Masuk Daftar
My Getplus

Jenderal Nasution Mengucapkan Selamat Hari Natal

Di tengah kondisi negara yang bergolak, Jenderal Nasution mengucapkan selamat Hari Natal dan menyampaikan pesan perdamaian. Praktik toleransi beragama dalam TNI.

Oleh: Martin Sitompul | 18 Des 2024
Jenderal TNI Abdul Haris Nasution, Kepala Staf Angkatan Darat 1955--1962. (Foto: ANRI)

SEPEKAN lagi hari Natal tiba. Menjelang hari raya bagi umat Kristen itu, berbagai pernak-pernik mulai menghiasi rumah maupun tempat-tempat umum. Pohon Natal dengan lampu-lampu, bunga bundar di muka pintu, boneka Santa Klaus, maupun kumandang lagu atau film yang bertemakan Natal sudah menghiasi berbagai tempat.

Tradisi perayaan Natal lazim di Indonesia kendati mayoritas penduduknya beragama Islam. Praktik toleransi beragama memang sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang begitu plural. Namun, beberapa tahun belakangan ini, mengucapkan selamat Natal, khususnya dari saudara Muslim, acap kali menuai polemik. Beberapa ulama bahkan mengharamkan ucapan selamat Natal karena dianggap bertentangan dengan akidah.

Pada dekade 1950-an, ucapan selamat Natal belum menjadi masalah. Jenderal Abdul Haris Nasution, yang penganut Islam taat, juga pernah menyampaikan ucapan selamat hari Natal. Pesan itu dinyatakan Nasution dalam kedudukannya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) kepada segenap prajurit Angkatan Darat yang beragama Kristen, baik perwira, bintara maupun tamtama. Harian Pemandangan, 26 Desember 1957, menyiarkan ucapan selamat hari Natal dari Jenderal Nasution yang mengandung pesan religius.

Advertising
Advertising

“Pohon natal dengan perhiasannya yang berkilauan telah didirikan di gereja-gereja saudara. Kalau kami tidak kilaf cahaya tersebut melambangkan Isa yang telah datang di dunia yang gelap. Gelap karena manusia telah tidak mengenal lagi jalan yang menuju kepada Tuhan di sorga, disebabkan oleh dosa yang telah meliputi dunia dan mendatangkan kesedihan dan kesengsaraan,” terang Nasution.

Baca juga: Akar Sejarah Pohon Natal

Dalam pesannya, Nasution juga menyinggung situasi negara yang sedang kurang kondusif. Saat itu, negara dalam Keadaan Darurat Perang dengan diberlakukannya Undang-Undang Bahaya atau Staat van Oorlog en Beleg (SOB). Pemberlakuan Keadaan Darurat Perang ini ditetapkan sejak zaman kolonial Belanda pada 1939, dan tetap menjadi perangkat hukum Indonesia setelah pengakuan kedaulatan. Dengan demikian, militer dituntut lebih jauh berperan dalam menjaga ketertiban dan keamanan negara. Pada Natal 1957, SOB masih berlaku.

“Dengan khidmat dan tenang seluruh umat Kristen merayakan hari natal dalam dunia yang penuh dengan pergolakan dan pertentangan. Juga saudara-saudara merayakan hari natal itu dalam negara yang berada dalam 'keadaan perang' menurut istilah dalam Undang-Undang Keadaan Bahaya,” kata Nasution.

Penetapan Keadaan Darurat Perang berkenaan dengan pergolakan yang terjadi di sejumlah daerah. Pada akhir 1956 dan awal 1957 di beberapa daerah Sumatra dan Sulawesi muncul gerakan-gerakan menentang pemerintah pusat. Pertentangan ini, seperti tersua dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik, disebabkan oleh kecilnya alokasi biaya pembangunan yang pusat alirkan kepada daerah. Gerakan-gerakan daerah ini mendapat dukungan dari beberapa panglima militer dengan membentuk dewan-dewan daerah.

“Dalam keadaan yang gawat dengan munculnya gerakan-gerakan separatis di daerah-daerah, Presiden mengumumkan berlakunya SOB (negara dalam keadaan bahaya) dan dengan demikian Angkatan Perang mendapat wewenang khusus untuk mengamankan negara,” catat Nugroho Notosutanto, dkk dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI.

Baca juga: Kala Tentara Menguasai Negara

Meski di tengah pergolakan, Nasution berharap perayaan Natal dapat memberikan semangat baru kepada anggota tentara yang beragama Kristen dalam menjalankan tugas masing-masing. Nasution juga menekankan perayaan Natal agar boleh menjadi momentum bagi umat Kristen untuk membawa perasaan damai sekalipun di dunia ini belum ada damai. “Akan tetapi damai tersebut ada, yaitu antara Tuhan dan saudara-saudara, disebabkan Juruselamat yang membebaskan umatnya dari genggaman dosa,” demikian Nasution.

Pada Natal 1958, Nasution kembali mengucapkan selamat dengan pesan yang kurang lebih sama. Hanya saja, penekanan Nasution tampak terlihat pada kondisi negara yang sedang diliputi pemberontakan daerah. SOB masih berlaku dan gerakan di daerah bergolak telah berkembang menjadi pemberontakan PRRI-Permesta.

Dalam pesannya, sebagaimana dimuat Harian Merdeka, 26 Desember 1958, Nasution mengatakan umat Kristen merayakan Natal dalam negara yang sedang mengalami keadaan perang, karena adanya gangguan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Nasution mengajak segenap TNI yang beragama Kristen berdoa semoga Tuhan melindungi negara dari ancaman semangat yang dholim demi kesejahteraan rakyat dan kemuliaan nama Tuhan.

“Dimanapun saudara bertugas baik ditempat yang aman maupun dimedan operasi semoga saudara dapat merayakan hari natal dengan gembira dan tenang dan mendapat kekuatan dalam hati masing-masing”, demikian pesan KSAD Jenderal Mayor Nasution pada hari Natal 1958, sebagaimana dikutip Merdeka.

Baca juga: D.I. Pandjaitan Bernatal di Tengah Hutan

TAG

ah nasution natal agama kristen

ARTIKEL TERKAIT

Hubungan Jarak Jauh Pierre Tendean Ingar-Bingar Boxing Day Cerita di Balik Lagu Jingle Bells Sinterklas Terjun hingga Tumbang di Stadion Pamflet Gelap di Malam Natal Umat Protestan dalam Cengkeraman VOC Natal Berdarah di Laut Tengah Ketika Hatta Merayakan Natal di Jerman Nas yang Nahas Lebaran dan Natalan Terakhir Bersama Wiji Thukul