Mula Tim Garuda
Kapan dan Bagaimana asal-usul julukan Tim Garuda? Begini kisahnya.
PERJUANGAN Timnas Indonesia (senior) bakal kian berat. Setelah keok 0-1 dari Singapura di laga perdana di Grup B Piala AFF 2018 dan menang 3-1 kontra Timor Leste, tim besutan Bima Sakti Tukiman itu akan menantang juara bertahan Thailand, Sabtu (17/11/2018) di Stadion Rajamangala, Bangkok.
Timnas Garuda dan Tim Gajah Putih terakhir bentrok di laga puncak Piala AFF 2016. Kala itu Indonesia kalah agregat 3-2 sehingga untuk kelima kalinya harus puas jadi finalis sejak perhelatan sepakbola se-Asia Tenggara itu dimulai 1996 dengan nama Piala Tiger.
Kelahiran Tim Garuda
Lalu, kapan dan bagaimana sebenarnya julukan Tim Garuda –yang ditujukan bukan hanya untuk timnas senior tapi juga timnas junior hingga timnas futsal– muncul? Julukan Tim Garuda pertamakali diberikan John Halmahera lewat tulisannya yang berjudul “Garuda, Layakkah Jadi Harapan PSSI?”, dimuat dalam Rekaman Peristiwa ’84 terbitan Sinar Harapan.
Baca juga: Enam dasawarsa Timnas Indonesia puasa medali di Asian Games
Penyandang pertama julukan Tim Garuda adalah timnas junior PSSI era 1983. Tim ini terbentuk dari hasil Invitasi Sepakbola Junior di Yogyakarta, 20-30 Oktober 1981. Pembentukan Timnas Junior itu digarap PSSI sebagai pembinaan pelatnas jangka panjang. Seleksi lanjutan jelang Piala Asia 1984 di Singapura beberapa kali dilakukan. “Sampai di (kualifikasi) Piala Asia VIII itu, pemain yang masih bertahan hasil invitasi 1981 itu adalah Marzuki, Satya Permana, Anjar Rachmulyono, Abdul Khamid, M Sofie, Agus Waluyo, Sain Irmis dan kapten Aji Ridwan Mas,” tulis John Halmahera.
Dari hasil invitasi 1981 itu pula PSSI menggelar proyek tim junior pada 25 April 1983 bernama Proyek PSSI Garuda yang diketuai Sigit Harjoyudanto. Di tahun itu juga PSSI menyewa pelatih asal Brasil João Lacerda Silho, yang acap disapa Barbatana, untuk mempersiapkan 18 pemain Tim Garuda di Kualifikasi Piala Asia 1984, Piala Raja 1984, dan SEA Games 1985. Barbatana mengambilalih kepelatihan setelah sebelumnya tim ini diasuh Yuswardi dan kemudian Eddy Sofyan, di mana keduanya tak memberi perkembangan signifikan.
Para pemain muda potensial itu diasuh ala Brasil dengan penyesuaian terhadap kondisi fisik, karakter, dan postur para pemain. “Pertengahan Maret 1984 tambahan tenaga dari Brasil datang lagi. Pelatih fisik Ridenio Borgez dikontrak. Lengkaplah sudah duet pelatih asal Brasilia,” tambah John Halmahera.
Tim Garuda bakal menjalani latihan di Brasil. Sebelum berangkat, pada Mei 1984 mereka lebih dulu menjalani latihan fisik lebih keras di Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdik POM) Cimahi. Di markas yang dikomandani Kolonel IGK Manila itu para pemain digojlok ala militer, bahkan sampai digunduli dan diberi seragam militer, selama sebulan.
“Pokoknya dalam waktu satu bulan, saya benar-benar menganggap seluruh pemain adalah prajurit pendidikan. Tidak ada keistimewaan,” cetus Manila, dikutip Hardy Hermawan dan Edy Budiyarso dalam biografi IGK Manila: Panglima Gajah, Manajer Juara.
Hukuman kurungan juga disiapkan jika ada pemain yang tak disiplin. Segala aspek pelatihan fisik, mental, dan kedisiplinan digeber ala tentara dari jam 6 pagi sampai jam 6 petang. Tidak hanya merayap di bawah kawat berduri dan lari lintas alam, mereka juga diajarkan keterampilan senjata dan menembak.
“Itu juga untuk meningkatkan kewaspadaan dan lebih meningkatkan kedisiplinan. Kalau tidak (disiplin dan waspada), bisa ngejedor sendiri ke mukanya,” ujar Manila.
Setiap Minggu, Manila menggojlok mereka dengan lari jarak jauh, bisa sampai 40 km. “Tapi toh mereka semangat juga karena setiap berlari selalu ada regu Kowad yang menyertai,” tulis Hardy dan Edi.
Setelah sebulan di Cimahi, Tim Garuda berangkat ke Negeri Samba. Beragam pelatihan ala Brasil mereka lahap. “Sampai-sampai senam pemanasan pub bergaya Brasilia,” singkap salah satu pemain, dikutip John Halmahera. Sepulangnya dari Brasil, Tim Garuda menghadapi jadwal padat berbagai turnamen.
Baca juga: Timnas Garuda Muda patut belajar pada Jepang
Walau gagal membawa pulang prestasi tertinggi, pencapaian Tim Garuda hasil penggojlokan di Cimahi dan Brasil lumayan terlihat. Di Piala Raja 1984, Tim Garuda jadi runner-up setelah kalah 0-3 dari Thailand. Sayangnya, mereka juga kandas di kualifikasi Piala Asia 1984 Grup 1 dan gagal ke putaran final. Sementara, di SEA Games 1985 Tim Garuda hanya sanggup mencapai semifinal pasca-kalah 0-7 dari Thailand.
Setelah serangakaian kegagalan itu, Tim Garuda I dibongkar. PSSI membentuk lagi Tim Garuda II pada 1987 untuk dibina jangka panjang jelang SEA Games 1987 dan 1991. Di kedua pesta olahraga se-Asia Tenggara itu, Indonesia merebut emas cabang sepakbola.
Sejak saat itu, julukan Tim Garuda selalu lekat dengan timnas Indonesia. Di manapun timnas main, tak peduli senior, junior, atau timnas putri, media massa selalu memberitakan dengan sebutan Tim Garuda.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar