GEMURUH puluhan ribu suporter tuan rumah yang memerahkan Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) pada Selasa (10/9/2024) malam berperan menyuntik spirit tim nasional Indonesia sekaligus meneror tim tamu, Australia. Tim berjuluk “Socceroos” itu melakoni laga tandang pada matchday kedua Grup C di babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona AFC (Asia).
Sebagaimana dilansir laman resmi federasi sepakbola Australia, julukan Socceroos pertamakali dimunculkan jurnalis olahraga asal Sydney Tony Horstead pada 1960-an seiring pertandingan tur timnas Australia ke Vietnam. Lema tersebut merupakan perpaduan antara kata soccer dan kangaroos si fauna khas Australia.
“Australia ketika itu memenangkan turnamen internasional pertamanya dengan mengalahkan Korea Selatan di turnamen Saigon pada 1968. Kemenangan ini jadi titik awal lahirnya julukan Socceroos. Julukan itu dicetuskan jurnalis News Limited, Tony Horstead dan diadopsi pemain dan fans sejak saat itu,” tulis Dave Arthur dan Greg Downes dalam artikel “Managing Football in Emerging Markets: Australia” yang termaktub dalam buku Managing Football: An International Perspectives.
Baca juga: Mula Julukan Tim Garuda
Dengan fakta historis tersebut, orang-orang Australia tetap mengasosiasikan permainan si kulit bundar dengan sebutan soccer dan bukan football meski induk federasi sepakbolanya bernama Football Australia. Australia satu dari sedikit negara anggota FIFA yang memilih soccer ketimbang football yang disebut oleh mayoritas dari 211 negara anggota FIFA.
Dari sisi linguistik, Football jadi lema resmi yang dipilih Inggris sejak negeri itu melahirkan sepakbola modern. Dibuktikan dari nama induk organisasi sepakbolanya, football association (FA). Beberapa negara dengan bahasa berbeda menyerapnya sesuai lidah mereka, seperti futebol dalam bahasa Portugis, fútbol dalam bahasa Spanyol, fußball dalam bahasa Jerman, atau voetbal dalam bahasa Belanda.
Beberapa negara lain memang punya istilah tersendiri. Negara-negara Arab, misalnya, menyebutnya “kuratu alqadami”, sementara Italia masih mempertahankan sebutan calcio yang –artinya sepak/menyepak– berasal dari permainan menendang bola di wilayah Firenze abad ke-16 yang menggunakan tangan dan kaki.
“Di Firenze, permainan bola sepak rakyat disebut calcio yang bertahan di Italia hingga kini. (Filsuf Niccolò) Macchiavelli dan (ilmuwan cum seniman) Leonardo da Vinci termasuk penggemarnya. Biasanya dimainkan di alun-alun atau di atas sungai yang membeku. Pemimpin Gereja Katolik: Paus Klemens VII, Leo XI, dan Urbanus VIII bahkan terkesima dengan calcio yang dimainkan di taman-taman Vatikan,” ungkap Alexander Cárdenas dalam The Global Journey of Football: From the Origins of the Beautiful Game to Its Recent Use as Social Catalyst.
Baca juga: Roman Sepakbola Negeri Jiran
Indonesia sendiri menyebutnya “sepakbola/sepak bola”, sementara orang Malaysia dengan lidah Melayunya memilih sebutan “bola sepak”. Kendati dengan susunan kata yang berbeda, dua penyebutan itu tetap merupakan terjemahan dari “football”.
“Jika menurut kata asalnya dari football, maka Malaysia menganggapnya lebih benar. Istilah yang dipakai sepakbola, berarti bola yang aktif menyepak pemain. Bola sepak, berarti si pemain yang aktif menendang bola. Lihat saja kenapa disebut bola tangan, bola voli, atau bola basket tapi tidak disebut tangan bola, voli bola, atau basket bola? Toh asalnya senada dengan football, yakni handball, volleyball, dan basketball,” tulis Arief Natakusumah dalam Drama Itu Bernama Sepakbola: Gambaran Silang Sengkarut Olahraga, Politik, dan Budaya.
Adapun orang Korea punya sebutan chuggu, orang China menyebutnya zúqiú, dan orang Jepang melafalkannya sakkā, yang merupakan variasi lidah setempat terhadap “soccer”. Lema soccer lebih beken di Kanada, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Selandia Baru, dan Australia gegara mereka punya olahraga lain yang lebih dulu dinamai football.
Baca juga: Revolusi Sepakbola Jepang
Soccer dalam Lidah Orang Australia
Jauh sebelum sepakbola digemari, orang Australia sudah lebih dulu menggilai olahraga yang kurang lebih mirip rugby, yakni Australian Rules Football atau kondang disebut “Footy”. Footy punya akar historis lebih kuat karena dimainkan sejak abad ke-19, ketika sepakbola belum tenar.
Sederhananya, footy merupakan evolusi dari rugby yang datang bersamaan dengan para imigran dan tahanan asal Inggris di wilayah-wilayah koloni Australia. Aturan baku mulai ditetapkan sejak 1859 usai diperkenalkan para petinggi dan anggota tim Melbourne Football Club. Adapun sepakbola –dalam hal ini association football–dengan aturan baku khas Inggris baru eksis pada 1877.
Menurut John Nauright dalam Routledge Handbook of Global Sport, aturan dan pendirian klub tak lepas dari peran para tokoh kriket yang mencari aktivitas di jeda musim kriket. Melbourne Football Club yang berdiri pada 1858 pun merupakan “cabang” dari Melbourne Cricket Club.
