PADA pekan liburan Hari Raya Natal dan Tahun Baru (Nataru) ini, sebanyak 20 tim di Liga Inggris justru masih disibukkan dengan agenda menentukan dalam momen Boxing Day. Kebiasaan ini sudah mentradisi sejak 1899 kendati FA (induk sepakbola Inggris) baru meregulasinya pada 1965.
Pekan Boxing Day lazimnya digulirkan sehari pasca-Hari Natal hingga menjelang pergantian tahun. Di musim ini, 10 laga disebar dalam empat hari. Di antaranya partai Newcastle United vs. Nottingham Forest dan Sheffield United vs. Luton Town pada 26 Desember 2023. Lalu, laga Burnley vs. Liverpool dan Manchester United vs. Aston Villa pada 27 Desember; dan Chelsea vs. Crystal Palace serta Everton vs. Manchester City pada 28 Desember.
Di balik ingar-bingarnya, momen Boxing Day acap jadi pekan krusial, utamanya bagi tim-tim yang berburu gelar Liga Inggris. Maka banyak kejutan lahir dari sepanjang sejarahnya, sebagaimana yang terjadi pada Boxing Day enam dekade lampau.
Di Boxing Day musim 1963/1964 itu, ke-10 pertandingan matchday ke-24 dihelat dalam satu hari, yakni pada 26 Desember 1963. Hebatnya, dalam 10 pertandingan itu terjadi rekor hujan gol (66 gol), termasuk enam pemain yang menorehkan hat-trick.
Salah satu pemain yang menorehkan hat-trick adalah Graham Leggat ketika timnya, Fulham, menang atas Ipswich Town dengan skor fantastis, 10-1. Leggat menyumbang hat-trick dalam durasi tiga menit, tercepat sepanjang sejarah Liga Inggris. Rekor ini baru bisa dipecahkan Sadio Mané pada 2015.
Baca juga: Habis Natal Terbitlah Boxing Day
Derita Manchester United di Tengah Hujan Gol
Tidak hanya laga Fulham kontra Ipswich yang dilanda banjir gol. Beberapa partai lain juga disemarakkan hujan gol. Selain dalam laga kemenangan Chelsea atas Blackpool (5-1), hujan gol juga terjadi di laga Liverpool vs. Stoke City (6-1), Blackburn Rovers vs. West Ham (8-2), dan laga imbang 4-4 antara West Bromwich Albion kontra Tottenham.
“Pertandingan itu sungguh luar biasa, West Ham dibantai (8-2) di kandang sendiri dari Blackburn Rovers. Gilanya lagi pada pertandingan berikutnya dua hari kemudian giliran kami yang bermain di (kandang) Blackburn,” kenang legenda Harry Redknapp yang saat itu berada di tim muda West Ham, kepada Daily Star, Selasa (26/12/2023).
Tidak hanya Redknapp yang terhenyak kala itu tapi juga skuad asuhan Sir Matt Busby. Manchester United yang bertandang ke Turf Moor harus pasrah digebuk Burnley 6-1.
Baca juga: Berkabung untuk Setan Merah
Burnley saat itu bukanlah tim semenjana seperti saat ini. Menjelang Boxing Day 1963, Burnley jadi salah satu tim penantang gelar. Sementara, Manchester United (MU) dengan reputasi topnya masih terdampak Tragedi Munich pada 6 Februari 1958 yang menewaskan delapan punggawa utamanya. Hingga 1963 pun, performa MU masih labil.
Busby susah-payah membangun tim “Setan Merah” (julukan Manchester United) nyaris dari nol. Terlebih beberapa penyintasnya seperti Johnny Berry dan Jackie Blanchflower tak lagi aktif bermain. Pasca-tragedi itu, skuad MU menyisakan Bill Foulkes, Kenny Morgans, Albert Scanlon, Dennis Viollet, Ray Wood, Bobby Charlton, dan kiper Harry Gregg.
“Pada kampanye (musim) 1962/1963 saja mereka nyaris tak selamat dari degradasi ke divisi kedua dan United memanfaatkan musim panas untuk mengisi lagi baterai mereka. Sebenarnya di awal musim mereka hanya kalah dua kali dari 13 laga, termasuk kemenangan 7-2 atas Ipswich pada awal September,” tulis Iain McCartney dalam George Best Fifty Defining Fixtures.
Baca juga: Bill Shankly dalam Kenangan
Akan tetapi kekalahan 0-4 dari Everton di Goodison Park pada 21 Desember, lanjut McCartney, memaksa Busby melakukan beberapa perubahan radikal soal posisi dan komposisi pemain menjelang laga tandang ke markas Burnley di momen Boxing Day. Salah satunya di lini depan, karena penyerang Dennis Law masih terkena sanksi kartu merah pasca-insiden di kandang Aston Villa.
“(Busby) memainkan (Albert) Quixhall menggantikan (Ian) Moir, Charlton dari posisi gelandang diberikan posisi nomor sembilan (penyerang, red.), dan Shay Brennan dimainkan di posisi outside-left yang asing baginya. Perubahan-perubahan posisi dan personel itu yang membuat perbedaan pada performa United yang membuat mereka kalah 6-1, selain juga karena kartu merah Pat Crerand. Kekalahan terbesar sejak Oktober tahun sebelumnya saat mereka kalah 6-2 dari Tottenham,” imbuhnya.
Sementara di skuad tuan rumah, Andy Lochhead jadi pahlawan buat Burnley. Tak tanggung-tanggung, ia menorehkan empat gol ke gawang MU yang dikawal David Gaskell.
“Mencetak gol dan mengalahkan Manchester United selalu menjadi sebuah pencapaian. Tetapi sampai bisa menyarangkan empat gol adalah sesuatu yang sangat spesial. Saya beruntung bisa bermain di 1960-an, era di mana saya melihat pertandingan terbaik sepanjang karier saya,” kenang Lochhead, dikutip Dave Thomas dalam Who Says Football Doesn’t Do Fairytales? How Burnley Defied the Odds to Join the Elite.
Baca juga: Serba-serbi Derbi Si Merah dan Setan Merah
Kendati begitu, dua hari berselang di matchday ke-25, MU berhasil bangkit. Saat giliran menjamu Burnley di Old Trafford pada pada 28 December, skuad Busby menebusnya dengan kemenangan 5-1. Salah satu faktornya adalah kegemilangan George Best yang sebelumnya jarang mendapat kesempatan bermain.
“Setelah United dihajar 6-1 di Turf Moor, Best yang sedang liburan ke Belfast mendapat telegram untuk segera pulang ke Manchester. Ia pun mendapatkan kesempatan bermain untuk kedua kalinya dan menjadi jantung permainan kala United membalaskan dendam, 5-1,” ungkap Ivan Ponting dalam George Best.
Anomali pasca-Boxing Day namun tak hanya terjadi pada MU namun juga beberapa tim lain yang keok pada pada momen Boxing Day. West Ham, misalnya, menang 3-1 atas Blackburn, dan Ipswich yang revans 4-2 atas Fulham.
“Selalu terjadi hasil yang aneh saat Natal. Itu sesuatu yang tak bisa Anda abaikan begitu saja. Anda bisa menang telak dan kalah menyakitkan,” tukas pemain Fulham, Alan Mullery, dikutip Nick Szczepanik dalam Pulp Football: An Amazing Anthology of True Football Stories You Simply Couldn’t Make Up.
Baca juga: Sinterklas Terjun hingga Tumbang di Stadion