Masuk Daftar
My Getplus

Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia

Selain Reijnders Bersaudara, sebelumnya ada 10 kakak dan adik lain yang beda pilihan membela tim nasional. Siapa saja mereka?

Oleh: Randy Wirayudha | 10 Sep 2024
Tijjani Martinus Jan Reijnders Lekatompessy (jersey merah) & Eliano Reijnders Lekatompessy (biru) bakal membela dua timnas berbeda (peczwolle.nl)

SEJURUS performa tim nasional Indonesia yang kian menyala di kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, PSSI kembali mendatangkan calon pemain naturalisasi diaspora asal Belanda. Adalah Mees Hilgers dan Eliano Reijnders Lekatompessy yang akan menjalani proses naturalisasi. Menariknya, Eliano punya kakak yang sudah berseragam timnas Belanda.

Mees Hilgers beribu orang Manado, sedangkan Eliano Reijnders ibunya berasal dari Maluku. Keduanya sudah diperkenalkan Ketum PSSI Erick Thohir dan dalam waktu dekat akan menjalani proses naturalisasi sebelum bergabung ke skuad timnas senior besutan Shin Tae-yong.

“Tadi sore banyak teman wartawan menanyakan kabar @meeshilgerss dan @eliano.r. Ini saya sudah makan malam bareng dan salaman,” ungkap Erick di akun Instagram-nya, @erickthohir, Jumat (6/9/2024). 

Advertising
Advertising

Eliano yang saat ini memperkuat tim kasta kedua Liga Belanda, Jong Utrecht, mengikuti jejak sang kakak, Tijjani Reijnders, untuk berkarier di lapangan hijau. Sang kakak saat ini masih berstatus anggota skuad tim besar Italia, AC Milan. Tijjani sejak 2023 juga sudah masuk timnas senior Belanda dengan 16 caps

Jika proses naturalisasinya lancar dan sudah resmi pindah warga negara, Eliano dan Tijjani Reijnders akan memperbarui catatan sejarah kakak-beradik yang punya beda pilihan memperkuat timnas. Walau terbilang jarang terjadi, hal semacam itu lumrah di dunia sepakbola dan sudah terjadi sejak akhir abad ke-19. Berikut 10 kakak-beradik lainnya:

Baca juga: Meneer Belanda Pengawal Mistar Indonesia

John & Archie Goodall 

John Goodall (kiri) & Archibald Lee 'Archie' Goodall (soccerhistory.co.uk/dcfc.co.uk)

Goodall bersaudara, John dan Archie, tercatat jadi kakak dan adik pertama yang membela timnas berbeda. John Goodall yang lahir di London, 19 Juni 1863 dari orangtua asal Skotlandia, berkarier di kompetisi Inggris bersama Preston North End, Watford, hingga Derby County. Dia memilih timnas dari tanah kelahirannya, Inggris. Bermain sebagai striker, John Goodall punya catatan 14 caps membela timnas Inggris kurun 1888-1898 dengan mengoleksi 12 gol.

“(John) Goodall yang dijuluki ‘Johnny All Good’ jadi pencetak gol terbanyak musim perdana Football League (1888/1889). Sebelumnya ia sempat tampil di Skotlandia, tanah kelahiran orangtuanya pada 1884 tapi kemudian kembali ke Inggris. Pemain berpostur 5 kaki 9 inci (175 cm) itu pemain pendiam tapi brilian buat timnas Inggris dengan 14 kali tampil dan 12 torehan gol,” tulis Mark Metcalf dalam The Origins of the Football League: The First Season 1888/89.

Hal tersebut lalu ditiru Sang adik, Archie Goodall, yang lahir di Belfast, Irlandia, pada 3 Januari 1865. Gelandang merangkap striker Preston North End, Derby County, dan kemudian Aston Villa itu memilih membela tim di mana ia dilahirkan, Irlandia, dari 1899-1904. 

