GAYA hidup mewah Ratu Marie Antoinette sudah lama membuat geram masyarakat Prancis. Kemarahan terhadap monarki yang dipimpin oleh Raja Louis XVI semakin memuncak ketika skandal penipuan menyeret nama ratu yang dijuluki Madame Deficit itu. Pemeran utama dalam skandal yang terjadi pada 1785 ini sesungguhnya bukan Marie Antoinette, tetapi nama sang ratu dicatut seorang wanita bernama Jeanne yang juga dikenal dengan Countess de La Motte-Valois untuk menipu Kardinal Louis de Rohan.
Siapa sesungguhnya Countess de La Motte-Valois dan apa hubungannya dengan Marie Antoinette?
Jeanne de Valois-Saint-Rémy merupakan anak dari keturunan tidak sah Raja Henri II (1547–1559). Meski mengaku bangsawan, keluarga Jeanne hidup dalam kemiskinan. Ia menikah dengan seorang perwira bernama Nicolas de la Motte pada 1780 dan menamakan diri mereka sebagai Count dan Countess de La Motte. Gaya hidup Jeanne tidak sejalan dengan kondisi keuangannya yang pas-pasan. Gelar bangsawan yang disandangnya menuntut wanita itu untuk selalu tampil modis dan menunjukkan kekayaannya demi menjaga status sosialnya.
Di tengah kebingungan karena uang simpanan yang semakin menipis, Jeanne bertemu dengan Kardinal Louis de Rohan, seorang pria dari kalangan atas yang pernah menjadi duta besar untuk Wina. Jeanne menceritakan kondisi keluarganya kepada de Rohan, di mana menurutnya sebagai seorang yang berasal dari kalangan bangsawan, keluarga Jeanne hidup dalam kemiskinan yang menyedihkan. Namun, sang kardinal tidak dapat banyak membantu dan menyarankan Jeanne untuk mengirim surat kepada Marie Antoinette dan meminta bantuan kepada pihak kerajaan. “Sayangnya hubungan saya dengan sang ratu tidak berjalan baik ketika saya menjabat sebagai duta besar untuk Wina. Oleh karena itu saya belum bisa membantu anda,” kata de Rohan.
Menurut Jonathan Beckman dalam How to Ruin a Queen: Marie Antoinette and the Diamond Necklace Affair, kesalahpahaman terjadi di antara de Rohan dengan Maria Therese, ibu Marie Antoinette, ketika ia menjabat duta besar untuk Wina. Perilaku de Rohan yang dianggap menyingung Maria memengaruhi hubungannya dengan Marie Antoinette yang menikah dengan Louis XVI pada 1770.
Baca juga:
Topi Merah Simbol Perlawanan Rakyat Prancis
“Rohan percaya bahwa ketidaksukaan Marie Antoinette menghalanginya naik jabatan, seperti para politisi kardinal yang hebat sebelumnya, di mana mereka diangkat menjadi perdana menteri kerajaan. […] Oleh karena itu, perkenalannya dengan Jeanne yang mengaku memiliki hubungan baik dengan sang ratu membawa harapan baru bagi de Rohan untuk memperbaiki hubungannya dengan Marie Antoinette,” tulis Beckman.
Di sisi lain, Jeanne melihat de Rohan sebagai peluang untuk mempertahankan gaya hidup dan status sosialnya sebagai seorang bangsawan. Ia mulai mengatakan kepada de Rohan bahwa dirinya merupakan salah satu orang terdekat Marie Antoinette dan mendorong sang kardinal untuk menulis surat kepada ratu. Terbuai oleh bujukan Jeanne, de Rohan setuju menulis surat permohonan maaf serta penjelasannya akan kesalahpahaman yang terjadi di masa lalu kepada ratu. Surat itu ia serahkan kepada Jeanne untuk dibaca Marie Antoinette.
Tak berselang lama, surat balasan dari sang ratu diterima oleh de Rohan. Namun, surat itu sesungguhnya tidak pernah sampai kepada Marie Antoinette dan balasan yang diterima de Rohan merupakan surat yang ditulis oleh Rétaux de Villette, kaki tangan Jeanne, yang didiktekan langsung oleh sang countess. Besar kemungkinan Jeanne tidak menulis sendiri surat tersebut karena de Rohan telah mengetahui tulisan tangannya.
Korespondensi antara de Rohan dengan Marie Antoinette palsu berjalan cukup lama. Dalam satu kesempatan, Jeanne mulai berani meminjam uang kepada sang kardinal atas nama ratu untuk kebutuhan orang-orang miskin. Permintaan itu dikabulkan oleh de Rohan yang menyerahkan uang tersebut kepada Jeanne. Tak butuh waktu lama hingga de Rohan menjadi sumber dana bagi Jeanne.
Lambat laun surat-menyurat itu menjadi begitu mesra. Kecurigaan juga mulai muncul dalam diri de Rohan karena setelah korespondensi berlangsung cukup lama, ia masih belum mendapatkan tanda-tanda akan diangkat menjadi perdana menteri. Selain itu, ajakan untuk bertemu yang diajukan sang kardinal dalam surat-suratnya selalu ditolak oleh Marie Antoinette palsu. Jeanne tahu betul hal ini tak dapat dibiarkan. Pada suatu hari, ia menyewa seorang pelacur untuk menyamar menjadi ratu dan mengatur pertemuan dengan de Rohan di taman-taman Istana Versailes.