“Tokoh kriket Thomas Wentworth Wills yang lahir di Australia tapi bersekolah di Rubgy School di Inggris merupakan kapten tim kriket dan merasa tim kriket yang ia pimpin harus tetap menjaga kebugaran selama musim dingin. Melbourne Cricket Club pun setuju dengan saran Wills dan membentuk sebuah komite untuk menetapkan aturan (footy) seiring berdirinya Melbourne Football Club dan Geelong Football Club yang lahir pada 1858 dan 1859 sebagai dua klub (footy) tertua di dunia,” tulis Nauright.
Baca juga: Rugby dan Rasisme di Titik Nol
Footy dan rugby secara prinsip serupa, sama-sama olahraga kontak fisik yang dimainkan dua tim berlawanan dengan sebuah bola yang juga sama-sama berbentuk oval. Namun perbedaan paling signifikan di antara keduanya yakni, bentuk lapangan rugby persegi sedangkan footy berbentuk oval. Pun dalam cara bermainnya, rugby dimainkan dengan membawa bola menggunakan tangan, sedangkan dalam footy bolanya boleh ditendang dan dibawa dengan tangan asalkan bolanya harus dipantulkan ke tanah bak bola basket.
Dalam rugby, skor dicetak dengan membawa bola ke gawang lawan. Sedangkan footy, dengan menendang bola ke gawang lawan.
Lantas, “soccer” yang dipilih Aussie karena itu lema dari kata slang (gaul) association, menurut para akademisi linguistik Universitas Oxford pada 1880-an. Di era itu, menurut Graham Curry dan Eric Dunning dalam Associaton Football: A Study in Figurational Sociology, bahasa gaul acap diakhiri dengan akhiran “-er” seperti rugby menjadi “rugger”, breakfast (sarapan) menjadi “brekker”, dan association menjadi “socker/soccer”. Ditengarai, bahasa gaul itu mulai dikenal di kalangan akademisi ketika terjadi percakapan pada suatu pagi antara Charles Wreford-Brown, kapten tim sepakbola Universitas Oxford, dengan seorang koleganya dari tim rugby.
“Selamat pagi, Charles. Bagaimana jika kita main ‘rugger’ (rugby) setelah ‘brekker’ (sarapan)?” ajak sang kapten rugby, dikutip Curry dan Dunning.
“Tidak, terima kasih. Saya mau main ‘soccer’ (sepakbola),” jawab Wreford-Brown yang tercatat jadi kapten tim sepakbola Universitas Oxford periode 1886-1889.
Soccer sebagai bahasa gaul dari football (sepakbola) kian dikenal di Inggris sejak 1895. Lantas, ia menyebar ke negeri-negeri yang punya hubungan dengan Inggris: Amerika, Kanada, dan Australia.
Maka ketika sepakbola mulai dikenal di Australia –kendati tetap termarjinalkan, butuh sebutan lain agar tak membuat bingung orang Australia. Pilihannya jatuh kepada “soccer”. Pilihan tersebut diperkuat oleh aspek psikis di mana, menurut Chris Hallinan dan John Houghson dalam “The Beautiful Game in Howard’s ‘Brutopia’: Football, Ethnicity, and Citizenship in Australia” yang termaktub dalam buku The Containment of Soccer in Australia: Fencing Off the World Game mencatat, seiring zaman sepakbola senantiasa dianggap olahraga etnis asing dan jauh dari olahraga elit “Anglo-sentris”.
“Soccer (sepakbola) termarjinalkan dan tidak dianggap olahraga asli orang Australia yang ‘Anglo-sentris’. Marjinalisasi sepakbola terus terjadi di era booming-nya multikulturalisme via media massa dan televisi komersial,” ungkap Hallinan dan Houghson.
Sejak 1920-an pun regulasi dan pemegang kewenangannya masih belum stabil. Setelah memisahkan diri dari Commonwealth Football Association pada 1921, dua istilah masih digunakan ketika proses mendirikan asosiasinya, Australian Soccer Football Association (ASFA). Tetapi ketika hendak melamar ke FIFA sebagai anggota pada 1954, nama federasinya berubah menjadi Australian Soccer Federation (ASF).
Baca juga: Petualangan Tim Kanguru
Upaya ASF untuk meningkatkan derajat sepakbola kian digenjot seiring melamar masuk AFC sejak 1960. Karena ditolak, maka ASF menggandeng Selandia Baru untuk menggalang kekuatan negara-negara Pasifik mendirikan Oceania Football Federation pada 1966.
Pada 1995, nama federasinya berubah lagi jadi Soccer Australia. Namun sejurus dengan skandal penggelapan uang pada 2003, nama federasinya mengalami perombakan total menjadi Football Federation Australia (FFA). Dengan nama inilah tiga tahun berselang (2006), upaya kesekian kalinya melamar jadi anggota AFC pun berbuah.
Namun, pada 2020 lagi-lagi terjadi perubahan dengan penghilangan kata “federation”, sehingga menjadi Football Australia. Kendati menggunakan lema “football”, masyarakat Aussie tetap menyebut permainannya dengan “soccer” untuk membedakan dengan olahraga footy.
“Meski begitu istilah soccer tetap dimengerti di Inggris karena istilah itu secara luas digunakan di Amerika, Kanada, Selandia Baru, Afrika Selatan, dan Australia, di mana mereka punya olahraga lain yang menggunakan istilah football yang notabene berasal dari leluhur Eropa mereka di abad ke-19 dan awal abad ke-20,” tandas Curry dan Dunning.
Baca juga: Serba-serbi Sepakbola Fiji