Masuk Daftar
My Getplus

Jakmania Setia Mengawal Persija

Di mana ada Persija, di situ ada Jakmania sejak lahir setahun sebelum Reformasi.

Oleh: Randy Wirayudha | 15 Mei 2018
The Jakmania, suporter yang loyal mendampingi Persija di tiap laga (Foto: persija.id)

KEPRIHATINAN terhadap tak adanya organisasi suporter Persija membuat Tauhid Ferry Indrasjarief dan puluhan penggemar lain klub ibukota itu duduk bareng mencari pemecahan. “Kita diskusi tentang keinginan jadi member buat pendukung Persija,” ujar Ferry kepada Historia.

Diskusi intens mereka lalu membuahkan hasil dengan berdirinya The Jakmania yang bertahan hingga kini. Keberadaan The Jak melanjutkan organisasi-organisasi suporter Persija yang pernah ada. Berbeda dari Persib yang sejak 1937 selalu diiringi Bobotoh, suporter terorganisir Persija timbul-tenggelam dan tak pernah lama.

Pada 1930-an, Persija yang masih bernama Voetbal Indonesische Jacatra (VIJ) punya VIJers. Kelompok suporter ini tak hanya rajin menyambangi pertandingan-pertandingan kandang VIJ, di Pulo Piun, tapi juga tandang. Menurut Ario Yosia dkk. dalam Gue Persija, VIJers turut hadir kala Persija bertandang ke Lapangan Kebon Pala, markas tim Persatoean Perkoempoelan Voetbal Indonesia Meester Cornelis (PPVIM), atau ke markas Persitas Tasikmalaya pada 1934.

Advertising
Advertising

Namun, VIJers mandek seiring terhentinya aktivitas Persija pada masa pendudukan Jepang. Setelah kemerdekaan, VIJers benar-benar hilang lantaran bergantinya nama VIJ menjadi Persija.

Setelah itu, Persija selalu main tanpa suporter “resmi”. Stadion Menteng atau Senayan tempat Persija memainkan laga memang acap penuh penonton, tapi mereka hanya pribadi-pribadi penggemar Persija, bukan fans yang tergabung dalam sebuah organisasi.

Keadaan seperti itu berakhir pada 7 Desember 1994 kala Persija menjamu Bandung Raya di edisi perdana Liga Indonesia. Di laga itu, kelompok suporter Persija terorganisir bernama Persija Fans Club (PFC) muncul. “Iya dulu saya dukung Persija zaman kuliah, itu ada Persija Fans Club. Banyak artis-artisnya yang ikut dukung. Ketuanya malah pernah juga Dicky Zulkarnaen, Oddie Agam. Artis-artis lain yang ikut PFC itu juga ada Nia Zulkarnaen, Ari Sihasale, Reni Jayusman, Jelly Tobing, Chintami (Atmanegara),” ujar Ferry.

Di pertandingan-pertindangan Persija, mereka kerap menggunakan atribut, mulai syal hingga kaos, berwarna merah atau perpaduan merah-putih. Keanggotaan mereka ditandai dengan kepemilikan kartu anggota.

Ketua pertama PFC dijabat manajer Persija U-21 Zulfikar Utama. PFC membawa Persija lebih dekat dengan kultur Betawi. Alhasil, julukan “Macan Kemayoran” diganti jadi “Si Jampang”. Sayang, laiknya VIJers, eksistensi PFC tak bertahan lama. “Kemudian hilang begitu saja,” kata Ferry.

Gelora Jakmania

Buruknya prestasi Persija di Liga Indonesia II (peringkat 13 wilayah Barat) dan III (peringkat 14 wilayah Barat) menyebabkan PFC tinggal nama. Ketiadaan organisasi suporter itu membuat prihatin banyak fans Persija. Sekira 40 fans Persija, termasuk Ferry, lalu merintis organisasi suporter baru pada 1997. 

