KEJUTAN besar dalam sejarah Piala Dunia tercipta pada hari ketiga Piala Dunia 2022 di Qatar. Di laga perdana Grup C, Argentina sebagai salah satu tim favorit juara mesti menelan pil getir. Di Lusail Iconic Stadium, Selasa (22/11/2022) siang waktu setempat, Argentina kalah 1-2 dari Arab Saudi yang dianggap kontestan penggembira semata.
Dalam pertandingan yang dipimpin wasit Slavko Vinčić asal Slovenia itu, “Tim Tango” (julukan Timnas Argentina) unggul lebih dulu lewat penalti sang “megabintang” Lionel Messi saat laga baru bergulir 10 menit. Tetapi tiga menit usai babak kedua dimainkan, striker Saudi Saleh al-Shehri sukses menyamakan skor, 1-1, usai lepas dari penjagaan bek Argentina Cristian Romero.
Lantas kala Messi cs. berupaya mencari keunggulan lagi, mereka justru kecolongan di menit ke-53. Kapten kedua “Tim Elang Hijau” (sebutan Timnas Saudi) Salem al-Dawsari melepaskan tembakan spekulatif ke sudut gawang Argentina yang dikawal Emiliano Martínez.
Baca juga: Lionel Messi, Alien Sepakbola yang Membumi
Saudi yang dibesut pelatih asal Prancis Hervé Renard lantas pontang-panting menahan gempuran-gempuran berbahaya Argentina untuk mempertahankan keunggulan skor 2-1. Kiper Saudi Mohammed al-Owais bahkan mesti berjibaku melakukan beberapakali penyelamatan. Keunggulan Saudi bertahan hingga ketika wasit Vinčić meniup peluit panjang.
“Hari ini bintang-bintang di langit memihak kami. Segalanya bisa terjadi dalam sepakbola –kadang lawan Anda sedang tidak dalam permainan terbaik. Bayangkan seorang Lionel Messi bermain melawan Arab Saudi, Anda pasti paham motivasi dia tidaklah sama jika dia melawan Brasil dan itu wajar,” kata Renard pasca-pertandingan, dilansir Four Four Two, Selasa (22/11/2022).
Tentu perjalanan Saudi masih panjang walau kans untuk lolos dari fase grup perlahan terbuka terbuka usai kemenangan tersebut. Saudi masih harus melewati tantangan dua peserta Grup C lain: Polandia pada 26 November dan Meksiko empat hari berselang.
“Kami mencetak sejarah yang akan abadi dalam sepakbola Saudi tetapi kami masih harus fokus ke depan. Kami masih punya dua laga yang sulit. Dengan tiga pertandingan, Anda bisa menang di laga pertama dan tetap tidak lolos, dan Anda bisa kalah di laga perdana tapi bisa saja jadi juara dunia seperti Argentina. Segalanya mungkin,” lanjut pelatih kelahiran Aix-les-Bains, Prancis, 54 tahun silam tersebut.
Baca juga: Argentina dan Trofi yang Dirindukan
Mula Sepakbola di Saudi
Berbeda dari tetangganya yang jadi tuan rumah Piala Dunia, Qatar, yang mengenal sepakbola dari para ekspatriat Inggris pada 1940-an, Saudi berkenalan dengan si kulit bundar sudah sejak 1920-an. Permainan itu dibawa para imigran dari Mesir dan Sudan.
“Jeddah, kota di tepi Laut Merah, menjadi gerbang bagi para umat Islam yang menunaikan ibadah umrah dan haji di Makkah. Jeddah juga yang jadi pintu masuk orang-orang dari luar negeri, seperti Sudan dan Mesir yang membawa budaya dan hobi-hobi mereka, termasuk sepakbola. Masyarakat di kota itu langsung antusias mempelajari permainannya dan klub pertamanya, Al-Ittihad didirikan pada 1927,” tulis John Nauright dan Charles Parrish dalam Sports Around the World: History, Culture, and Practice.
Al-Ittihad didirikan oleh sejumlah tokoh sempalan sebuah wadah olahraga multi-cabang, Hijazi Sports Club. Mereka memisahkan diri dari wadah itu gegara memprotes keanggotaan klub yang tertutup. Mereka lalu mendirikan Nadi al-Ittihad sebagai klub khusus sepakbola pada 4 Januari 1927. Itu artinya, Al-Ittihad merupakan klub sepakbola tertua yang kelahirannya lebih dulu dari unifikasi Kerajaan Arab Saudi pada 1932.
“Mereka para pendirinya punya misi meluaskan sepakbola di luar batas-batas kaum elit. Kedua klub itu kemudian berlatih dan bermain di luar tembok kota. Pada 1931 pertandingan laik yang pertama digelar di antara kedua klub itu. Lantas pada 1935, klub ketiga lahir, Al-Hilal al-Bahri yang didirikan beberapa tokoh lokal lain, di mana beberapa anggotanya terdapat orang-orang dari Teluk Aden dan Indonesia,” ungkap Ulrike Freitag dalam A History of Jeddah: The Gate to Mecca in the Nineteenth and Twentieth Centuries.