Baca juga:
Napoléon Sang Pahlawan Revolusi Prancis
Meski tak melihat langsung wajah Marie Antoinette yang tertutup kipas dan dilakukan pada malam hari, de Rohan cukup puas dengan pertemuan itu. Sekali lagi, ia jatuh dalam perangkap yang dibuat Jeanne. Selang beberapa saat, Jeanne kembali menyadari kecurigaan surat-menyurat palsu kembali muncul dalam diri de Rohan. Salah satunya karena di beberapa surat, Marie Antoinette kerap meminta bantuan dana kepada sang kardinal. Jeanne pun butuh sesuatu yang bernilai lebih besar untuk mengamankan keuangannya dalam waktu yang lama. Sebuah ide muncul ketika ia mendapat kabar ada perajin yang begitu ingin perhiasannya dibeli oleh sang ratu.
Dalam “The Affair of the Diamond Necklace”, 1785 yang termuat di The Crime Book terbitan DK Publishing, disebutkan bahwa perhiasan itu merupakan sebuah kalung dengan berat 2.800 karat yang terdiri dari 647 berlian. Boehmer dan Baesenge, perajin perhiasan tersebut, membuat kalung itu selama beberapa tahun dan menghabiskan biaya 2 juta livre. Kalung itu kabarnya dibuat atas permintaan Raja Louis XV untuk simpanannya, Madame du Barry. Namun, pada saat kalung itu selesai dibuat, sang raja meninggal karena cacar sedangkan du Barry dibuang oleh Louis XVI. Hal ini seakan menjadi mimpi buruk bagi Boehmer dan Baesenge yang mempertaruhkan semua uang yang mereka miliki untuk membuat perhiasan tersebut. Mereka kemudian mencoba menjual kalung itu kepada Marie Antoinette yang dikenal sebagai penyuka mode dan aksesoris. Sayangnya, ia menolak membeli kalung buatan sang perajin karena tidak terlalu suka mengenakan kalung yang menurutnya dapat menutupi leher jenjangnya. Selain itu, ia juga diwarisi beberapa kalung dari ibu Raja Louis XVI.
Tak hilang akal, kedua perajin tersebut mencoba berbagai cara untuk menawarkan kalung bertabur berlian kepada sang ratu. Salah satu upaya adalah meminta bantuan Countess de La Motte-Valois. Terhimpit utang kepada para kreditur, kedua perajin itu sepakat menjual perhiasan mewah tersebut dengan harga di bawah produksi, yakni 1,6 juta livre. Tergoda keuntungan dari penjualan kalung mewah, Jeanne mengirim surat palsu dari Marie Antoinette kepada de Rohan. Dalam surat itu, sang ratu meminta bantuan kepada de Rohan untuk membeli kalung mewah itu dari Boehmer dan Baesenge. Ia beralasan kondisi rakyat Prancis yang tengah dilanda kelaparan, ditambah sentimen masyarakat terhadap dirinya yang suka menghamburkan uang negara membuat pembelian perhiasan harus dilakukan secara rahasia.
Baca juga:
Sejarah Laïcité, Dasar Falsafah Sekularisme Prancis
De Rohan ragu-ragu memenuhi permintaan sang ratu. Terlebih, ia telah banyak menggelontorkan uang untuk keperluan Marie Antoinette, tetapi pria kelahiran 25 September 1734 itu masih belum diangkat menjadi perdana menteri. Namun, bila mengingat surat-menyuratnya yang semakin intim serta sentuhan tangan sang ratu di taman-taman Istana Versailes ketika mereka bertemu, sang kardinal seakan tergugah untuk melakukan apapun untuk menyenangkan ratu Prancis.
Hal lain yang menjadi pikiran de Rohan adalah kondisi keuangannya tengah carut-marut. Ia bahkan harus berutang sana-sini untuk menuruti keinganan Marie Antoinette yang dalam beberapa suratnya meminta bantuan uang yang tidak sedikit. Sang kardinal juga harus membantu anggota keluarganya yang bangkrut. Dengan demikian, ia tidak memiliki banyak uang yang tersisa untuk membeli sebuah perhiasan bernilai jutaan livre. Sementara itu, Jeanne terus mendesak de Rohan untuk segera melaksanakan perintah ratu.
Setelah beberapa hari berlalu, de Rohan akhirnya setuju melakukan transaksi atas nama sang ratu dengan para perajin perhiasaan itu. Namun, ia mengatakan bahwa pembelian kalung tersebut akan dilakukan dengan cara dicicil selama beberapa bulan dan tanpa uang muka. Boehmer dan Baesenge sepakat. Mereka menyerahkan kalung berlian itu kepada de Rohan yang tanpa ia sadari telah memilih mimpi buruk untuk masa depannya sendiri, serta menjadi penyulut terjadinya revolusi yang tak hanya mengubah perpolitikan Prancis, tetapi juga negara-negara lain di dunia. (bersambung).