“Ya berawal dari obrolan gue dengan beberapa teman dari Commandos (suporter Pelita Jaya). Kita diskusi tentang keinginan jadi member buat pendukung Persija. Lalu kita omongin ke manajer Persija saat itu, Diza Rasyid Ali. Dia lalu mengarahkan ke humas Persija Edi Supatmo. Dari situ kita ditantang sama mereka untuk bikin sendiri fans club,” kata Ferry kala menerima Historia di kediamannya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Rapat berikutnya mereka lepas dari tangan manajemen klub. Pada pertemuan di Graha Wisata Kuningan, Jakarta Selatan, 19 Desember 1997, mereka sepakat membentuk fans club dengan 40 anggota pertama. Markas pertama mereka di Stadion Menteng.

Meski sudah berdiri, organisasi suporter mereka belum punya nama. “Waktu di Menteng, sempat lihat spanduk, tulisannya: ‘Welcome The Jak’. Dijelaskan manajemen, ternyata itu julukan baru Persija. Oh, kalau gitu suporternya biar kayak (band legendaris) The Beatles yang pendukungnya Beatlesmania, kita The Jakmania aja. Nama itupun disepakatin,” sambung pria kelahiran Bandung, 18 Februari 1965 itu.

Para pionir Jakmania lalu mendapuk Muhammad Gunawan Hendromartono alias Gugun Gondrong jadi ketua umum pertama. “Ya dulu milihnya aklamasi aja. Kalau Gugun karena dia public figure. Terus gue ketua 1, sementara posisi yang lain juga main tunjuk aja yang ada di situ,” imbuh Ferry.

Mereka lalu menetapkan logo jemari membentuk huruf “J” sebagai logo Jakmania. Ide logo datang dari Edi Supatmo, humas Persija. “Awalnya logo kita sudah sempat dibikin kawan kita, Heri. Logonya berupa pantulan bola berbentuk huruf ‘J’ dan titiknya itu gambar bola. Sudah kita pakai selama tiga bulan, tapi mas Edi bilang, dia ada logo baru, ya yang seperti sekarang ini dan kita setuju semua,” tuturnya. Logo itulah yang menginspirasi Ketua Gugun mencetuskan salam Jakmania berupa acungan tangan kiri di mana jemari membentuk huruf “J”.

Seiring bergantinya jersey Persija jadi berwarna oranye, atribut Jakmania ikut serba oranye. “Warna oranye itu memang baru zaman Bang Yos (Gubernur DKI Sutiyoso) muncul. Kenapa oranye, belum terjawab. Banyak versi. Salah satu versinya, karena Bang Yos nggak pengin (menyamai) warna partai. Waktu itu kan partai masih cuma tiga: hijau (PPP), kuning (Golkar), merah (PDI). Makanya yang ditampilin oranye (untuk Persija dan Jakmania),” ujar Ferry.

Hingga kini, kata Ferry, jumlah anggota Jakmania berkartu anggota mencapai 48 ribu. Jumlah itu terus bertambah dengan bermunculannya fans club anyar macam Jak Angel, Curva Nord Persija, Ultras Persija, Jak Kampus, dan lain-lain di berbagai kota.

Alhamdulillah semua masih satu atap. Walau dia alirannya Ultras, Hooligans atau yang lain, ya silakan saja selama masih dalam satu komando (Jakmania). Mayoritas dari mereka juga semua anggota kita. Di Curva Nord misalnya. Para leader-nya itu anggota kita zaman gue ketua dulu (1999-2005). Beda dengan kota-kota lain, di Jakarta harus tetap ada satu payung yang mengayomi mereka semua,” tandas Ferry yang kembali jadi “panglima” Jakmania untuk periode 2017-2020.

Baca juga: 

Persija dari Masa ke Masa
Persija dan PSMS Berbagi Trofi Juara
Bobotoh, Suporter Militan yang Patut Dicontoh
Viking, Antara Lawan dan Kawan

TAG

Jakmania Persija Sepakbola suporter

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia