-saudara, awas! Jangan kita pun ditunggangi oleh nekolim atau CIA," kata Sukarno yang termuat dalam Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965–Pelengkap Nawaksara suntingan Budi Setiyono dan Bonnie Triyana.

Sukarno mengambil contoh Soebandrio sebagai sasaran nekolim. "Sekarang Bandrio ini misalnya... oleh nekolim dikatakan ini, dikatakan itu. Saya bisa kata ini, oleh karena saya bergaul, bertemu dengan ambassador-ambassador di Jakarta. Tidak sedikit ambassador datang kepada saya, apakah benar presiden, bahwa tuan akan melepas Soebandrio? Oleh karena nekolim memang sering mendapat tantangan dari Soebandrio."

Advertising
Advertising

Sukarno memuji Soebandrio sebagai menteri luar negeri yang gigih menentang nekolim. "Nah, sudah barang tentu nekolim wenst hem er uit (ingin dia keluar). Nekolim mengatakan segala sesuatu yang tidak baik tentang Soebandrio," kata Sukarno.

Baca juga: CIA Rancang Pembunuhan Sukarno

Sebelum sampai ke jabatan menteri luar negeri, Soebandrio telah memegang beragam jabatan sejak Indonesia merdeka. Dia menjabat sekretaris jenderal Kementerian Penerangan pada 1946, wakil Indonesia di London pada 1947, duta besar untuk Inggris pada 1950, dan duta besar untuk Uni Soviet pada 1954.

Dua tahun kemudian, Soebandrio kembali ke Indonesia untuk menjabat sekretaris jenderal Kementerian Luar Negeri. Pada tahun berikutnya, dia menjabat menteri luar negeri merangkap wakil perdana menteri, menteri hubungan ekonomi luar negeri, dan kepala Badan Pusat Intelijen (BPI).

Dalam Intelligence Memorandum: Indonesian First Deputy Premier Subandrio, 13 Desember 1965, CIA pun menyebut "pada saat pemberontakan yang gagal pada 1 Oktober 1965, Wakil Perdana Menteri Pertama dan Menteri Luar Negeri Soebandrio mungkin adalah orang terkuat kedua di Indonesia".

Meskipun demikian, Soebandrio tidak memiliki basis politik. Dia pernah begabung dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada masa revolusi kemerdekaan. "Soebandrio berutang posisinya sepenuhnya pada perlindungan Presiden Sukarno, yang mengangkatnya ke serangkaian jabatan penting di pemerintahan dengan tanggung jawab di beberapa bidang, dan menjadikannya wakil perdana menteri pertama –jabatan pemerintahan nomor dua– pada 1963," catat CIA.

Baca juga: CIA dalam Penyanderaan Konsulat Indonesia di Belanda

CIA menilai "Soebandrio berguna bagi Sukarno dalam berbagai cara. Dia memiliki pikiran yang peka dan ahli dalam detail –aset yang sangat membantu presiden… Soebandrio juga seorang negosiator yang fleksibel dan sangat cakap, mungkin yang terbaik di Asia. Dia cerdas dan kuat tetapi tidak pernah menentang Sukarno dalam masalah besar. Soebandrio bertindak untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan Sukarno daripada memprakarsai kebijakannya sendiri dan paling teliti dalam mengenali dan mungkin mengantisipasi arah jalan pemikiran presiden."

Dengan penilaian seperti itu, jelas saja Soebandrio masuk radar CIA sebagai target operasi intelijen. CIA meminta rekannya, BVD (Binnenlandse Veiligheidsdienst atau Badan Keamanan Nasional Belanda), untuk membuat operasi intelijen yang sama seperti kepada Sukarno: membuat materi pornografi.

Louis Einthoven (tengah), Direktur BVD (1949–1961). (Wikimedia Commons).

Kerja sama CIA dan BVD

CIA menempatkan wakilnya pertama kali di Den Haag, Belanda, pada Mei 1948. CIA mendukung BVD dalam bentuk dana, peralatan, dan pelatihan. Misalnya, CIA memberikan pistol otomatis dan amunisi, peralatan untuk operasi teknis seperti mikrofon dan alat untuk melacak pemancar radio. Peralatan khusus ini bernilai $25.000 pada awal tahun 1950 atau setara dengan lebih dari 10 persen dari anggaran BVD.

"Dolar CIA juga digunakan untuk membeli mobil dan mempekerjakan staf tambahan," tulis Bob de Graaff dan Cees Wiebes dalam "Intelligence and the Cold War behind the Dikes: the Relationship between the American and Dutch Intelligence Communities, 1946-1994", termuat dalam Eternal Vigilance? 50 years of the CIA.

De Graaff dan Wiebes menyebut bahwa pegawai baru BVD dilatih di Washington oleh CIA. Untuk keperluan menyadap misi diplomatik dan Kedutaan Besar Republik Rakyat China, pada 1958 tiga pegawai BVD dikirim ke Universitas Yale untuk belajar Bahasa China.

Baca juga: Upaya CIA Membunuh Pemimpin China di Bandung

Dukungan keuangan dari CIA tumbuh dari tahun ke tahun. Pada 1958, sekitar 51 dari 691 pegawai BVD dibayar dengan subsidi dari CIA. Pada 1964, lebih dari 60 pegawai BVD masih dibayar secara tidak langsung oleh CIA, tetapi beberapa tahun kemudian BVD tidak lagi menerima dana dari CIA. Terlepas dari hubungan baik antara CIA dan BVD, ada kekhawatiran yang meningkat di Den Haag bahwa BVD sebagian bergantung pada kekuatan asing. Setelah Direktur BVD Louis Einthoven pensiun pada 1961, penggantinya secara bertahap menghentikan subsidi CIA.