Ia bahkan tercatat jadi pencetak gol tertua di laga internasional pada abad ke-19 saat ikut menyumbang gol dalam kemenangan 9-1 Irlandia atas Skotlandia pada 25 Maret 1899. Saat itu Archie berusia 34 tahun dan 279 hari. Sepanjang membela timnas Irlandia, Archie Goodall hanya tampil 10 kali dengan koleksi dua gol.

“(Archie) Goodall yang juga adik dari striker ternama North End, John Goodall, di level klub jadi pemain pertama yang masuk proses transfer di Football League musim perdana, di mana ia diizinkan pindah dari North End ke Villa meski tanpa fee transfer,” lanjut Metcalf.

Baca juga: Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian I)

Christian & Max Vieri 

Christian 'Bobo' Vieri (kiri) & Massimiliano 'Max' Vieri (UEFA/alchetron.com)

Lahir di Bologna, 12 Juli 1973, Christian Vieri menorehkan namanya lebih harum dari sang ayah, Roberto Vieri, di level timnas. Jika sang ayah tercatat hanya pernah masuk skuad timnas Italia U-23 (1967-1969), Christian ‘Bobo’ Vieri menasbihkan dirinya jadi salah satu bintang legendaris timnas Italia di level senior.

Bobo Vieri, attaccante yang bersinar bersama Juventus, Lazio, Inter Milan, dan AC Milan itu membela Gli Azzurri kurun 1997-2005 dengan 49 caps dan 23 gol. Namun, cedera paha kambuhan membuat Vieri gagal ikut serta skuad Italia di Euro 2000 kendati sedang masa keemasannya. Andai Vieri tak cedera, sangat mungkin final Euro 2000 kontra Prancis akan berbeda hasilnya.

Sementara sang adik, Max Vieri, punya karier berbeda. Saat Max lahir di Sydney  pada 1 September 1978, sang ayah masih berkarier di sepakbola bersama Marconi Stallions FC, klub semi-profesional yang berbasis di Sydney.

Meski karier Max Vieri ditempa di Italia bersama Juventus, Ancona, Napoli, hingga Novara, dia memilih membela timnas tempatnya dilahirkan, Australia (2004-2006). Kemungkinan, di era 2000-an Max akan sulit bersaing dengan para lini gedor Italia lain, termasuk dengan sang kakak, untuk bisa masuk skuad Azzurri.

“Dua bersaudara bermain untuk dua timnas berbeda, itu aneh ya? Tetapi saya bahagia di sini. Dan Christian mendoakan yang terbaik. Kelak jika ada kesempatan kami saling berhadapan. Australia lawan Italia, itu akan jadi momen yang indah,” kata Max, dikutip The Sydney Morning Herald, 20 Mei 2004. 

Baca juga: Petualangan Tim Kanguru

Tim & Chris Cahill  

Timothy Filiga 'Tim' Cahill (kiri) & Christopher Uli 'Chris' Cahill (X @chr1s_cahill)

Lahir di Sydney pada 6 Desember 1979 dari orangtua blasteran Inggris-Irlandia dan Samoa, Tim Cahill yang bersinar di Liga Inggris bersama Millwall dan Everton sudah jadi langganan di skuad Australia sedari 2004-2018 dengan 108 caps dan 50 gol. Menariknya, sebelum jadi anggota timnas Australia, pada 1994 ia sudah ikut skuad timnas Western Samoa U-20 (kini Samoa).

Tim Cahill bahkan pernah ditawari masuk skuad timnas Irlandia pada 2002. Namun karena belum fleksibelnya aturan FIFA saat itu gegara Cahill sudah sempat memperkuat timnas Western Samoa, ia batal berseragam Irlandia. Justru saat FIFA mengubah aturannya, Tim Cahill memilih timnas Australia, negeri tempatnyaa dilahirkan.

“Sungguh momen yang spesial. Bermain untuk Australia adalah mimpi tertinggi dan saya mulai bisa berpikir untuk bermain di Piala Dunia,” kata Tim Cahill kepada Sky Sports, 22 Mei 2003.

