Masuk Daftar
My Getplus

Histori Kampung Bali

Suku yang paling besar jumlahnya menetap di Jakarta. Sebagian besar budak.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 26 Mei 2019
Oknum Brimob memukuli A alias Andri Bibir (30) di lokasi ini di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat. (Muhammad Lutfan Darmawan/Kumparan).

Video kekerasan oknum Brimob kepada seorang pria beredar di media sosial. Sempat diviralkan pria bernama Harun Rasyid (15) itu mati syahid. Ternyata hoaks. Polisi angkat bicara bahwa korban masih hidup, berinisial A atau Andri Bibir (30). Dia dipukuli karena mengumpulkan batu untuk para perusuh. Tindakan brutal aparat tentu saja tidak bisa dibenarkan. Polri berjanji akan menindaknya.

Lokasi di video sempat ada yang menduga di Thailand. Ternyata, di dekat Masjid Al-Huda Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Dari namanya, Kampung Bali, awalnya dihuni oleh orang-orang Bali. Namun kini kampung itu dihuni oleh penduduk dari berbagai suku dan daerah. Bahkan mungkin identias Bali sudah tak ada lagi.

Advertising
Advertising

Baca juga: Cerita Kampung Kumuh dari Zaman Kolonial

Padahal, menurut sejarawan Alwi Shahab dalam Betawi Queen of the East, nama Kampung Bali, sebagaimana nama kampung lainnya, pada abad ke-17 dan 18 merupakan pemukiman berdasarkan etnik yang diatur oleh pemerintah kolonial. Seperti Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung Bugis, Kampung Makassar, Kampung Melayu, Kampung Jawa, Kampung Cina (Pecinan), dan Kampung Arab (Pekojan/Krukut). Bahkan Petojo berasal dari nama tokoh masyarakat Makassar yang tinggal di kampung ini.

Setelah berkuasa, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen, membangun kota Batavia (kini Jakarta) dengan mendatangkan tawanan dari daerah-daerah taklukan. Mereka dijadikan budak. Di antaranya dari Bali.

Menurut Ratnawati Anhar, di antara suku-suku bangsa Nusantara yang menetap di Batavia yang paling banyak jumlahnya adalah suku Bali. Pada 1683 jumlah orang Bali yang tinggal di Batavia sebanyak 14.259 orang –kala itu penduduk Batavia berjumlah 47.217 jiwa. Dari jumlah itu, hanya 981 orang yang merdeka. Selebihnya, 13.378 adalah budak.

Baca juga: Dari Dalam Kampung Kumuh Ibukota

Mengapa jumlah orang Bali paling banyak? Ratnawati memperkirakan mereka ditawan bajak laut atau dijual oleh rajanya. Pada waktu itu, raja-raja di Bali sering berperang dengan kerajaan-kerajaan lain. Akibatnya banyak orang Bali yang tertawan dan banyak yang dijual sebagai budak.

“Karena orang Bali yang menetap di Batavia banyak jumlahnya, maka mereka tinggal berkelompok di beberapa tempat sehingga nama kampung Bali pun terdapat di pelbagai tempat,” tulis Ratnawati Anhar dalam biografi Untung Suropati. Untung Suropati merupakan budak Bali yang memimpin pemberontakan terhadap VOC. Dia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 1975.

Baca juga: Belanda Sembunyikan Sejarah Perbudakan di Indonesia

Menurut Alwi Shahab awalnya VOC menempatkan masyarakat Bali di daerah Angke, setelah dipindahkan dari kasteel (benteng) di Sunda Kelapa. Setelah 90 tahun, masyarakat Bali yang semula hanya berdiam di Angke, menyebar ke berbagai tempat. Hingga kini, Kampung Bali tak hanya di Tanah Abang, tapi ada juga Kampung Rawa Bali, Bali Mester, Bali Matraman, dan masih banyak lagi. Bahkan nama Manggarai ada yang menyebut berasal dari nama seorang tokoh Bali.

Dalam De Baliers van Batavia karya C. Lekkerkerker disebutkan bahwa masyarakat Bali mempengaruhi perkembangan bahasa. Banyak kata-kata yang menjadi dialek Betawi sekarang berasal dari Bali. Misalnya jidat (dahi), bianglala (pelangi), lantas (lalu), menyungkur (tersungkur), iseng (tidak sungguh-sungguh atau sambil lalu), ngebet (sangat ingin), dan masih banyak lagi kata lainnya.

“Bahkan kata-kata seperti tolongin, ngapain, besarin, dan pulangin, merupakan bukti kuat pengaruh bahasa Bali,” kata Alwi Shahab.

TAG

Bali Jakarta

ARTIKEL TERKAIT

ABRI Masuk Desa Demi Golkar di Bali Samsi Maela Pejuang Jakarta Pulangnya Keris Pusaka Warisan Puputan Klungkung Agung Jambe Dibunuh dan Kerisnya Dirampas Pembantaian di Puri Cakranegara Banjir Darah di Puri Smarapura Ketika Hujan Es Melanda Jakarta Koleksi Pita Maha Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi Sri Nasti Mencoba Melepas Trauma 1965 dengan Suara Pesona dari Desa Penglipuran