Masuk Daftar
My Getplus

Riwayat Bandung Raya dari Kota Kembang ke Pulau Garam

Berawal dari kompetisi Galatama, Bandung Raya kemudian juara Liga Indonesia. Sempat mati suri, Bandung Raya kini menjadi Madura United FC.

Oleh: Randy Wirayudha | 19 Jul 2017
Bandung Raya juara Liga Indonesia musim 1995/1996.

Bandung memiliki tim-tim sepakbola yang berprestasi di tingkas nasional. Selain Persib, klub Kota Kembang yang juga pernah bikin urang Sunda bangga adalah Bandung Raya yang berdiri pada 17 Juni 1987 berbasis tim UNI Bandung.

Bandung Raya sudah ikut kompetisi Galatama (liga semiprofesional), sementara saudara tuanya, Persib masih di Perserikatan (liga amatir). Debutnya di Galatama musim 1987/1988 gagal membuat kejutan. Mereka terdampar di urutan buncit klasemen akhir. Pada musim berikutnya (1988/1989), mereka naik ke posisi tujuh klasemen. Pencapaian ini buah dari perekrutan beberapa pemain anyar eks Persib, seperti Dadang Kurnia dan Dede Iskandar. Sayangnya, tren positif mereka tak berlanjut di musim 1990 yang terpuruk di posisi 17. Di dua musim berikutnya (1990/1992 dan 1992/1993), mereka tetap menempati posisi bawah. Di musim pamungkas (1993/1994), mereka hanya bisa menghuni posisi delapan Wilayah Barat.

Pada 1994, Bandung Raya reuni dengan Persib di Liga Indonesia, ajang yang menyatukan tim-tim Galatama dan Perserikatan. Masa keemasan Bandung Raya terjadi di musim kedua Liga Indonesia (1995/1996) di bawah asuhan Brigjen TNI IGK Manila. Perwira TNI AD itu tengah memimpin Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor, Sumedang.

Advertising
Advertising

Manila dikenal luas dalam persepakbolaan sejak menjadi manajer tim nasional sepakbola di SEA Games Manila, Filipina tahun 1991. Dia sukses membawa timnas memetik medali emas kendati tanpa diperkuat beberapa bintangnya seperti Ricky Yacob dan Mustaqim. Prestasi ini hingga kini belum lagi bisa dicapai Tim Garuda.

Awal mula Manila mengasuh Bandung Raya tak lepas dari permintaan Letjen TNI (Purn.) Suryatna Subrata. Mantan wakil gubernur Jawa Barat dan ketua KONI Jawa Barat ini salah satu investor Bandung Raya. Untuk memenuhi permintaan itu, Manila harus mendapatkan izin dari Menteri Dalam Negeri Yogie S. Memet.

“Saya mau lapor, Pak. Saya mungkin melanggar perintah Bapak,” kata Manila dalam biografinya, IGK Manila: Panglima Gajah, Manajer Juara.

Yogie sempat terperangah menatap Manila dan menanyakan apakah ada kasus di STPDN. “Siap, tidak ada. Hanya saja saya diminta membantu Bandung Raya. Padahal Bapak melarang saya aktif di olahraga (selama memimpin STPDN),” lanjut Manila.

Awalnya, Manila pesimis diizinkan. Namun, jawaban yang didapatnya tak disangka-sangka. “Manila, kamu itu orang Bali. Urang Sunda tidak akan sembarangan minta bantuan. Kalau urang Sunda sudah minta bantuan sama kamu yang orang Bali ini, berarti mereka sudah percaya sama kamu. Pegang itu Bandung Raya, kerja yang bener,” kata Yogie.

Manila terjun mengurusi Bandung Raya meski tidak tercatat dalam kepengurusan resmi klub, hanya jabatan semacam chief de mission. Pasalnya, dia masih menjabat pemimpin STPDN.

Dana menjadi kendala dalam membangun Bandung Raya. Suntikan dana datang dari Masyarakat Transportasi Indonesia hasil lobi manajer Tri Goestoro dan Suryatna kepada Ketua PSSI, Azwar Anas yang merangkap Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Bandung Raya pun berubah nama menjadi Mastrans Bandung Raya kala terjun di Liga Indonesia musim 1995/1996.

Setelah masalah dana terpecahkan, Bandung Raya tak kesulitan mendatangkan pilar-pilar yang dibutuhkan. Mereka mendatangkan pelatih Henk Wullems dari Belanda, pemain asing Olinga Atangana dari Kamerun dan Dejan Gluscevic dari Pelita Jaya yang tergeser oleh Roger Milla dari Kamerun. Diperkuat oleh Herry Kiswanto sebagai kapten, Nuralim, Surya Lesmana, Hendriawan, Budiman Yunus, Adjat Sudradjat, Alexander Sanunu, Peri Sandria, serta kiper Hermansyah, membuat Bandung Raya jadi salah satu tim yang ditakuti di Liga Indonesia selain PSM Makassar.

