Masuk Daftar
My Getplus

Akhir Tragis Mantan Analis OSS

Pernah bekerja untuk OSS, pendahulu CIA. Profesor sosiologi ini mati dibunuh ketika melakukan penelitian di Indonesia.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 29 Jan 2020
Upacara pemakaman Raymond Kennedy dan Robert J. Doyle di Pemakaman Kristen Pandu di Bandung, Jawa Barat, pada 30 April 1950, dihadiri perwakilan dari Konsul Amerika Serikat. (Dok. Hendi Jo).

Setelah lulus Yale College tahun 1928, Raymond Kennedy memulai kariernya sebagai pengajar di Brent School di Filipina. Namun hanya setahun. Dia kemudian bekerja sebagai perwakilan lapangan General Motors Corporation di Hindia Belanda. Selama tiga tahun, dia menjual mobil Amerika di Jawa dan Sumatra. Dia pun terpesona pada Indonesia.

"Sebagai penjual mobil yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain, menemukan kekayaan budaya Hindia yang luar biasa, dia menjadi semakin tidak tertarik pada mesin-mesin Amerika dan lebih terpesona oleh orang Indonesia," tulis John F. Embree dalam profil "Raymond Kennedy, 1906-50", di The Far Eastern Quarterly, Vol. 10, No. 2, Februari 1951.

Itulah yang membuat Kennedy berhenti dari pekerjaannya. Dia kembali ke almamaternya di New Haven untuk melanjutkan pendidikan bidang sosiologi dan antropologi di Univeritas Yale. Sepanjang tahun 1930-an, sebagai mahasiswa pascasarjana dan profesor junior, dia sering ke Asia Tenggara. Akhirnya, dia pun berhasil menjadi profesor pertama spesialis Asia Tenggara kontemporer.

Advertising
Advertising

Menurut Embree antara tahun 1932 hingga 1947, Kennedy membangun pusat penelitian Asia Tenggara di Yale. Dimulai dengan mengumpulkan buku-buku tentang Indonesia yang tersedia di perpustakaan Yale. Dia membantu mengumpulkan data tentang Asia Tenggara untuk Survei Lintas Budaya yang diselenggarakan Yale. Dia juga menyusun daftar pustaka yang luas tentang orang-orang dan budaya Indonesia yang diterbitkan pada 1945.

"Selama periode yang sama, dia menulis buku dan banyak artikel tentang Indonesia dan mengadakan seminar pascasarjana di Yale dalam bidang ini," tulis Embree.

Semua usaha Kennedy membuahkan hasil pada 1947. Program studi bahasa dan wilayah Asia Tenggara dibuka di Yale dengan dana hibah dari The Carnegie Corporation sebesar $150.000 untuk lima tahun.

Plakat yang dibuat Universitas Yale untuk mengenang Prof. Raymond Kennedy (kanan) tahun 1964. (Nasional Arsip Belanda dan Yale News, 28 April 1950).

Analis OSS

Selama Perang Dunia II, Kennedy menjadi konsultan di Dewan Etnografi Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, dan lembaga pemerintah lainnya. Setelah perang berakhir pada 1945, dia dengan senang hati meninggalkan tugas masa perang untuk kembali mengajar dan meneliti penuh waktu di Yale.

"Di sini dia tidak hanya pelopor dalam studi Asia Tenggara tetapi juga dosen yang mampu dan populer dalam program sarjana di bidang antropologi dan sosiologi," tulis Embree. Karena Kennedy melakukan penelitian di hutan-hutan Malaya, para mahasiswa menjulukinya Jungle Jim.

Kennedy kembali ditarik oleh OSS (Office of Strategic Services), pendahulu CIA. Karena pengetahuannya tentang Indonesia, dia tergabung dalam tim OSS ke Indonesia dalam Operasi ICEBERG. Dia berada dalam tim Riset & Analisis.

Baca juga: Orang Indonesia Jadi Agen OSS

“Seorang pakar akademis Asia Tenggara, Raymond Kennedy ditarik oleh Divisi Operasi Khusus OSS karena dia adalah penulis buku berjudul The Ageless Indies yang membahas praktik-praktik kolonial Belanda di Indonesia,” tulis Frances Gouda dan Thijs Brocades Zaalberg dalam Indonesia Merdeka karena Amerika?

Antropolog Cora DuBois menjadi direktur R&A Divisi Asia Tenggara. Selain Raymond Kennedy, anggota tim R&A adalah Claire Holt, Jane Foster, Amry Vandenbosch, serta dua perwira militer Richard K. Stuart dan Paul M. Kattenburg.

“Sebagai seorang analis intelijen di OSS dan Departemen Luar Negeri, Kennedy adalah seorang pengkritik yang blak-blakan terhadap imperium kolonial Inggris, Prancis, dan Belanda,” demikian disebut dalam profilnya di cseas.yale.edu.

Menurut Gouda dan Zaalberg, R&A Divisi Asia Tenggara menghasilkan sejumlah laporan mengenai sejarah gerakan nasionalis Indonesia. Salah satu tugas terberatnya adalah menjelaskan kepada para pembuat kebijakan di Washington mengenai mengapa Sukarno-Hatta bekerja sama dengan musuh sepanjang Perang Dunia II, yaitu Jepang.

Baca juga: Agen OSS yang Memihak Indonesia

"Pada Maret 1945, satu makalah riset OSS menyatakan bahwa Sukarno 'dalam hatinya anti-Jepang', walau dia 'dipaksa bekerja sama' karena dia 'tak mampu bertindak secara mandiri'," tulis Gouda dan Zaalberg.

