SUDAH sejak Senin (11/11/2024) timnas Jepang tiba di Indonesia. Laga kontra Indonesia yang akan dilakoninya tak hanya penting bagi kelanjutan kedua tim menuju Piala Dunia 2026 tapi juga akan jadi “perang saudara” antara punggawa timnas Indonesia Calvin Verdonk dengan andalan Jepang, Kōki Ogawa. Maklum, keduanya membela tim yang sama di Eropa, NEC Nijmegen.
Verdonk cs. akan meladeni Ogawa dkk. di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) dalam laga keempat kualifikasi Piala Dunia 2016, babak ketiga, Grup C hari ini, Jumat (15/11/2024). Hari tersebut kebetulan bertepatan dengan ulang tahun ke-124 NEC Nijmegen yang berdiri 15 November 1900.
“Periode (jeda) internasional kembali hadir di akhir tahun 2024. Lima pemain NEC akan membela timnasnya masing-masing. Termasuk di laga Indonesia-Jepang, duel antara Calvin Verdonk dan Koki Ogawa,” kata laman resmi klub, 9 November 2024.
Baca juga: Meneer Belanda Pengawal Mistar Indonesia
Verdonk sudah membela NEC sejak 2017 sebagai bek pinjaman dari Feyenoord Rotterdam tetapi dibeli klub Portugal FC Famalicão pada 2020. Dua tahun di Portugal, Verdonk kembali dipinjamkan ke NEC hingga sekarang.
Sementara, Ogawa membela NEC sejak 2022 sebagai penyerang pinjaman dari klub Jepang, Yokohama FC. Baru pada 21 Maret 2024 NEC mempermanenkannya dengan menebus Ogawa lewat kontrak berdurasi tiga tahun.
Verdonk dan Ogawa jadi dua pilar NEC yang tampil di masing-masing timnas seniornya. Sementara empat lainnya memperkuat timnas usia muda pada kualifikasi Euro U-21 2025: Sontje Hansen dan Robin Roefs (Belanda), serta Başar Önal (Turkiyë).
“Melawan Jepang yang tim favorit akan jadi laga yang sulit tapi kami bermain di hadapan pendukung sendiri. Tentu saja kami harus menciptakan peluang untuk menang,” ujar Verdonk dalam wawancara video di laman resmi klub, Selasa (12/11/2024).
“Indonesia (cuacanya) sangat panas dan mungkin akan sulit juga buat kami bermain di kandang mereka. Kami harus menyiapkan diri dengan baik untuk mengalahkan mereka. Tidak akan mudah mengalahkan mereka tapi mungkin saya yang akan bikin gol dan kami akan menang dengan gol saya,” timpal Ogawa percaya diri.
Baca juga: Revolusi Sepakbola Jepang
Klub Kelas Pekerja
Sepakbola mulai populer di kota Nijmegen pada pertengahan abad ke-19. Jika di Inggris yang jadi muasal sepakbola modern dimainkan kaum kelas menengah dan pekerja, di kota Nijmegen sepakbola mulanya dimainkan terbatas di antara kaum elite.
Klub amatir pertama yang hadir adalah Quick Nijmegen yang berdiri pada 1888. Klub ini mulanya menaungi olahraga kriket tapi kemudian mewadahi permainan sepakbola. Klub kedua, Voetbalclub Eendracht, baru muncul pada 15 November 1900, diikuti Nijmeegsche Voetbal-vereeniging (NVV) Nijmegen pada 1 Juni 1908 yang merupakan sempalan Quick 1888, serta Sportvereniging (SV) Orion pada 19 September 1938.
NEC Nijmegen sendiri adalah hasil merger antara Voetbalclub Eendracht dan NVV Nijmegen. Voetbalclub Eendracht didirikan tiga sosok jongen yang datang dari lingkungan kelas pekerja di Nijmegen –Guus Lodestijn, Anton Kuijpers, dan Wouter van Lent– pada 15 November 1900.
“Ketiganya sering bermain di jalanan dekat dermaga Waalkade atau Alun-Alun Grote Markt. Mereka pun mengambil nama klub, Eendracht, terinspirasi dari sebuah tulisan di depan Grote Markt, ‘Eendracht maakt macht’ (Bersatu kita kuat, red.),” kata laman resmi klub.
Baca juga: Ronald Koeman Pahlawan Katalan dari Zaandam
Sebagai klub “proletar” dengan uang iuran 2 sen gulden per anggota klub, Eendracht tentu kesulitan membeli bola apalagi menyewa lapangan untuk melakoni laga-laga persahabatan. Baru pada 1903 Eendracht mengikuti liga lokal di Nijmegen dan juara untuk promosi ke liga regional tingkat provinsi Gelderland.
