1 Agustus 1933 Sukarno Ditangkap
Rumah Mohammad Husni Thamrin mendadak dipenuhi polisi Belanda. Kala itu, Thamrin sedang menerima kunjungan Sukarno, ketua Partindo (Partai Indonesia).
“Tuan Sukarno, atas nama Sri Ratu saya tangkap tuan,” ujar seorang komisaris polisi, seperti dikutip dalam otobiografi Sukarno yang disusun Cindy Adams.
Sukarno ditangkap saat itu juga. Dari sana, ia langsung dinaikkan ke kereta api menuju Bandung, dijebloskan ke penjara Sukamiskin. Untuk kali yang kedua, Sukarno kembali merasakan dinginnya penjara.
Sukarno kemudian menjalani masa pembuangannya ke Ende, Flores, lalu dipindahkan ke Bengkulu. Saat penangkapan itu, pemerintah kolonial Hindia Belanda mengeluarkan dekrit khusus yang isinya menyulitkan untuk mengadakan segala macam rapat di Hindia Belanda.
Baca juga: Ketika Sang Orator Bung Karno Keluar dari Penjara
3 Agustus 1937 Sidang Kasus Cibarusa
Landraad (Pengadilan) Bogor membuka persidangan untuk mengadili pelaku perampokan yang marak terjadi di Cibarusa. Sidang pertama, Sakib bin Samoen diajukan ke muka dengan dakwaan melakukan perampokan. Saksi pun dihadirkan. Akhirnya, hakim mengetuk palu, Sakib mendapat hukuman 3 tahun.
Sidang kedua, pada hari itu juga, menghadirkan terdakwa bernama Salabapasani. Ia didakwa merampas padi disertai ancaman. Dari saksi yang dihadirkan, catat harian Pemandangan 4 Agustus 1937, Salabapasani melakukan pemerasan di sawah ketika ada panen padi. Ia merampas begitu saja tanaman padi, dan mengancam pemilik padi akan membunuhnya jika menghalanginya. Hakim pun mengganjar 3 tahun hukuman bagi Salabapasani.
Baca juga: Cara Pemerintah Kolonial Redam Bandit Sosial
6 Agustus 1945 Hiroshima Lenyap
Tengah malam pada hari keenam Agustus, pesawat Enola Gay lepas landas dari Pulau Tinian di Kepulauan Mariana Utara. Pesawat itu membawa bom atom Little Boy dengan panjang 3 meter, lebar 71 cm, dan berat 4000 kg.
Awak B-29 Enola Gay terdiri dari: Paul Tibbets (pilot), Robert A. Lewis (kopilot), Ted van Kirk (navigator), William S. Parsons (yang mengaktifkan bom sebelum dijatuhkan), Thomas W. Frebee (juru bidik/pelepas bom), Bob Caron (defender belakang pesawat bagian ekor untuk menjaga kemungkinan serangan Jepang).
Pada pukul 08.15 waktu Jepang, B-29 telah sampai di atas langit Hiroshima. Dari ketinggian hampir 10 ribu meter mereka menghitung. Little Boy dijatuhkan. Hiroshima hilang dalam sekejap.
Manuver penyelamatan dari ledakan bom pun dilakukan. Sekembalinya ke pangkalan udara di Pulau Tinian pukul 3 sore, mereka disambut oleh Jenderal Carl Spaatz. Paul Tibbets mendapat medali Distinguished Service Cross, dan awak lainnya mendapat Air Medals.
Baca juga: Paul Tibbets, Pilot Pembawa Bom Atom
13 Agustus 1942 Pentas Amal Miss Tjitjih
Miss Tjitjih mengadakan pertunjukan di Sawah Besar dengan lakon “Kembang Widjaja Koesoema”. Hasil dari pertunjukan malam itu akan didonasikan kepada Rumah Piatu Muslimin dan Komite Arab Penolong Fakir Miskin.
Miss Tjitjih merupakan salah satu dari beberapa perkumpulan sandiwara yang ada di Jakarta. Pada masa awal Jepang masuk, mereka umumnya menggelar pertunjukan untuk keperluan sosial, hiburan semata, merayakan hari istimewa atas anjuran pemerintah hingga propaganda.
Menurut Fandy Hutari dalam Sandiwara dan Perang: Propaganda di Panggung Sandiwara Modern Zaman Jepang, jika pertunjukan untuk hiburan dan kepentingan sosial seringnya atas inisiatif perkumpulan sandiwara itu sendiri. Namun, jika bentuknya propaganda, biasanya atas anjuran pemerintah Jepang melalui organisasi yang menangani sandiwara.
Baca juga: Miss Riboet Memadukan Seni dan Olahraga
24 Agustus 1628 Pendaratan Pasukan Mataram di Batavia
Pasukan laut dari Kerajaan Mataram Islam sudah berada di pantai dekat kastil Batavia. Armada laut ini terdiri dari 60 kapal bermuatan sapi potong dan beras. Mulanya, Jan Pieterzoen Coen girang atas kiriman armada ini, sebab ia berpikir ini adalah pasokan pangan dari Mataram.
Namun, kegirangannya berubah setelah melihat ada sekira 900 pasukan di balik kapal-kapal tersebut. Mereka kemudian membuang sauh agak jauh dari pantai, sebab menunggu kedatangan pasukan darat.
Armada laut ini kemudian dapat dihalau oleh pasukan VOC. Akibatnya, pasokan beras dan sapi potong yang sedianya untuk pasukan darat Mataram, musnah.
Baca juga: Hukuman Sultan Agung bagi Panglima yang Gagal