Masuk Daftar
My Getplus

Pendidikan Agama Diwajibkan hingga Pertempuran Laut Jawa

Berikut ini sejarah pendidikan agama diwajibkan, gerakan De Stuw, gempa bumi di Maluku, pendirian Jong Indonesia, pembentukan Gasida, dan pertempuran Laut Jawa.

Oleh: Martin Sitompul | 24 Jul 2024
Kapal De Ruyter sebelum tenggelam dalam Perang Laut Jawa. (Australian War Memorial).
Bahder Djohan. (Wikimedia Commons).

1 Februari 1950 Pendidikan Agama Diwajibkan

Semua sekolah pemerintah tertanggal 1 Februari 1950 diwajibkan memberikan pendidikan agama untuk peserta didik tingkat dasar dan lanjutan. Hal ini ditetapkan berdasarkan peraturan bersama antara Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Bahder Johan dengan Menteri Agama Wahid Hasyim pada 20 Januari 1951.

Peraturan bersama tersebut menyatakan bahwa pendidikan agama diajarkan selama dua jam dalam satu minggu. Untuk tingkat sekolah dasar, pendidikan agama dimulai pada kelas 4. Segala biaya untuk penyelenggaraan pendidikan agama ditanggung oleh Kementerian Agama. Bahan pengajaran dan kurikulum ditetapkan oleh Kementerian Agama sesudah disetujui oleh Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan.*

Baca juga: Sejarah Pembentukan Kementerian Agama

Advertising
Advertising
Letnan Gubernur Jenderal H.J. van Mook (Nationaal Archief/Wikimedia Commons).

8 Februari 1930 Gerakan De Stuw

Sejumlah intelektual Belanda yang progresif di Hindia Belanda mendirikan gerakan politik dan budaya yang dikenal dengan De Stuw (Gerakan Maju). De Stuw diambil dari nama majalah yang mereka terbitkan. Nama resminya adalah “Perkumpulan untuk mendukung pembangunan sosial dan politik Hindia Belanda”. Anggotanya tidak banyak dan semuanya berbangsa Belanda.

Menurut Bernard Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indoenesia, perkumpulan ini dibentuk sebagai oposisi terhadap Vanderlandsche Club (Perserikatan Patriot). Vanderlandsche Club adalah organisasi politik konservatif di Hindia Belanda yang menginginkan penguatan kekuasaan Belanda atas seluruh Hindia.

De Stuw mendapat dukungan dari kalangan bumiputra bangsa Indonesia sementara orang-orang Belanda kebanyakan menolaknya. Namun, beberapa anggota dari kelompok De Stuw di kemudian hari malah menjadi lawan kaum Republiken Indonesia. Mereka adalah tokoh-tokoh penting Belanda pada masa revolusi: Hubertus van Mook (menjabat Letnan Gubernur Jenderal), Jan Anne Jonkmann, dan Johann Logemann (keduanya menjadi Menteri Urusan Negeri Jajahan).*

Baca juga: Van Mook, Tokoh Belanda Kontroversial dalam Memori Orang Indonesia

Gempa bumi di Ambon, Maluku tahun 1898. (KITLV).

17 Februari 1674 Gempa Bumi di Maluku

Terjadi gempa bumi dahsyat di pantai utara Maluku. Gempa jenis tektonik tersebut memicu gelombang tsunami di Laut Banda. Tinggi gelombang diperkirakan mencapai 80 meter.

Dalam The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku yang disunting Kathryn A. Monk, Yance de Fretes, dan Gayatri Reksodiharjo-Lilley disebutkan, gelombang pasang mengakibatkan tanah longsor di desa Hila, Maluku Tengah dan menenggelamkan sebuah situs pasar 180 meter ke bawah permukaan laut.

Sementara di Hitu, Pulau Ambon, terjangan tsunami menyapu seluruh desa. Sekira 2300 orang menjadi korban, termasuk istri dan dua anak dari Rumphius (Georg Eberhard Rumpf). Rumphius (1628–1702) adalah seorang naturalis kebangsaan Jerman yang bekerja untuk VOC. Bencana alam ini menjadi gempa tektonik pertama dan tsunami tertua yang berhasil tercatat dalam sejarah Nusantara.*

Baca juga: Tsunami Dahsyat Menerjang Ambon

Georg Eberhard Rumpf atau Rumphius. (Wikimedia Commons).