Tetapi sang adik yang lebih muda lima tahun (25 Desember 1984), Chris Cahill, punya pilihan berbeda. Lahir di kota yang sama dengan sang kakak, Chris memilih timnas Samoa untuk dibela. Pilihan realistis diambilnya mengingat karier Chris tak secemerlang kakaknya hingga sulit bersaing di skuad Australia. Hasilnya, dari Samoa yang dibelanya sejak 2007-2011, ia memiliki 15 caps dan 7 gol.

Baca juga: Samoa Amerika Mengusir Hantu 31 Gol Tanpa Balas

Steve, Parfait, & Riffi Mandanda 

Ki-ka: Steve Mandanda Mpidi, Parfait Mandanda & Riffi Mandanda (ligue1.com/smcaen.fr/sporting-charleroi.be)

Kendati acap tampil apik dan jadi andalan klub mapan Ligue 1, Olympique Marseille (2007-2016 dan 2017-2022), Steve Mandanda yang lahir di Kinshasa, Zaire (kini Kongo) pada 28 Maret 1985 acap sekadar jadi kiper pelapis di timnas Prancis. Ia kalah pamor dari Sébastien Frey atau Hugo Lloris sehingga hanya punya 35 caps bersama Les Bleus di empat pentas Piala Eropa dan tiga Piala Dunia sepanjang 2008-2022.

Sementara, Parfait Mandanda, sang adik yang lahir empat tahun lebih muda (Nevers, 10 Oktober 1989) dan juga berposisi sebagai kiper, memilih membela timnas Kongo yang merupakan negara asal orangtuanya. Padahal ia sudah sempat dipanggil timnas Prancis U-21. Bersama timnas Kongo, Parfait mengoleksi 20 caps selama 2008/2019.

“Isu-isu identitas yang kompleks dengan menukar kewarganegaraan seringkali terjadi di antara sesama keluarga (imigran) dengan loyalitas yang terbagi dua. Seperti Mandanda bersaudara. Sang kakak, Steve jadi langganan skuad Prancis. Adiknya, Parfait, mewakili Kongo di level internasional. Dan satu lagi, Riffi yang bermain di level umur untuk Kongo,” ungkap David Storey dalam Football, Place and National Identity: Transferring Allegiance.

Si bungsu, Riffi Mandanda, yang lahir di Evreux, Prancis, pada 11 Oktober 1992, memang sempat tampil untuk timnas Prancis U-18 dan U-19. Tetapi pada 2013 ia berpaling mengikuti Parfait, untuk tampil di bawah mistar timnas Kongo U-20.

Baca juga: Enam Muslim Pionir di Sepakbola Prancis

Wilson Eduardo & João Mário Eduardo 

Wilson Bruno Naval da Costa Eduardo (kiri) & João Mário Naval da Costa Eduardo (UEFA)

Kompleksitas identitas dalam keluarga imigran juga dialami Eduardo bersaudara. Sang kakak, Wilson Eduardo, sempat berseragam timnas Portugal dari U-16 hingga U-21 sebelum akhirnya memilih timnas Angola di level senior pada 2019. Pria yang lahir di Pedras Rubras, Portugal, pada 8 Juli 1990 dari orangtua berdarah Angola ini mengoleksi 6 caps dan 2 gol, dan jadi bomber yang bersinar bersama Sporting Lisbon dan Sporting Clube de Braga.

“Mereka (federasi Angola) terus membujuk sampai saya menerimanya. Saya tak bisa bohong bahwa tentu saya ingin tampil untuk Portugal. Ayah saya selalu bicara agar saya bergabung dengan Angola karena itu juga negara keluarga saya berasal. Saya bangga atas keputusan itu dan terus bermain (untuk Angola) sampai akhir karier saya,” ujar Wilson, dilansir Soccer HUB, 21 Juli 2021.

