Masuk Daftar
My Getplus

Yoga Sugomo, Kepala Intelijen Kehilangan Dokumen

Dokumen rahasia lenyap di pesawat. Laporan ke Soeharto pelakunya perempuan.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 27 Agt 2019
Kiri-kanan: Pangkopkamtib Laksamana TNI R. Soedomo, Kaskopkamtib Jenderal TNI Yoga Sugomo, dan Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Jusuf, dalam sidang kabinet terbatas bidang Polkam di Bina Graha. (Perpusnas RI).

Pesawat Thai International Airways yang ditumpangi Yoga Sugomo dan Mayor Mufti mendarat di Singapura. Saat itu, Yoga memegang tiga posisi intelijen: Kepala G-I Hankam, Komandan Satgas Intel Kopkamtib, dan Kepala Pusat Intelstrat. Sedangkan Mufti menjabat Sekretaris G-I Hankam. Yoga menuju Dusseldorf, Jerman Barat, untuk memberikan briefing (pengarahan) kepada para atase militer Indonesia di Eropa pada 15 Oktober 1970.

Yoga tak menyangka kalau kejadian waktu transit di Singapura itu akan mengakhiri kariernya di dunia intelijen untuk sementara.

Yoga mempelajari intelijen sejak masa pendudukan Jepang. Dia belajar intelijen di Akademi Militer (Rikugun Shikan Gakko) di Tokyo selama tiga tahun (1942-1945). Kolonel Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia, meminta kepada Markas Besar Angkatan Darat untuk memberangkatkan Yoga ke Inggris. Pada 1949-1950, Yoga memperdalam pengetahuan intelijen di pusat pendidikan intelijen bergengsi MI6 atau Secret Intelligence Service di Maresfield, Inggris, bersama Kapten Dolf Runturambi dan Kapten Soetarto Sigit.

Advertising
Advertising

Baca juga: Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia

Sekembali dari Inggris, Yoga menjabat Asisten I (intelijen) di Teritorium IV Diponegoro di Jawa Tengah (kemudian menjadi Kodam Diponegoro). Dia menggalang kekuatan, di antaranya dukungan pasukan dari Kapten Ali Moertopo, untuk menggagalkan penunjukkan Kolonel Bambang Supeno sebagai Panglima Teritorium IV Diponegoro.

Yoga pun berhasil menaikkan posisi Letkol Soeharto dari Kepala Staf menjadi Panglima Teritorium IV Diponegoro. Dia menarik Ali Moertopo dari kesatuan tempur menjadi perwira staf di Asisten IV (teritorial). Ketika menjabat Panglima Kostrad, Soeharto menarik Yoga dari atase militer di Yugoslavia menjadi asistennya. 

Menurut sejarawan Asvi Warman Adam, ketika terjadi Gerakan 30 September 1965, Yoga yang bertemu Ali Moertopo di Kostrad langsung berkesimpulan “ini pasti perbuatan PKI. Kita tinggal mencari bukti-buktinya.” Jadi, kesimpulan diambil lebih dulu, baru dicari pembuktiannya.

Baca juga: Asvi Warman Adam: Saya Bukan Pengkhianat Negara

Trio Soeharto-Yoga-Ali Moertopo mengawali gebrakannya pada awal Orde Baru dengan mengakhir Konfrontasi dengan Malaysia. Sepanjang Orde Baru, mereka bekerja sama walaupun hubungannya juga mengalami pasang surut.

David Jenkins dalam Soeharto & Barisan Jenderal Orba menyebut bahwa di dalam kelompok inti sekitar Soeharto, terdapat kelompok inti lingkaran dalam, yang paling penting adalah Yoga Sugama, Ali Moertopo, Sudomo, dan Benny Moerdani. Soeharto bergantung pada Yoga, Ali, dan Benny dalam bidang intelijen, sedangkan Sudomo memiliki kekuasaan luar biasa dalam bidang keamanan.

“Orang-orang yang sangat terpercaya dari ‘kelompok inti lingkaran dalam’ cenderung tetap berada di posisinya melampaui kebiasaan masa tugas selama dua tahun,” tulis David Jenkins. 

Baca juga: Cerita Yoga Soal Kostrad Dituduh Menculik Dewi Sukarno

Kendati demikian, Soeharto tak selamanya menggantungkan diri kepada kelompok inti lingkaran dalam itu. Soeharto akan menyingkirkannya setelah tak diperlukan apalagi kalau ada yang mengancam kekuasaannya. Sehingga Soeharto pun tetap mantap dalam kekuasaannya. 

Presiden Soeharto menyalami Yoga Sugomo setelah menerima Bintang Mahaputra Adipradana di Istana Negara. (Repro Jenderal Yoga: Loyalis di Balik Layar).