Baca juga: Qatar di Gelanggang Sepakbola
Perkembangan sepakbola Saudi baru mulai pesat pada era 1950-an kala pemerintah kerajaan mulai serius menaruh perhatian. Sebelum 1951, turnamen-turnamen sepakbolanya sekadar diadakan di wilayah masing-masing. Turnamen resmi pertama, Prince Abdullah al-Faisal Cup, baru diadakan pada 1951. Turnamen ini mempertemukan klub-klub lintas wilayah yang kemudian dimenangkan Al-Ittihad. Sedangkan liga semi-profesionalnya baru hadir pada 1957 seiring upaya pembentukan timnas di tahun yang sama.
“Liga Saudi dimulai pada 1957 antara klub-klub asal Makkah dan Jeddah, lalu kemudian klub-klub asal Al-Qassim dan Hail, dan peserta liga-liga regional lainnya juga ikut untuk lolos putaran final Liga Saudi yang memperebutkan King’s Cup. Jadi liga-liga regionalnya bukanlah kejuaraan, melainkan sekadar semacam kualifikasi ke fase final Liga Saudi,” ungkap sejarawan Dr. Amin Saati dalam Encyclopedia of the History of Sports Movement in the Kingdom of Saudi Arabia.
Kendati upaya pembentukan timnas Saudi dilakukan pada 1957, titik awalnya sudah dirintis pada 1951. Para pemain dari dua klub top saat itu, Al-Wehda dan Al-Ahli, dikombinasikan untuk membentuk tim Saudi XI guna melakoni laga persahabatan melawan Tim Kementerian Kesehatan Mesir pada 21 Juni 1951.
Tiada kelanjutan nasib tim usai laga friendly itu, Pangeran Abdullah menginisiasi pembentukan timnas Arab Saudi –yang sudah punya federasi sepakbola, SAFF, pada 1956– usai bergulirnya liga pertama pada pertengahan 1957. Tim yang diasuh pelatih asal Mesir, Abdulrahman Fawzi, itu dipersiapkan untuk mengikuti pesta olahraga Pan-Arab Games di Beirut, Lebanon, 19-27 Oktober 1957.
Baca juga: Sepakbola Palestina Merentang Masa
Sebagai tim yang baru lahir dan pertamakali mengikuti event regional, Saudi bermain imbang 1-1 kontra tuan rumah Lebanon, kalah 0-1 dari Yordania, dan menang 3-1 atas Suriah. Saudi harus puas bertengger di urutan ketiga penyisihan Grup B dan gagal melaju ke semifinal.
Upaya perbaikan pun terus dilakukan. Di bawah kepemimpinan Pangeran Faisal bin Fahd sebagai presiden SAFF, Saudi memproyeksikan sejumlah program pembinaan usia dini pada 1974. Kementerian Tenaga Kerja dan Sosial juga gencar mengundang banyak sponsor. Pada 1976, liganya di-upgrade menjadi liga profesional dengan hanya mempertandingkan 22 klub terbaik di kasta teratas. Hasilnya, tim muda Saudi sukses jadi juara Piala Dunia U-16 pada 1989.
Namun mesti diakui, di level senior timnas Saudi sekadar berkutat sebagai tim mapan Asia. Sejak menjadi anggota FIFA pada 1956, timnas senior Saudi baru mulai ikut Kualifikasi Piala Dunia Zona Asia pada 1978. Butuh waktu 24 tahun buat Saudi untuk untuk melakoni debutnya di putaran final Piala Dunia, yakni Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat.
Sejak saat itulah Saudi jadi langganan tim peserta Piala Dunia dengan pengecualian di Piala Dunia 2010 dan 2014. Hingga saat ini pencapaian terbaik mereka hanyalah babak kedua Piala Dunia 1994.
Baca juga: Kala Arab Saudi Memesona di Piala Dunia
Di Asia, Saudi yang baru masuk jadi anggota AFC pada 1972 sudah mulai menunjukkan tajinya sejak 1980-an. Bahkan pada keikutsertaannya yang ketiga kali di Piala Asia, pada 1984, Saudi sukses merengkuh titel juaranya. Saudi lantas mengulangi prestasi cemerlang itu pada 1988 dan 1996. Sisanya, tiga kali jadi runner-up Piala Asia: 1992, 2000, dan 2007.
Saudi juga jadi langganan tim favorit di turnamen-turnamen regional Jazirah Arab. Tiga kali Saudi juara Arabian Gulf Cup (1994, 2002, 2003-2004) dan dua kali keluar sebagai jawara FIFA Arab Cup (1998, 2002).