Sementara sang adik yang tiga tahun lebih muda (lahir di Porto, Portugal pada 19 Januari 1993), João Mário Eduardo, kariernya juga berkembang sebagai gelandang andalan Sporting Lisbon, Inter Milan, hingga SL Benfica. João Mário pun acap dipanggil skuad Portugal U-15 hingga level senior. ia tetap memilih timnas Portugal sepanjang 2014-2023 dengan 56 caps dan 3 gol.

Baca juga: Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian II – Habis)

Kevin-Prince & Jérôme Boateng 

Kevin-Prince Boateng (kiri) & Jérôme Agyenim Boateng saling berhadapan di Piala Dunia 2014 (FIFA)

Boateng bersaudara, Kevin-Prince dan Jérôme, sama-sama lahir di Berlin saat Jerman masih terbelah dua. “Loyalitas” mereka pun kemudian terbelah pula soal timnas yang dibela meski keduanya mengawali karier berbarengan di klub Bundesliga, Hertha BSC.

Kevin-Prince Boateng lahir di Berlin Barat, Jerman Barat pada 6 Maret 1987 dari keluarga imigran asal Ghana. Berkembang pesat sebagai gelandang di Hertha BSC, AC Milan, dan Schalke 04, ia memilih timnas Ghana di level senior kendati di jenjang junior ia membela timnas Jerman U-19 hingga U-21.

“Saya sudah mengontak para petinggi federasi sepakbola Ghana. Saya kini akan bermain untuk Ghana. Sebetulnya saya ingin berusaha menembus timnas Jerman tetapi tidak berjalan lancar. Saya sudah mengupayakan segalanya,” aku Kevin-Prince, dikutip , 24 Juni 2009.

Maka sepanjang 2010-2014 pun ia berseragam tim berjuluk “The Black Stars”. Dengan 15 caps dan 2 gol, ia turut dalam skuad Ghana di Piala Dunia 2006 dan 2010. Bahkan di Piala Dunia 2010, ia dan adiknya tercatat jadi dua bersaudara pertama yang tampil berhadapan ketika Ghana tampil di laga penyisihan Grup D kontra Jerman pada 23 Juni 2010. Kejadian head-to-head terulang lagi di Piala Dunia 2014, mengingat sang adik, Jérôme, membela tim lawan.

“Belakangan kami tak pernah saling berkontak lagi, masing-masing dari kami saling berkonsentrasi. Sudah seperti (zaman) Romawi Kuno. Akan ada orang-orang di lapangan yang ingin melihat bagaimana dua tim saling bertarung,” kata Kevin-Prince jelang laga kontra Jerman, disitat NDTV Sports, 19 Juni 2014.

Menanggapinya, Jérôme berujar sebagaimana dilansir Independent, 21 Juni 2014. “Memang rasanya janggal tapi saya tak merindukan untuk saling berkontak. Lagipula kiranya tak pantas kami berkontak di masa Piala Dunia. Saya bersama timnas Jerman dan saya sepenuhnya fokus dengan tugas saya di sini,” ujarnya.

Jérôme yang hanya setahun lebih muda dari Kevin-Prince (3 September 1988), jadi bek andalan timnas Jerman sejak 2009 hingga 2018. Jérôme yang bersinar bersama klub Bayern Munich itu mencatatkan 76 caps dan 1 gol di skuad Der Panzer, termasuk membantu kesuksesan merebut Piala Dunia 2014.

Baca juga: Sisi Kelam Etnis Kulit Hitam di Jerman

Thiago & Rafinha Alcântara 

Thiago Alcântara do Nascimento (kiri) & Rafael 'Rafinha' Alcántara do Nascimento (UEFA/Agencia Brasil)

Kendati jarang terjadi, bukan hal aneh seorang pesepakbola bisa memegang tiga paspor berbeda. Thiago Alcântara salah satunya. Lahir San Pietro Vernotico, Italia pada 11 April 1991 dari orangtua asal Brasil, Thiago besar di Spanyol dan oleh karena itulah bintang Barcelona itu sempat berseragam timnas Spanyol U-16 hingga U-21. 