OSS dibubarkan pada 1 Oktober 1945. Bagian R&A ditempatkan di Departemen Luar Negeri. Kennedy memutuskan tak melanjutkan pekerjaannya sebagai analis intelijen. Pada 1946, dia kembali ke New Haven untuk mengajar di Yale.

"Kennedy menjadi salah satu pengajar Yale yang populer, blak-blakan, dan ikonoklastik (menentang sesuatu yang mapan, red.)," tulis cseas.yale.edu.

Robert J. Doyle dan Prof. Raymond Kennedy yang mati dibunuh di Indonesia. (The New York Times, 29 April 1950).

Akhir Perjalanan

Kennedy meninggalkan New Haven pada akhir Juni 1947 untuk melakukan penelitian selama 15 bulan di Asia Tenggara. "Perjalanannya telah direncanakan selama beberapa tahun. Tujuannya untuk mempelajari pengaruh peradaban barat pada budaya penduduk setempat," tulis Yale News, 28 April 1950.

Kennedy kemudian pergi ke Indonesia pada Januari 1949. Rencananya, setelah menyelesaikan turnya di Jawa, dia akan mengunjungi Sumatra untuk mengakhiri penelitiannya.

Pada 27 April 1950, Kennedy mengendarai mobil disertai Robert J. Doyle, koresponden majalah Time-Life. Doyle akan mewawancarai penduduk di sepanjang rute perjalanan menuju Yogyakarta, tentang "apa pendapat petani Indonesia tentang situasi saat ini".

Keduanya meninggalkan Jakarta pada hari Rabu. Setelah bermalam di Bandung, mereka melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta. Namun, dalam perjalanan, di dekat Desa Tomo, Sumedang, Jawa Barat, mereka dihentikan oleh empat atau lima orang bersenjata. Keduanya dibawa ke hutan lalu ditembak mati.

"Seorang juru bicara kedutaan Amerika di Jakarta mengatakan keduanya tewas di dekat Tomo. Ini adalah daerah pegunungan yang indah di mana gerilyawan fanatik aktif selama perang Belanda-Indonesia," tulis The Day, 29 April 1950.

Baca juga: Ratu Adil dari Istanbul Memimpin APRA

Laporan Yale News menyebut pelaku memaksa penduduk desa Tomo untuk menguburkan korban. Mereka kemudian memerintahkan mobilnya dibawa ke arah Cirebon. Pihak berwenang percaya kejadiannya terjadi hari Kamis siang. Segera setelah penduduk desa melaporkan kejadian itu, sebuah unit tentara Indonesia menggali mayat itu. Doyle dapat diidentifikasi dengan segera. Namun, Kennedy tidak dapat langsung diidentifikasi sehingga media massa seperti Associated Press memberitakan bahwa mayat-mayat itu mungkin telah dimutilasi.

Kennedy dan Doyle kemudian dimakamkan di Pemakaman Kristen Pandu di Bandung, Jawa Barat, pada 30 April 1950.

Pelaku pembunuhan tidak pernah teridentifikasi. Yale News menyebut, “Kelompok muslim fanatik gerakan Darul Islam telah beroperasi di daerah pegunungan itu di masa lalu. Ini mungkin bukti petunjuk pembunuhan.”

Sedangkan Alexander Marschack, jurnalis Amerika Serikat, dalam “Unreported War in Indonesia”, di majalah The American Mercury, Februari 1952, menyebut pelaku pembunuhan adalah enam orang Maluku berseragam KNIL berbaret hijau (KST). KST adalah kesatuan komando khusus yang sebagian besar anggotanya terlibat dalam Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling.

Pendapat yang sama disebutkan A.H. Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid III, yang mengutip pernyataan Sudiyono Joyoprayitno, anggota parlemen dari Partai Murba, bahwa pembunuhan tersebut dilakukan prajurit Belanda (KST) yang memiliki pos di kawasan tersebut. "Profesor itu dibunuh karena memiliki catatan-catatan mengenai hubungan tentara Belanda dengan para pengacau, terutama dengan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo," kata Sudiyono.

Baca juga: Detik-detik Terakhir Imam DI/TII, SM Kartosoewirjo

Namun, Stef Scagliola, sejarawan militer dari Erasmus University Rotterdam, Belanda, meragukan jika pelakunya unsur-unsur dari pihak Belanda. Kendati tak menyebut siapa pelaku sesungguhnya, dia menyebut suatu "kebodohan" jika KST benar pelakunya. "Apakah mungkin saat melakukan misi yang seharusnya serba tertutup itu mereka memakai seragam lengkap dengan baret hijaunya?" kata Stef kepada Historia.

Ruby Jo Reeves, yang juga profesor sosiologi, menerima kabar kematian suaminya ketika dalam perjalanan menuju New York. Dia akan mengurus visa untuk menyusul suaminya ke Indonesia. Kennedy meninggalkan istri dan seorang putri, Ellen Reeves, yang berusia dua tahun.

"Mengingat sikapnya terhadap masalah-masalah sosial dan kesejahteraan manusia," tulis Embree, "sungguh ironis dia menemui ajalnya dengan kekerasan di sebuah negara yang kemerdekaannya telah dia dukung dengan begitu keras."

TAG

intelijen cia

ARTIKEL TERKAIT

Plus-Minus Belajar Sejarah dengan AI Perjuangan Kapten Harun Kabir Spion Wanita Nazi Dijatuhi Hukuman Mati Mata Hari di Jawa M Jusuf "Jalan-jalan" ke Manado D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman Sukarno, Jones, dan Green Sepak Terjang Spion Melayu Adam Malik Sohibnya Bram Tambunan Operasi Monte Carlo, Misi Intelijen Koes Bersaudara