KEJUTAN datang dari Kongres PSSI di Sofitel Hotel, Nusa Dua, Bali, Minggu 20 Januari 2019. Di hadapan para peserta kongres, Edy Rahmayadi menyatakan mundur dari jabatannya sebagai ketua umum. Selain karena ingin fokus mengurus Sumatra Utara sebagai gubernur, Edy menyangkal ingin lari dari masalah yang melanda PSSI belakangan ini.
Sebagaimana diketahui, belakangan sepakbola Indonesia kembali diguncang “gempa dahsyat” bernama skandal pengaturan skor. Satgas Antimafia yang dibentuk Kapolri sudah menciduk sepuluh tersangka match fixing. Kendati begitu, eks Pangkostrad itu mengaku keputusannya mundur bukan ingin menghindar dari perkara itu.
“Biar saya keluar demi PSSI yang lebih baik. Demi Allah bukan karena saya mau menyerah. Tapi kepentingan bangsa ini segala-galanya. Saya mundur bukan karena saya tak bertanggung jawab. Mudah-mudahan wartawan membantu PSSI lebih baik,” kata Edy dalam pidatonya, dikutip Kumparan, Senin 21 Januari 2019.
Dengan begitu, menurut statuta PSSI, Wakil Ketua Umum (Waketum) Joko Driyono akan menjadi pelaksana tugas (plt) hingga masa periode resmi Edy berakhir pada 2020. Tapi toh setelah pengangkatannya sebagai plt, tetap deras di lini masa media sosial muncul tanda pagar #JokoDriyonoOut. Pertanda bahwa sebagian pecinta bola menginginkan sosok pemimpin dari “rezim” berbeda. Belum lagi Joko Driyono juga masuk di daftar figur yang mesti ikut diperiksa Satgas Antimafia Polri sebagai saksi.
Sepakbola gajah
Guncangan terhadap PSSI hingga mundurnya sang ketum bukan terjadi kali ini saja. Sekira 24 tahun lalu, Azwar Anas juga mundur sebagai ketum PSSI karena timnas Indonesia melakoni dagelan “sepakbola gajah” di Piala Tiger 1998 (kini AFF Cup). Mundurnya Azwar mengharuskan Agum Gumelar mengisi jabatannya.
Retno Kustiati dan Fenty Effendy dalam biografi Agum Gumelar: Jenderal Bersenjata Nurani mengungkapkan insiden “sepakbola gajah” terjadi pada 31 Agustus 1998, tatkala timnas Indonesia meladeni Thailand di partai terakhir Grup A Piala Tiger. Dalam laga yang berjalan alot dengan kondisi lapangan Thống Nhất Stadium yang buruk itu, Indonesia sengaja kalah 2-3 dari Thailand.
Baca juga: Kisah sepakbola gajah untuk tujuan mulia?
“Mursyid Effendi, bek timnas Indonesia, melakukan gol bunuh diri sehingga membuat Indonesia kalah 2-3. Sebenarnya, sejak awal kedua tim ini tidak menunjukkan sportivitas berolahraga. Baik Indonesia maupun Thailand sama-sama tidak mau menang karena menghindari bertemu tuan rumah Vietnam di semifinal. Thailand memang tidak sportif tapi Indonesia lebih tidak sportif lagi dengan gol bunuh diri itu,” tulis Retno dan Fenty.
Di semifinal, Indonesia dikalahkan Singapura (1-2) yang keluar sebagai juara setelah mengalahkan Vietnam (1-0). Sedangkan Indonesia menempati posisi ketiga setelah mengalahkan Thailand melalui adu penalti (5-4).
Skandal itu membuat FIFA menjatuhkan sanksi: Mursyid dilarang bertanding seumur hidup, dan masing-masing federasi Indonesia dan Thailand didenda US$40 ribu.
Insiden ini juga jadi tamparan keras buat Azwar Anas. “Ya, Azwar Anas sangat terpukul, dan sebagai pemimpin, sebagai ketua umum PSSI yang bertanggung jawab, dia mengundurkan diri secara ksatria,” tulis Abrar Yusra dalam biografi Azwar Anas: Teladan dari Ranah Minang.
Keputusan Azwar mengundurkan diri telah bulat setelah Agum Gumelar berkenan menggantikannya. “Tolonglah, Gum. Bapak sudah capek,” ungkap Azwar kepada Agum. Keputusan mundur Azwar diumumkan pada akhir Agustus 1998.
“Saya mundur secara ksatria. Orang-orang angkatan saya masih bekerja menurut nilai-nilai. Kami tidak bekerja dengan target utama mencari uang, meskipun uang itu perlu. Kehormatan atau martabat adalah yang nomor satu. Kami tidak sanggup menahan rasa malu, apalagi malu sebagai bangsa! Meskipun demikian, saya tidaklah heran jika ada yang berpendapat bahwa sikap saya terhadap kasus-kasus sepak bola gajah berlebih-lebihan,” kata Azwar.
Baca juga: Kala Persipura pernah sengaja mengalah di Vietnam
Agum baru secara resmi diangkat jadi pejabat ketua umum pada Sidang Paripurna PSSI pada 30 Oktober 1998. Azwar mengaku percaya pada Agum yang berjanji membenahi PSSI dari sisi organisasi maupun SDM.
“Dia bukan orang baru di PSSI. Saya kenal betul dengannya ketika kami sama-sama menjadi pengurus PSSI pada tahun 1991 hingga 1995,” kata Azwar.