Tetapi menjelang jenjang timnas senior, ia pun punya opsi membela timnas Italia atau timnas Brasil. Ayahnya, Iomar do Nascimento alias Mazinho, merupakan anggota skuad timnas Brasil kala memenangi Piala Dunia 1994 dengan menyingkirkan Italia di final.

“Bagi Brasil, memenangkan Piala Dunia adalah sebuah hukuman (kewajiban, red.). Sementara saya tumbuh dan besar di Spanyol,” kenang Thiago kepada jurnalis dan kolumnis Ignasi Oliva Gispert di kolom Goal, 7 Oktober 2015.

Maka Thiago menetapkan pilihan: tetap bersama tim senior Spanyol. Sepanjang membela La Roja kurun 2011-2021, Thiago mengoleksi 46 caps dan 2 gol.

Sedangkan sang adik yang dua tahun lebih muda (lahir di São Paulo, Brasil, 12 Februari 1993), Rafinha Alcântara, memilih timnas Brasil sebagaimana ayahnya. Seperti halnya kakaknya, Rafinha pun meniti karier di akademi Barcelona La Masia hingga menembus tim utama Barça. Ia kemudian bersinar di klub kaya Prancis, Paris Saint-Germain (PSG).

Dari U-16 hingga U-19, ia berseragam Spanyol. Tapi sejak usia U-20 hingga level senior pada 2015, Rafinha memutuskan berseragam timnas Brasil meski hanya mencatatkan 2 caps dan 1 gol. 

Baca juga: Iniesta, Pahlawan dari La Masia

Granit & Taulant Xhaka 

Granit Xhaka (kiri) & Taulant Ragip Xhaka (UEFA)

Konflik Balkan di Kosovo pada awal 1990-an memaksa orangtua Granit Xhaka yang beretnis Albania mengungsi ke Swiss. Di sanalah (di Basel), punggawa andal Arsenal di lini tengah itu lahir pada 27 September 1992. 

Sejak belia, Granit sudah langganan dipanggil timnas Swiss dari jenjang usia U-17 hingga U-21. Tak mengherankan sejak 2011 ia memilih timnas senior Swiss untuk dibela. Hingga kini (pasca-Euro 2024) 131 caps dan 14 gol sudah dikoleksinya.

Tetapi sikap berbeda diambil sang adik yang lebih muda setahun, Taulant Xhaka. Lahir di kota yang sama, Basel, pada 28 Maret 1991, Taulant memang sempat membela timnas Swiss U-17 hingga U-21. Namun sejak level senior tahun 2013, ia memilih timnas Albania atas saran sang kakak.

“Saya senang akan bermain untuk Albania. Granit yang meyakinkan saya untuk memilih tim ‘Merah-Hitam’ dan bukan Swiss,” aku Taulant Xhaka, disitat Shqipëria, 24 Mei 2013.

Seperti halnya Boateng Bersaudara, ia pun pernah berhadapan dengan sang kakak. Tepatnya di laga penyisihan Grup A Euro 2016 ketika Swiss meladeni Albania pada 11 Juni 2016.

“Kami bahkan bikin taruhan. Yang jelas saya akan memberikan yang terbaik untuk Swiss sebagaimana Taulant untuk Albania,” tukas Granit Xhaka kepada The Guardian, 10 Juni 2016.

Baca juga: Aroma Dendam Konflik Balkan

Paul, Florentin & Mathias Pogba 

Ki-ka: Peïlé Florentin Pogba, Mathias Fassou Pogba & Paul Labile Pogba (maligue1.fr/sparta-rotterdam.nl/manutd.com)

Paul Pogba dikenal sebagai pemain stylish tapi kontroversial. Lahir di Lagny-sur-Marne, Prancis, pada 15 Maret 1993 dari keluarga imigran asal Guinea. Paul sempat terbuang dari Manchester United tapi mampu membuktikan diri dan bersinar di Juventus. 