Kehilangan Jabatan Intelijen

Seperti halnya Yoga yang menjabat Kepala Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara) pada 1966, sebelumnya KIN (Komando Intelijen Negara), sebuah lembaga intelijen baru pengganti BPI (Badan Pusat Intelijen).

Menurut B. Wiwoho dan Banjar Chaeruddin dalam biografi Jenderal Yoga, Loyalis di Balik Layar, terbitan baru dari Memori Jenderal Yoga, ketika Yoga baru saja melepaskan jabatannya sebagai Kepala Bakin pada 1969 untuk pindah ke G-I Hankam, dia diberi tahu oleh Ali Moertopo, bahwa Presiden Soeharto marah kepadanya karena ada yang melaporkan bahwa Yoga tidak mau pindah dari Bakin ke G-I Hankam.

Yoga dipanggil Soeharto ke Istana Merdeka. Namun, ajudan memberi tahu bahwa dia hanya diterima lima menit.

Soeharto bertanya, “Apa benar kau berkata begitu?”

“Tidak,” jawab Yoga, “Sungguh saya tidak mengatakannya.”

“Mungkin kau mengatakannya sambil bercanda,” kata Soeharto mendesaknya.

Ali Moertopo pernah mengingatkan bahwa ada yang tidak ingin melihat Yoga berhubungan dekat dengan Soeharto.

Setelah tak menjabat Kepala Bakin, Yoga masih merangkap jabatan sebagai Kepala G-I Hankam, Komandan Satgas Intel Kopkamtib, dan Kepala Pusat Intelstrat. Namun, semuanya hilang setelah kejadian di pesawat waktu transit di Singapura.

“Pada 1971, Yoga kehilangan tiga posisi intelijen yang dijabatnya karena adanya pelanggaran prosedur keamanan yang serius,” tulis Ken Coboy dalam Intel, Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia.

Baca juga: Cerita di Balik Pembentukan Badan Intelijen Strategis

Menurut Wiwoho dan Banjar, Yoga dan Mufti turun dari pesawat dengan meninggalkan tas masing-masing karena waktu transit sebagaimana lazimnya tidak lama (40-60 menit). Ketika mereka naik kembali, tas milik Mufti yang warnanya sudah agak kusam lenyap. Sedangkan tas milik Yoga yang masih baru tetap di tempatnya. Tas milik Mufti lenyap bersama dokumen-dokumen penting di dalamnya.

Yoga tetap melanjutkan perjalanan. Namun, setibanya di Dusseldorf, berita kehilangan dokumen tersebut sudah lebih dulu sampai. Bahkan, laporannya sudah diterima Presiden Soeharto.

“Diperoleh kabar, Presiden Soeharto sudah menerima laporan tersebut, yang isinya: dokumen hilang di hotel tempat Yoga menginap. Ada wanita masuk ke hotel itu,” tulis Wiwoho dan Banjar.

Yoga membantah tuduhan itu karena tidak menginap di hotel. Dia dikenai teguran administratif. Untuk merahabilitasi namanya, Panglima Kopkamtib Jenderal TNI Soemitro memberinya tugas mengamankan pelaksanaan Pemilu.

Baca juga: Yoga Menggunakan Cara Jawa untuk Melengserkan Soeharto

Setelah selesai tugas mengamankan Pemilu, Yoga ditugaskan menjadi Wakil Kepala Perwakilan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Yoga menyerahkan posisinya sebagai Kepala G-I Hankam kepada M. Kharis Suhud.

“Walaupun dia bersikeras bahwa kehilangan tersebut karena keteledoran bawahannya, Yoga tetap dianggap bertanggung jawab dan dipinggirkan ke New York,” tulis Ken Conboy.

Setelah pecah Peristiwa Malari (15 Januari 1974), Yoga dipanggil kembali ke Jakarta. Soeharto kembali mengangkatnya menjadi Kepala Bakin (1974-1989) dan menugaskannya untuk membuat analisis Peristiwa Malari. Selain itu, dia juga menjabat Kepala Staf Kopkamtib dari 1978 sampai 1980.

Hubungan Yoga dan Soeharto mencapai klimaksnya setelah dia menyarankan Soeharto mengundurkan diri pada 1985. Tentu saja Soeharto menolak dan tetap berkuasa hingga gerakan Reformasi memaksanya lengser.

Yoga Sugomo meninggal dunia pada 23 April 2003.

TAG

intelijen yoga sugomo

ARTIKEL TERKAIT

Mata Hari di Jawa D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman Sepak Terjang Spion Melayu Adam Malik Sohibnya Bram Tambunan Operasi Monte Carlo, Misi Intelijen Koes Bersaudara Satu-satunya Perempuan Amerika yang Dieksekusi Hitler Bapaknya Indro Warkop Jenderal Intel Ali Moertopo Disebut Pernah Jadi Agen Belanda Roebiono Kertopati, Bapak Persandian Indonesia Kiprah Putin di KGB