Sebuah video viral memperlihatkan sejumlah anggota Brigadir Mobil (Brimob) mengeroyok seorang lelaki di samping Masjid Al-Huda, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 22 Mei 2019. Judul video menyebut lelaki itu berusia belasan tahun dan kemudian tewas. Tetapi kepolisian menyatakan lelaki tersebut pria dewasa dan masih hidup.
Lelaki itu salah satu tersangka kerusuhan 21-22 Mei di kawasan Tanah Abang. Dia lari masuk ke Kampung Bali ketika polisi berusaha membubarkan perusuh.
Kampung Bali termasuk salah satu kelurahan di Tanah Abang. Kelurahan ini memiliki banyak nama gang serupa: Kampung Bali. Pembedanya berdasarkan nomor. Dari nomor satu sampai tiga puluhan.
Asal usul nama Kampung Bali di kawasan Tanah Abang mempunyai dua versi. Versi pertama menyebut nama Kampung Bali berasal dari identitas penduduk sebermula di wilayah itu. “Adapun nama Kampung Bali disebut demikian karena dahulunya banyak orang-orang Bali yang tinggal di sana,” catat buku Kampung Tua di Jakarta terbitan Dinas Museum dan Sejarah Provinsi DKI Jakarta.
Terdapat di Tiga Tempat
Keberadaan orang Bali di sini bermula dari kebijakan Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC (Kongsi Dagang Hindia Timur), mendatangkan orang-orang baru ke kota Batavia pada paruh pertama abad ke-17.
Coen melakukannya setelah menghancurkan Jayakarta, nama lama Batavia. “Penghuninya melarikan diri meninggalkan wilayah ini,” tulis Mona Lohanda dalam Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia.
Orang-orang baru di Batavia berasal dari Bali, Ambon, Banda, Ternate, Jawa, Makassar, Mandar, Sumbawa, dan Tionghoa dari Banten. Coen menempatkan mereka di luar tembok kota atau kastil Batavia. Sebab wilayah di dalam tembok kota hanya untuk penduduk Eropa.
Baca juga: Histori Kampung Bali
Di luar tembok kota, Coen menempatkan kelompok anak negeri berdasarkan asal wilayahnya. “Sebab itu hingga kini bisa ditemukan sejumlah kawasan tempat tinggal yang mengacu pada nama kelompok-kelompok etnis seperti Kampung Ambon, Makassar, Bandan, Bali, Pekojan, Manggarai, dan Melayu,” tulis Siswantari dalam Kedudukan dan Peran Bek dalam Pemerintahan Serta Masyarakat Jakarta, tesis pada Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia.
Adolf Heuken dalam Historical Sites of Jakarta mengungkap status sosial orang Bali di Batavia. “Sebagian mereka dijual sebagai budak oleh raja-raja di sana, sebilangan lainnya merupakan serdadu bayaran yang memiliki tombak dan ditakuti di India dan Persia,” tulis Heuken.
Jumlah orang Bali di Batavia cukup banyak. “Dari sebab itu nama Kampung Bali terdapat di pelbagai tempat,” tulis Soekanto dalam Dari Djakarta ke Djakarta: Sedjarah Ibu-kota Kita. Mereka mendiami tiga wilayah berbeda di Batavia. Sekarang wilayah itu berada di Angke (Jakarta Barat), Jatinegara (Jakarta Timur), dan Tanah Abang (Jakarta Pusat).
Baca juga: Dari Dalam Kampung Kumuh Ibukota
Tapi versi pertama asal usul nama Kampung Bali dari identitas penduduknya dibantah oleh Mathar Kamal, penggiat sejarah dan budaya Tanah Abang. “Tidak ada kaitannya sama sekali,” kata Mathar. Menurutnya, toponim suatu tempat harus dicari lebih dulu dalam alam flora.
“Jika ini tak ditemui, kita bisa melihat unsur geometri dan kontur tanah. Jika tak ada juga, maka harus lebih dulu mencari makna tempat tersebut dalam bahasa Kawi, Melayu, Polinesia Purba, Mesir, dan Ibrani,” kata Mathar. Dia meyakini bahasa-bahasa tersebut mempunyai alas dalam peradaban Jakarta dan pada gilirannya membentuk pula bahasa Betawi.
Geometri Kampung
Berdasarkan rumus tersebut, Mathar mengajukan versi kedua asal usul nama Kampung Bali. Dia mengikuti pendapat Ridwan Saidi tentang asal usul nama Kampung Bali. Menurut mereka, nama Kampung Bali muncul dari geometri wilayah tersebut.
“Pandanglah Kampung Bali dari titik Tenabang Bukit, akan terlihat geometri kampung itu yang melingkar-lingkar,” tulis Ridwan Saidi dalam Jakarta dari Majakatera hingga VOC. Ridwan juga menambahkan bahwa kata Bali berasal dari bahasa Mesir, artinya memutar atau melingkar.
Baca juga: Cerita Kampung Kumuh dari Zaman Kolonial
Terlepas dari dua versi berbeda tersebut, Kampung Bali di tiga tempat berbeda di Jakarta nyaris tidak meninggalkan sama sekali keturunan orang Bali. Mereka juga berkembang nyaris serupa. Mereka tidak lagi berbentuk kampung, melainkan telah menjadi wilayah kota. Kampung itu berdempetan dengan pusat bisnis, jasa, perkantoran, pasar, dan keramaian lalu lintas.
Tapi sebuah cap khusus pernah menimpa Kampung Bali di Tanah Abang. Kampung ini sempat terkenal sebagai wilayah peredaran narkoba selama hampir satu dekade pada 1995-2005.
Melalui beragam kampanye dan aksi melawan narkoba, Kampung Bali di Tanah Abang mulai lepas dari cap lembah hitam narkoba. Sekarang Kampung Bali menjadi salah satu wilayah padat dan beragam penduduk di Tanah Abang.