“Baru ketika sudah merger, Eendracht kian gencar berjuang untuk promosi di Eredivisie dan bahkan kelak mencapai empat kali final Piala Belanda,” tulis Paolo Ciampi dan Arnaldo Melloni dalam Orange Football: Imprese e follie caltistiche del paese dei tulipani.
Kesulitan finansial mendorong Eendracht merger dengan NVV Nijmegen pada April 1910. Peleburan itu melahirkan Nijmegen Eendracht Combinatie (NEC) Nijmegen. Walaupun begitu, 15 November 1900 tetap diambil sebagai hari lahir klub anyar tersebut untuk tampil di Tweede Divisie liga Belanda meski masih di kasta ketiga.
Sejak merger, NEC mulai punya homebase tetap, Lapangan Hanzenkampseweg. Baru pada 1940-an homebase-nya pindah ke Goffertstadion, Nijmegen. Gofferstadion saat itu merupakan stadion terbesar ketiga di Belanda setelah Olympisch Stadion di Amsterdam dan Stadion De Kuip di Rotterdam.
Seiring perjalanannya, NEC Nijmegen selalu membawa beban dua imej buruk. Pertama, imej dan julukan “Nooit eerste classer” (tidak pernah divisi pertama) dari media massa dan para rivalnya.
Pada 1920-an NEC selalu gagal di lima kesempatan playoff promosi wilayah timur dari divisi Tweede Klasse Oost ke Eerste Klasse Oost. Kesempatan itu baru datang dan imej itu akhirnya terpatahkan pada 1936.
Baca juga: Memori Manis Johan Neeskens
Kedua, imej dan julukan sebagai “Klub Yoyo”, yang didapat karena sering bolak-balik degradasi dan promosi antara Eerste Divisie dan Eredivisie di era 1970-an dan 1980-an. Padahal, di turnamen KNVB Beker (Piala KNVB) NEC sering mencapai final (musim 1972-1973, 1982-1983, 1993-1994, 1999-2000, dan terakhir di musim 2023-2024).
Sedangkan di pentas Eropa, kecuali Liga Champions, NEC Nijmegen sebagai klub medioker Belanda pernah mencicipi hampir semua panggung: UEFA Intertoto Cup 1969-1970 dan 1978-1979, serta Winner’s Cup 1983-1984 dan UEFA Cup (kini Europa League) 2003-2004 dan 2008-2009. Prestasi terbaiknya hanya pernah menembus babak kedua Winners’ Cup 1983-1984, di mana langkah mereka dihentikan raksasa Spanyol FC Barcelona.
Sebagaimana dimuat Majalah Synergy, 16 Oktober 2019, dalam “N.E.C. Nijmegen, a story about a historious rich club”, Nijmegen sempat bikin kejutan meski harus mengakui kekalahan dari Diego Maradona cs. sebelum kalah 3-2 di leg pertama di Gofferststadion pada 19 Oktober 1983.
“Hingga kini momen itu jadi highlight dalam sejarah klub ketika tampil melawan FC Barcelona. Saat itu Barcelona masih diperkuat Maradona dan bahkan sempat unggul 2-0,” tulis majalah itu.
Dua gol pembukanya dicetak Anton Janssen pada menit ke-5 dan Michel Mommertz pada menit ke-44. Namun di babak kedua Barcelona bangkit dengan tiga golnya: Migueli Bernardo pada menit ke-45, gol bunuh diri Erik van Rossum di menit ke-55, dan Urbano Ortega di menit ke-70.
“Saat sempat unggul 2-0 melawan tim sebesar itu, saya pikir jadi kejutan tersendiri di tribun stadion dan di bangku cadangan. Ya, sungguh tak dapat dipercaya kami bisa unggul 2-0,” kenang Janssen dalam wawancaranya dengan NEC TV yang ditayangkan kanal Youtube N.E.C. TV, 30 Maret 2020, “De bijna-winst op Barcelona: N.E.C. debuteert in Europa”.
Pada leg kedua di Camp Nou pada 2 November 1983, NEC keok dua gol tanpa balas yang dicetak Periko Alonso (menit ke-3) dan Paco Clos (menit ke-43). Langkah NEC pun terhenti setelah kalah agregat 5-2
“Tetapi itu tetap jadi kenangan yang kami banggakan secara publik. Apalagi kakek saya juga suatu kali pernah juga bermain melawan Barcelona,” tandas Toon Willemse, bek NEC 1977-1985.
Baca juga: Lima Pelatih Barcelona dari Belanda