Dukungan itu menjadikan BVD mitra CIA dalam berbagi informasi dan operasi intelijen. Contoh kerja sama CIA dan BVD adalah Proyek A yang ditujukan untuk menyadap telepon Kedutaan Besar Uni Soviet dan negara-negara Blok Komunis. "CIA menyediakan uang dan teknologi, sedangkan BVD melakukan operasi," tulis De Graaff dan Wiebes.

Baca juga: CIA Menyadap Angkatan Darat Indonesia

Penyadapan itu berhasil mengidentifikasi orang Belanda yang menghubungi Kedutaan Besar Uni Soviet. Sehingga, diplomat Uni Soviet, Pavel Petrov, yang mencoba merekrut informan Belanda, harus kembali ke Moskow pada 1953. Proyek A dilanjutkan dan pada 1957 menyebabkan pengusiran diplomat Uni Soviet, Vasily D. Drankov, dan tiga perwira dinas intelijen militer Uni Soviet (GRU).

"Duta Besar Belanda J. van Roijen melaporkan dari Washington bahwa Direktur CIA Allen Dulles sangat puas dengan kualitas pekerjaan BVD di lapangan atau kontraintelijen di Proyek A, dan laporan bulanan BVD dianggap oleh CIA sebagai 'bernilai tinggi'," tulis De Graaff dan Wiebes.

Gedung bekas kantor BVD di Leidschendam (1993–2002). Kini menjadi gedung Pengadilan Lebanon. (Vincent van Zeijst/Wikimedia Commons). 

BVD Menolak CIA

Kendati demikian, BVD tidak selalu menuruti keinginan CIA. Mereka juga bisa tegas menolak permintaan CIA menyangkut persoalan internal Belanda. "Beberapa permintaan resmi untuk informasi spesifik oleh kepala stasiun CIA di Den Haag ditolak mentah-mentah. BVD ingin melawan musuh bersama, yaitu Komunis di Eropa Barat, tetapi menganggap bahwa informasi tentang peristiwa politik di Belanda bukanlah urusan CIA," tulis De Graaff dan Wiebes.

BVD juga pernah marah dengan perilaku ingin tahu atase militer Amerika di pelabuhan Rotterdam dan kontak antara CIA dengan polisi perbatasan Belanda. Bahkan, peristiwa penolakan visa warga negara Belanda membuat Direktur BVD Louis Einthoven menulis surat kepada kepala stasiun CIA, yang mengancam bahwa BVD di masa depan akan sangat membatasi dalam memberikan informasi kepada CIA.

"BVD bukanlah 'mitra pemalu' dalam perkawinan intelijen ini," tulis De Graaff dan Wiebes. "Permintaan atau proposal tertentu dari CIA ditolak mentah-mentah."

Baca juga: Tripel Agent di Indonesia

Misalnya, sebut De Graaff dan Wiebes, CIA ingin membeli mingguan sayap kiri dan menunjuk seorang pemimpin redaksi yang dapat diandalkan. BVD menolak dan meminta CIA untuk tidak ikut campur dalam urusan politik internal Belanda. Ketidaksenangan Belanda terkadang diungkapkan dengan terus terang. Seorang kepala stasiun CIA yang baru diangkat, dipanggil kembali pada awal tahun 1956 karena direktur BVD dan kepala stasiun CIA saling tidak menyukai dan tidak percaya. Direktur CIA Allen Dulles menganggap hubungan baik dengan BVD sebagai prioritas utama dan mengorbankan kepala stasiunnya.

Selain terkait urusan politik internal Belanda, BVD juga menolak permintaan CIA untuk melakukan operasi terhadap negara atau pejabat negara lain. Misalnya, BVD menolak menyadap Kedutaan Besar Mesir di Den Haag setelah kunjungan Gamal Abdel Nasser ke Moskow pada Mei 1958. Belanda khawatir jika orang Mesir mengetahui penyadapan itu akan merusak hubungan diplomatik Belanda dengan Timur Tengah.

Selain itu, De Graaff dan Wiebes menyebut bahwa BVD pernah menolak mentah-mentah usulan CIA untuk membuat film porno Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio saat berkunjung ke Belanda.

"Menurut Einthoven, Soebandrio tidak bisa diperas dengan operasi semacam ini, dan begitu kembali ke Jakarta dengan bangga akan memperlihatkan foto-fotonya kepada teman dan koleganya," tulis De Graaff dan Wiebes.

Baca juga: CIA Bikin Film Porno Mirip Sukarno

Akhirnya, Soebandrio yang disebut oleh CIA sebagai orang terkuat kedua di Indonesia, dapat disingkirkan setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, di mana CIA punya peran dalam peristiwa berdarah itu. Soebandrio bersama 14 menteri loyalis Sukarno ditangkap dan diadili. Mahkamah Militer Luar Biasa menjatuhkan vonis hukuman mati.

Reputasi Soebandrio sebagai duta besar pertama untuk Inggris dan menteri luar negeri menyelamatkannya dari hukuman mati. Kawat dari Presiden Amerika Serikat Lyndon B. Johnson dan Ratu Inggris Elizabeth, mengubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup. Dia bebas dari penjara pada 1995 setelah menjalani hukuman selama 29 tahun. Dia meninggal dunia pada 3 Juli 2004.

TAG

intelijen cia bvd sukarno soebandrio

ARTIKEL TERKAIT

Mata Hari di Jawa Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Supersemar Supersamar Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah Kemaritiman Era Sukarno Obrolan Tak Nyambung Sukarno dengan Eisenhower