Masuk Daftar
My Getplus

Residen Lampung Pertama Diturunkan Rakyat

Residen Lampung pertama hanya menjabat sekitar setahun. Ia diturunkan oleh rakyat yang tidak puas. Ia kemudian berkiprah di Tapanuli.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 27 Apr 2023
Mr. Abdul Abbas memimpin DPR Sementara Tapanuli. (Perdjuangan Rakjat Tapanuli S. Timur).

PADA 9 September 1946, sekitar 15.000 orang turun ke jalan mendesak Residen Lampung pertama, Mr. Abdul Abbas melepaskan jabatannya. Ia hanya menjabat sekitar setahun.

Abdul Abbas lahir di Binjai, Sumatra Utara pada 11 Agustus 1906. Setelah menamatkan pendidikan Recht Hogeschool (RHS) atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia pada 1938, ia melanjutkan studi hukum ke Universitas Leiden, Belanda. Sekembalinya ke Indonesia, ia bekerja sebagai pengacara di Lampung dan menjadi tokoh Parindra (Partai Indonesia Raya).

Pada masa pendudukan Jepang, Abdul Abbas menjadi ketua Shu Sangi Kai, semacam dewan penasihat yang dibentuk Jepang di setiap keresidenan. Menyusul kekalahan Jepang pada 15 Agustus 1945, Komando Tantara ke-25 memilih tiga wakil Sumatra, yaitu Mr. Teuku Mohammad Hasan, Abdul Abbas, dan dr. Mohammad Amir, untuk mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta.

Advertising
Advertising

Sekembalinya ke Lampung, Abdul Abbas diangkat sebagai residen Lampung oleh Gubernur Sumatra Teuku Mohammad Hasan pada 3 Oktober 1945. Namun, ia tak lama menjabat karena diturunkan oleh rakyat.

Baca juga: Tanggung jawab Publik Residen Ipik

Sejarawan Mestika Zed dalam Somewhere in the Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia Sebuah Mata Rantai Sejarah yang Terlupakan, menyebut bahwa Lampung, Bengkulu, dan Jambi masing-masing terperangkap ke dalam konflik-konflik internal dalam kepemimpinan lokal dan administrasinya pun kacau balau.

“Di Lampung khususnya, revolusi sosial meletus karena pemerintah tidak mampu melindungi kepentingan rakyat dari kenaikan harga, khususnya harga beras yang semakin menggila,” tulis Mestika Zed.

Oleh karena itu, pada 9 September 1946, PPM (Panitia Perbaikan Masyarakat) menggerakkan sekitar 15.000 massa demonstran mendesak Abdul Abbas melepaskan jabatannya sebagai residen Lampung. Tokoh-tokoh PPM adalah M. Zainal Abidin, Junaid Azhary, Datuk Amin, Abdul Kohar, Ali Umar Bey, Sutan Mudo, Haji Mansyur, dan sebagainya.

Buku Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Daerah Sumatera Selatan menyebut alasan “pendaulatan” itu di antaranya rasa tidak puas dengan tindakan atau kebijakan pemerintah, dan dengan tegas dinyatakan tidak dapat lagi mempercayakan kekuasaan pemerintah kepada orang-orang yang telah memegang kekuasaan pada waktu itu. “Tetapi apa latar belakang yang sebenarnya, sukarlah untuk diketahui dengan pasti.”

PPM menggelar rapat umum di Enggal, yang kemudian diakhiri di gedung DPRD Tanjung Karang, memutuskan dan menetapkan Dr. Badrun Munir sebagai residen Lampung dan Ismail sebagai wakil residen.

Baca juga: Teuku Hasan yang Terpaksa Jadi Gubernur

Abdul Abbas tidak begitu saja menyerahkan kekuasaannya. Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah pusat mengutus Mr. Hermani. Setelah melihat perkembangan yang ada, untuk memuaskan hati masyarakat, pemerintah pusat mengakui Badrun Munir sebagai residen Lampung, sedangkan Ismail tidak dapat diterima sebagai wakil residen. Sebagai gantinya, pemerintah pusat mengirim Rukadi, seorang bupati yang diperbantukan sebagai wakil residen. Namun, Badrun Munir mengundurkan diri pada 29 November 1947, dan diangkatlah Rukadi sebagai residen Lampung dengan R.A. Basyid sebagai wakilnya.

“Keadaan pemerintahan pada umumnya telah dapat berjalan dengan agak sempurna, tetapi dalam hal perekonomian dan keuangan masih banyak mengalami kesulitan-kesulitan,” tulis Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Daerah Sumatera Selatan.