20 Februari 1927 Jong Indonesia Berdiri

Di Bandung, sekumpulan elite terdidik pribumi Indonesia membentuk organisasi pemuda nasionalis bernama Jong Indonesia. Para pendirinya antara lain: KRT Josodiningrat, Jusupadi, Suwadji, Mohammad Tamsil, Soebagio Reksodipuro, Assaat, Rusmali, Sunario, Sartono, Iskak, Budiarto, dan Wirjono.

Mereka adalah pelajar Indonesia yang baru pulang dari luar negeri, kebanyakan dari Belanda. Para pemuda ini mendapat gagasan kebangsaan yang kuat setelah bergabung dalam Algemenee Studi Club, kelompok diskusi yang dipimpin Sukarno.

“Dalam aktivitasnya, Jong Indonesia mendirikan organisasi kepanduan, menerbitkan majalah, memajukan olahraga, menyelenggarakan rapat bersama dengan organisasi pemuda lainnya. Meski nama organisasi memakai kata berbahasa Belanda (jong), namun mereka memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar,” tulis Ahmaddani G. Martha, Christanto Wibisono, dan Yozar Anwar dalam Pemuda Indonesia dalam Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa.

Jong Indonesia menjadi salah satu organisasi pemuda pemrakarsa Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda pada 1928.*

Baca juga: Pesawat Seulawah RI-001 dari Aceh untuk Republik Indonesia

Pesawat RI-001 Seulawah. (Istimewa).

25 Februari 1947 Pembentukan Gasida

Di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), para saudagar dan kaum kaya Aceh berkumpul. Mereka adalah Republiken yang bersepakat untuk mendukung pemerintah Indonesia. Untuk mewadahinya dibentuklah Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida).

Gasida diketuai oleh H.M. Djoened Joesoef dan Tengku Daud Beureuh sebagai penasihatnya. Di dalam Gasida dibentuk pula sebuah Badan Penyokong Perjuangan.

Gasida berperan penting dalam membiayai perjuangan revolusi, terutama pada saat Belanda melancarkan blokade ekonomi dan agresi militer kedua. Kelak dari kocek kelompok Gasida ini pula Indonesia memperoleh pesawat terbang pertama jenis Dakota C-47 yang dikenal sebagai RI-001 “Seulawah”.*

Baca juga: Pertempuran Laut Jepang-Amerika di Selatan Jawa

Letnan Komandan Kareel Doorman. (Ministerie van Defensie/Wikimedia Commons). 

27 Februari 1942 Pertempuran Laut Jawa

Angkatan Laut Sekutu yang tergabung dalam American-British-Dutch-Australian Command (ABDACOM) terlibat pertempuran dengan Armada Jepang di Laut Jawa. Pasukan gabungan Sekutu mengemban misi mempertahankan kekuasaan Hindia Belanda di Pulau Jawa dari invasi Jepang.

Panglima Angkatan Laut Belanda Laksamana Muda Kareel Doorman memimpin kesatuan pemukul Sekutu. Penghadangan terhadap konvoi kapal Jepang terjadi di sebelah selatan Pulau Bawean, perairan Jawa Timur. Dalam pertempuran yang berlangsung dari sore hari hingga tengah malam itu, Angkatan Laut Sekutu mengalami kekalahan telak. Tentara Jepang unggul karena daya jangkau torpedo yang lebih jauh dan dibantu pesawat-pesawat pengintai.

Kerugian Sekutu meliputi lima kapal penjelajah, tujuh kapal perusak, dan satu kapal tanker. Laksamana Muda Kareel Doorman turut tenggelam bersama kapal yang dipimpinnya, Hr. Ms. De Ruyter. Sementara Jepang hanya kehilangan beberapa kapal pengangkut. Pasukan Jepang setelah pertempuran itu mulai memasuki Jawa.*

Tulisan ini telah dimuat di majalah Historia No. 28 Tahun III 2016

TAG

kronika

ARTIKEL TERKAIT

Tak Ada Perjalanan Haji Saat Perang Dunia I hingga Ultimatum Belanda Pernyataan Tidak Anti-Republik hingga Penangkapan Amir Sjarifuddin Krisis Perbankan hingga Gesekan Lembaga Pemberantasan Korupsi Klub Sepakbola Pertama di Medan hingga Ejaan Republik Penangkapan Sukarno hingga Pendaratan Pasukan Mataram Revolusi Sosial, Artikel Sneevliet, dan Surat Pangeran Hendrik Potret Sejarah Indonesia Sentot Alibasah Prawirodirjo, Putera, Hansip Andi Azis, Tambora, dan Hutan 17 Februari: Hamka dan Amerika