Masuk Daftar
My Getplus

Revolusi Sosial, Artikel Sneevliet, dan Surat Pangeran Hendrik

Tiga peristiwa sejarah di bulan Maret. Revolusi sosial di Sumatra Timur, Sneevliet mengajak rakyat Jawa revolusi, dan surat Pangeran Hendrik kepada ayahnya yang menyayangkan penangkapan Pangeran Diponegoro.

Oleh: Fadrik Aziz Firdausi | 01 Jun 2024
Sultan Asahan Muhammad Husain Rahmad Syah II. (Wereldmuseum Amsterdam).
Kesultanan Asahan di Sumatra Timur. (Wikimedia Commons).

3 Maret 1946: Revolusi Sosial di Sumatra Timur

Ribuan orang mengepung dan menyerbu masuk istana Kesultanan Asahan. Mereka menangkap dan mengeksekusi para bangsawan. Dari Kesultanan Asahan, kerusuhan sosial menjalar ke beberapa kesultanan Melayu di sekitarnya: Deli, Serdang, dan Langkat. Sebagian besar keluarga dari raja-raja itu dibunuh dan harta benda mereka dirampas. Amir Hamzah, sastrawan terkemuka Indonesia yang juga bangsawan Kesultanan Langkat, ikut menjadi korban. 

Dalam beberapa hari aksi massa meluas ke seluruh pelosok Sumatra Timur. Revolusi sosial ini, tulis Anthony Reid dalam Menuju Sejarah Sumatra, dilancarkan atas instruksi kelompok kecil pemimpin Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) yang bekerjasama di bawah payung Persatuan Perjuangan. Tujuannya, melenyapkan raja-raja dari potensi bersekutu dengan Belanda, menyita harta kekayaan mereka untuk perjuangan nasional, dan menghapus feodalisme. 

Baca juga: Pamer Kemewahan Hasil Jarahan dalam Revolusi di Sumatra Timur

Advertising
Advertising
Henk Sneevliet di Semarang, 1917. (IISG).

Baca juga: Panggung Sejarah Henk Sneevliet

19 Maret 1917: Sneevliet Mengajak Rakyat Jawa Revolusi

Suratkabar De Indier milik Insulinde menerbitkan artikel Henk Sneevliet, pemimpin terkemuka Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV), berjudul Zegepraal (Kemenangan).  

Dalam artikel itu, Sneevliet menggaungkan runtuhnya Kekaisaran Tsar di Rusia oleh Revolusi Sosialis pada 8–12 Maret 1917. Dengan nada keras, Sneevliet menyebut Belanda akan mengalami nasib serupa jika rakyat Hindia Belanda menghendakinya. Sneevliet pun mengajak rakyat Jawa meniru apa yang dilakukan rakyat Rusia. 

Akibat artikel itu, Sneevliet dipecat dari pekerjaannya sebagai sekretaris Kamar Dagang Semarang dan dituntut di pengadilan. Artikel itu juga menimbulkan keretakan di tubuh ISDV. Sneevliet kemudian diusir dari Hindia Belanda kembali ke Belanda. 

Baca juga: Angan-angan "Kemenangan" Henk Sneevliet

Pangeran Hendrik De Zeevaarder. (Wereldmuseum Amsterdam).

Baca juga: Kamar Panas untuk Pangeran Diponegoro

10 Maret 1837: Surat Pangeran Hendrik kepada Raja Willem II

Pangeran Hendrik De Zeevaarder (Sang Pelaut) menulis surat kepada ayahnya, Raja Willem II, yang isinya menyayangkan perlakuan Belanda terhadap Pangeran Diponegoro. Dia bilang penangkapan pemimpin Perang Jawa itu dilakukan secara khianat dan itu dianggapnya mencoreng wibawa Kerajaan Belanda.  

Pangeran Hendrik juga mengingatkan hal itu akan mengekalkan citra buruk Kerajaan Belanda di mata kaum pribumi dalam konflik di masa-masa mendatang. 

Surat itu dikirim tiga hari setelah Pangeran Hendrik, yang sedang melakukan pelayaran jarak jauh dari Eropa ke Hindia Belanda, menyempatkan diri mengunjungi Pangeran Diponegoro di pengasingannya di Benteng Rotterdam, Makassar.* 

Baca juga: Detik-detik Menegangkan Saat Belanda Menjebak Diponegoro

TAG

kronika sneevliet diponegoro revolusi

ARTIKEL TERKAIT

Hilangnya Pusaka Sang Pangeran Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi Dedikasi Peter Carey Meneliti Pangeran Diponegoro Ke Mana Perginya Barisan Sentot Pengikut Diponegoro? Jenderal "Jago Perang" Belanda Meregang Nyawa di Pulau Dewata Komandan Pesindo Bernama Sarwono Sastro Sutardjo Tongkat Kiai Cokro Diponegoro Akhir Tragis Sahabat Marie Antoinette Marie Antoinette, Let Them Eat Cake, dan Revolusi Prancis Marie Antoinette, Ratu Prancis yang Mati Tragis