Setelah agresi militer Belanda pertama pada 1947, Abdul Abbas diangkat menjadi staf gubernur militer Tapanuli/Sumatra Timur dan diberi pangkat kolonel tituler. Ketika diadakan reorganisasi TNI, ia berusaha melucuti Brigade B dari Sumatra Timur. Akibatnya, ia sempat ditawan pasukan Brigade B.

Baca juga: Kapten Matheus Sihombing, Jago Revolusi dari Tapanuli

Ketika daerah Tapanuli diduduki militer Belanda dalam agresi militer kedua, pemerintah Belanda berusaha menggagas Negara Tapanuli Raya dengan membentuk Panitia Status Tapanuli di Padang Sidempuan pada Januari 1949. Abdul Abbas menjadi orang kedua dalam panitia itu setelah Mr. A.S. Soripada. Belanda juga membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Tapanuli. “Pimpinan di tangan Mr. Abbas, Mr. Sjukur Soripada, Barita Sinambela, dan Eduard Nst,” tulis Perdjuangan Rakjat Tapanuli S. Timur.

Dalam Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Volume 10, Abdul Haris Nasution menyebut Abdul Abbas sebagai “bekas residen RI, yang terhitung golongan sakit hati berhubung kekecewaannya dalam pemerintahan RI, yang memang tidak tegas selama itu”. Mungkinkah salah satu kekecewaannya karena diturunkan dari jabatan residen Lampung.

Menurut Nasution, Belanda meneruskan usaha balkanisasinya di Tapanuli dengan membentuk Panitia Status Seluruh Tapanuli, walaupun Tapanuli Selatan dan Nias sepenuhnya dikuasai oleh TNI. Panitia ini dibentuk dengan disatukannya panitia-panitia Status Tapanuli di Sibolga, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Selatan (sampai Padang Sidempuan). Dalam rapatnya di Sibolga pada 11 Maret 1949 tercapai persetujuan tentang status sementara Tapanuli selama masa peralihan, sebelum Negara Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat terwujud.

“Sebuah resolusi yang ditandatangani oleh ketuanya, Mr. A. Abbas, dan penulisnya, R.L. Tobing, diterima baik. Dalam resolusi tersebut dikatakan, bahwa Tapanuli harus dianggap sebagai daerah istimewa dengan pemerintah sendiri,” tulis Nasution.

Baca juga: Bung Hatta dan Rakyat Tapanuli Selatan

Belanda melalui Panitia Status Seluruh Tapanuli gagal membentuk Negara Tapanuli Raya. Menurut Perdjuangan Rakjat Tapanuli S. Timur, Panitia Status Seluruh Tapanuli tampaknya hendak mundur supaya segala-galanya sesuai dengan keadaan sebelum tahun 1941; maksudnya mungkin keadaan status Tapanuli sebagai keresidenan sebelum pendudukan Jepang. “Mereka tidak mengetahui bahwa rakyat Tapanuli tidak hendak menjadi istimewa, atau berdaerah istimewa, tetapi ingin bergaul secara bersaudara serumah tangga dalam gelanggang kebangsaan dan Tanah Air Indonesia.”

Buku Sejarah Perjuangan Mobile Brigade Kepolisian R.I. Sumatera Utara/Aceh, Tahun 1945 s/d 1961 menyebut figur dr. F.L. Tobing, residen Tapanuli pertama (1945–1948) dan gubernur militer Tapanuli/Sumatra Selatan (1948–1950), sebagai pushing power dalam perjuangan rakyat di Tapanuli dan “pengaruhnya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan gagalnya usaha Belanda untuk membangun suatu Negara Tapanuli Raya.”

Kendati pernah menjadi tokoh Panitia Status Seluruh Tapanuli, setelah pengakuan kedaulatan pada Desember 1949, Abdul Abbas masih mendapat kepercayaan dari pihak Republik Indonesia. Menurut Akhir Matua Harahap dalam blogsnya, Abdul Abbas ditunjuk sebagai pejabat Kejaksaan Agung di Medan tahun 1950. Setelah Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan, Abdul Abbas memilih menjalani profesinya sebagai pengacara. Ia meninggal dunia pada 1954 dalam usia 48 tahun.*

TAG

lampung

ARTIKEL TERKAIT

Catatan Tentang Kerajaan Tulang Bawang Lampung Tanam Lada Gegara Banten Jualan Raja Terakhir Singapura Bangun Malaka Marie Antoinette dan Skandal Kalung Berlian yang Menyulut Revolusi Prancis (Bagian II) Marie Antoinette dan Skandal Kalung Berlian yang Menyulut Revolusi Prancis (Bagian I) Perkasa Alam Kuat dan Paranoid Pasai Kaya Lantaran Berdagang Lada Sesaat Setelah Bung Karno Wafat Penangkapan Sukarno hingga Pendaratan Pasukan Mataram Alimin Si Jago Tua PKI