Masuk Daftar
My Getplus

Merekam Dua Sisi Pematangsiantar

Berkunjung ke Pematangsiantar. Tempat di mana sejarah dan modernisasi berbaur menjadi satu.

Oleh: Fernando Randy | 31 Jul 2022
Seorang warga saat melintas di tengah kota Pematangsiantar, Sumatra Utara. (Fernando Randy/Historia.id).

Sebagai salah satu wilayah permukiman lama yang pernah diduduki Belanda dan Jepang, Pematangsiantar di Sumatra Utara bergelut dengan banyak perubahan. Namun, di tengah geliat perkembangan masa, jejak-jejak masa lalu tidak lantas hilang. Salah satu jejak masa lalu itu adalah kebiasaan masyarakat berkumpul di kedai kopi pada pagi hari.

Kegiatan itu tidak hanya soal mengisi perut, melainkan sebuah aktivitas sosial. Kegiatan sarapan ini merupakan sarana masyarakat untuk berdiskusi tentang apa saja dengan siapa saja yang mereka temui di kedai kopi. Dengan tradisi sarapan itu juga, masyarakat turut menjaga eksistensi kuliner khas Pematangsiantar, yaitu kopi Siantar, cakwe, dan roti srikaya.

“Sarapan di kedai begini memang sudah menjadi kebiasaan kami sekeluarga bahkan dari dulu dari zaman ayah saya. Beliau sudah sering mengajak saya sarapan kopi dan roti di berbagai kedai disini.” Kata Edward (42) yang datang bersama anak dan istrinya.

Advertising
Advertising

Baca juga: Saksi Bisu Kerusuhan Mei 1998 di Glodok

Seorang warga usai memberi makan puluhan burung di Pematangsiantar. (Fernando Randy/Historia.id).
Sejumlah warga saat menikmati sarapan di salah satu kedai di kawasan Siantar. (Fernando Randy/Historia.id).
Sejumlah warga saat beraktivitas di depan Gedung Juang 45 kota Pematangsiantar. (Fernando Randy/Historia.id)
Berbagai bangunan dan stasiun Siantar yang menjadi saksi sejarah kota itu. (Fernando Randy/Historia.id)
Para petani usai memetik daun teh di Siantar tempo dulu. (geheugendelpher.nl)

Jejak sejarah lain yang dapat kita lihat adalah Hotel Siantar, yang dibangun dan beroperasi pada masa pendudukan Belanda di wilayah itu, pada 1915. Saat ini, ada banyak hotel lain di Pematangsiantar. Namun, seperti halnya tradisi sarapan di kedai kopi, Hotel Siantar tetap memiliki daya tarik tersendiri.

Seiring perkembangan zaman pula, Pematangsiantar semakin ramai. Suasana pagi yang dulu relatif tenang, berubah menjadi lebih ramai. Banyak orang berlalu-lalang dengan bentor atau becak motor. Ada pula warung kwetiau dengan asap dan wangi membuat kita tak tahan untuk berhenti dan mencicipnya.

Baca juga: Saat Jakarta Sunyi karena Pendemi

Pemandangan di Hotel Siantar tahun 1930-an. (KTLV).
Para tamu hotel saat berada di Hotel Siantar yang merupakan hotel legendaris kota itu. (Fernando Randy/Historia.id).
Seorang tamu hotel saat menikmati sarapan di Hotel Siantar. (Fernando Randy/Historia.id).
Suasana kolam renang di Hotel Siantar, Sumatra Utara. (Fernando Randy/Historia.id).

Ketika malam datang, suasana kota semakin menarik dengan kehadiran kendaraan bermotor dengan lampu berwarna-warni yang biasa disebut odong-odong. Merekam Pematangsiantar di saat ini seperti melihat dua dunia yang berbeda. Perilaku masyarakatnya pada masa kini beriringan dengan suatu pemahaman untuk terus menjaga sebuah tradisi.

Boleh jadi, tradisi sarapan di kedai kopi menjadi sebuah filter alami yang menjembatani perubahan zaman dan peralihan generasi. Tradisi ini seperti fenomena yang menumbuhkan harapan bahwa Pematangsiantar akan terus berkembang tanpa kehilangan identitas dan keunikan mereka sendiri.

Baca juga: Dihantam Pandemi Bali bak Kota Mati

Seorang penjual bakmi saat menyiapkan sarapan di kedainya. (Fernando Randy/Historia.id).
Seorang warga saat melintas di jalan raya Pematangsiantar. (Fernando Randy/Historia.id).
Salah seorang warga saat menunggu bentor di Siantar. (Fernando Randy/Historia.id).
Sejumlah warga saat menikmati wahana odong-odong di alun-alun kota Siantar. (Fernando Randy/Historia.id).
Seorang warga saat menikmati suasana di alun-alun kota Pematangsiantar. (Fernando Randy/Historia.id).
Seorang penjual martabak tertidur saat menunggu pembeli di alun-alun kota Pematangsiantar. (Fernando Randy/Historia.id).

 

TAG

fotografi pariwisata pematangsiantar sumatra utara

ARTIKEL TERKAIT

Gunung Semeru, Gisius, dan Harem di Ranupane Sejak Kapan Orang Tersenyum saat Difoto? Gara-gara Laskar Berulah, Bung Hatta Marah Dari Grand Tour ke Study Tour Pamer Kemewahan Hasil Jarahan Panduan Kebiasaan Mandi untuk Wisatawan Asing Pesona dari Desa Penglipuran Melanchton Siregar, Guru yang Bergelar Kolonel Tituler Para Menteri Hobi Fotografi Jaminan Keselamatan Rakyat saat Melakukan Perjalanan