Di timnas pun, Paul setia memperkuat Les Bleus sejak jenjang usia U-16 hingga level senior mulai 2013. Pogba jadi pilar yang tak tergantikan ketika Prancis merebut trofi kedua Piala Dunia pada 2018. 

Ia berbeda dari kedua kakak kembarnya, Florentin dan Mathias Pogba. Florentin dan Mathias lahir di negeri asal orangtuanya, Conakry, Guinea pada 19 Agustus 1990 atau tiga tahun lebih tua dari Paul. 

Sempat meniti karier bareng di akademi Celta de Vigo, Spanyol, Florentin dan Mathias pun sama-sama memilih timnas Guinea. Mathias lebih dulu masuk skuad timnas Guinea (2013-2017) dengan 5 caps, disusul Florentin (2010-2021) dengan 31 caps.

Meski begitu, ketika Paul mengunjungi Conakry dan Desa Pela di Guinea pada Agustus 2024, ia tetap disambut bak pahlawan. Ia diagendakan ikut serta dalam satu laga amal dan bertemu pemimpin junta militer, Mamady Doumbouya.

“Kita hanya menginginkan perdamaian, saling menghormati, dan kemajuan negeri. Kita juga ingin Afrika bisa seperti Eropa, melangkah maju karena kita juga punya kekayaan, cinta, dan kebahagiaan,” kata Paul Pogba, dilansir , 13 Agustus 2024.

Baca juga: Larbi Benbarek, Bintang Sepakbola Prancis yang Dilupakan

Iñaki & Nico Williams 

Iñaki Williams Arthuer (kiri) & Nicholas "Nico" Williams Arthuer (ghanafa.org/UEFA)

Kehidupan orangtuanya asal Ghana yang lebih baik di Spanyol bukan berarti Iñaki Williams memilih memperkuat timnas Spanyol. Lahir di Bilbao pada 15 Juni 1994 dan besar di akademi Athletic Bilbao, ia pun bersinar di tim utamanya dan jadi pujaan publik Bilbao.

Iñaki memang sempat membela  timnas Spanyol U-21, tapi sejak 2022 ia berpaling ke skuad Ghana. Keputusannya diambil dengan alasan agar bisa lebih dekat dengan akar keluarga dan budaya negeri asal orangtuanya.

“Saya membicarakan ini dengan orangtua dan keputusannya membuat mereka bahagia karena saya bermain untuk negara asal mereka, negeri di mana mereka merasa dicintai. Ghana juga lolos ke Piala Dunia (2022) dan saya tak bisa bohong bahwa hal itu juga membantu keputusan saya,” kata Iñaki Williams, dilansir The Guardian, 23 November 2022.

Sedangkan sang adik, Nico Williams, yang delapan tahun lebih muda (lahir di Pamplona, 12 Juli 2002) punya pilihan berbeda. Meski juga berkembang pesat di akademi dan tim utama Athletic Bilbao, Nico memilih timnas Spanyol mulai 2022 yang hingga kini mengoleksi 22 caps dan 4 gol. Ia ikut berperan mengantarkan Spanyol memenangi Euro 2024.

“Dia (Iñaki) bahagia terhadap saya, sangat bangga. Ia bilang bahwa saya tetap harus bekerja keras dan tetap membumi,” tandas Nico Williams, disitat The Indian Express, 16 Juli 2024. 

Baca juga: Santo Iker di Bawah Mistar

TAG

sepakbola timnas indonesia timnas-indonesia

ARTIKEL TERKAIT

Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Yang Dikenang tentang Sven-Göran Eriksson Empat Pelatih Asing yang Diapresiasi Positif Negeri Besutannya Mula Finalissima, Adu Kuat Jawara Copa América dan Piala Eropa Persija Kontra Salzburg di Lapangan Ikada Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian II – Habis) Cerita di Balik Kedatangan Pele ke Indonesia Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian I) Luka Lama Konflik Balkan di Gelanggang Sepakbola Eropa Ketika Pele Dimaki Suporter Indonesia