Bandung Raya tampil sebagai juara Wilayah Barat dan lolos ke babak 12 besar. Tren positif mereka terus terpelihara sampai partai final kontra PSM Makassar di Stadion Senayan (kini Stadion Utama Gelora Bung Karno). Kagok Edan, Juara Sakalian! Begitu slogan Bandung Raya kala itu yang artinya “Kepalang gila, jadi juara sekalian”. Di final Bandung Raya jadi kampiun setelah menang 2-0 dari gol Peri Sandria dan Heri Rafni Kotari.

“Bandung Raya memang juara, tapi Bandung Raya bukanlah Persib. Mereka sudah menjadi yang terbaik di Indonesia, tapi tidak ada peristiwa macet totalnya jalur Jakarta-Puncak-Bandung seperti yang dibuat bobotoh Persib akibat euforia gelar kampiun. Tidak ada pula pawai keliling Kota Bandung layaknya Persib menjadi juara semusim sebelumnya. Tapi kesuksesan itu tetap membuat bangga publik Bandung,” kata Manila.

Di musim berikutnya Liga Indonesia (1996/1997), Bandung Raya tetap tampil trengginas, meski tanpa pelatih Henk Wullems yang melatih timnas PSSI dan ditinggal sponsor Mastrans yang beralih ke Pelita Jaya. Tim bebuyutan Bandung Raya itu juga meminta kembali Dejan Gluscevic.

Dengan pelatih baru, Albert Fafie yang direkomendasikan Wullems, serta rekrutan anyar Stephen Weah, Bandung Raya tampil tak mengecewakan, meski harus puas jadi finalis. Di partai puncak pada 28 Juli 1997, mereka keok 1-3 dari Persebaya Surabaya.

Di kompetisi berskala inernasional, Bandung Raya sempat mewakili Indonesia di Asian Winners Cup 1996/1997. Sukses menekuk Pahang FA asal Malaysia dengan agregat 5-1 di fase pertama Wilayah Asia Timur, sayangnya langkah mereka terhenti di fase kedua setelah kalah agregat 1-5 dari South China AA asal Hong Kong. Ini jadi masa terakhir Bandung Raya menghiasi persepakbolaan nasional. Pasalnya, mereka tak bisa lagi tampil dan mesti bubar lantaran krisis finansial. Pelatih Albert Fafie dan sejumlah pemainnya pindah ke Persija Jakarta.

Bandung Raya bangit kembali pada 2011 setelah dikuasai PT Retower Asia, investor yang membeli 65 persen saham Bandung Raya lewat Komisaris PS Bandung Tri Goestoro. Selepas musim 2011/2012, PT Retower Asia mengakuisisi Pelita Jaya Karawang milik PT Nirwana Pelita Jaya. Bandung Raya berubah nama menjadi Pelita Bandung Raya ketika tampil di Liga Indonesia 2012 di Divisi III.

Tatkala terjadi dualisme liga (Indonesia Super League dan Indonesia Premier League), Pelita Bandung Raya melonjak tampil di ISL 2013. Mereka hanya menempati posisi 15 dan harus playoff kontra Persikabo Bogor dari Divisi IV. Dalam pertandingan yang digelar di Stadion Manahan, Solo pada 22 September 2013 itu, mereka menang 2-1 berkat gol Mijo Dadic dan Gaston Castano.

Di ISL 2014, Pelita Bandung Raya diperhitungkan di Wilayah Barat. Mereka bercokol di posisi empat dan lolos ke fase perdelapan final bersama Semen Padang, Persib Bandung dan Arema Malang sebagai juara Wilayah Barat. Setelah lolos ke semifinal, langkah mereka dihentikan Persipura Jayapura lewat dua gol tanpa balas dari Boaz Salossa.

Pelita Bandung Raya kembali menghadapi masalah keuangan ketika sepakbola Indonesia disanksi FIFA. Mereka lantas merger dengan Persipasi Bekasi dan berubah nama menjadi Persipasi Bandung Raya selama satu tahun. Perjalanan Bandung Raya berakhir di Pulau Garam, Madura.

“Medio 2016, Persipasi Bandung Raya dibeli tokoh sepakbola dan politisi Achsanul Qosasi dan berubah nama lagi menjadi Madura United (FC),” pungkas Manila.

[pages]

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Ibnu Sutowo dan Anak Buahnya Kibuli Wartawan Kisah Bupati Sepuh AS Kembalikan Benda Bersejarah Peninggalan Majapahit ke Indonesia Mata Hari di Jawa Menjegal Multatuli Nobar Film Terlarang di Rangkasbitung Problematika Hak Veto PBB dan Kritik Bung Karno Ibu dan Kakek Jenifer Jill Tur di Kawasan Menteng Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak