Masuk Daftar
My Getplus

Satgultor 81: Musuh Teroris dari Cijantung

Benny Moerdani berada di balik pembentukan pasukan khusus antiteror pertama Indonesia.

Oleh: Martin Sitompul | 22 Mei 2018
Parade Sat-81 Gultor. Sumber : indonesiaeliteforces.tripod.com.

Rentetan teror mengatasnamakan agama menguar sepekan belakangan ini. Setelah aksi bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, menyusul penyerangan markas polisi di Pekan Baru, Riau. Kebanyakan yang menjadi korban adalah warga sipil. Untuk mengatasinya, pemerintah sedang mempersiapkan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab).

Koopsusgab dibentuk pada 2015 di masa kepemimpinan Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Meski hanya berjumlah 90 orang, Koopsusgab disebut-sebut sebagai unit pasukan antiteror paling mematikan. Personelnya berasal dari pasukan elite gabungan tiga matra: Satuan (Sat)-81 Gultor Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat, Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Angkatan Laut, dan Satuan Bravo (Satbravo) 90 Korps Pasukan Khas Angkatan Udara. Dari ketiganya, Sat-81 Gultor menjadi pasukan yang merintis operasi antiteror pertama di Indonesia.   

“Itulah inti pasukan pilihan diantara pasukan pilihan di Kopassus pada waktu itu,” kata Luhut Panjaitan, komandan pertama Sat-81 Gultor kepada Hendro Subroto dalam Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando. Ketika dipimpin oleh Luhut, Sat-81 Gultor masih bernama Detasemen 81/Antiteror. Bagaimana kisah pembentukannya?  

Advertising
Advertising

Ide Benny Moerdani

Pada awal 1979, Letjen Benny Moerdani memanggil Letkol Sintong Panjaitan, Asisten 2/Operasi Kopassandha (kini Kopassus). Selaku Kepala Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat), Benny menyampaikan analisis tentang berbagai macam kemungkinan yang setiap saat harus dihadapi oleh aparat keamanan. Salah satu topik utama bahasan itu adalah kemungkinan timbulnya ancaman teroris.

Menurut Benny sebagaimana dituturkan Julius Pour dalam Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan, ancaman tersebut antara lain akan muncul dalam bentuk pembajakan pesawat. Pada dekade 1970-an, aksi pembajakan pesawat serta penyanderaan penumpang cukup sering menjadi modus operandi teroris di berbagai negara. Karena dengan membajak pesawat, teroris bisa mendapat publikasi yang murah, langsung, dan meluas.

Baca juga: Teroris Membajak Pesawat Garuda

Benny kemudian meminta Sintong menyiapkan sebuah pasukan khusus antiteror. Sintong juga diminta membuat bahan perbandingan dengan pasukan sejenis di negara lain. Untuk itu, dua perwira menengah Kopassandha dikirimkan ke luar negeri. Mereka adalah Mayor Luhut Panjaitan dan Kapten Prabowo Subianto. Keduanya menempuh pendidikan di Greenzschutzgruppe (GSG)-9, satuan antiteror Polisi Federal di Jerman Barat.  

Terjadinya peristiwa pembajakan pesawat Garuda “Woyla” pada Maret 1981 kian mempercepat pembentukan pasukan antiteror. Setibanya Luhut dan Prabowo kembali di Indonesia, pasukan khusus antiteror yang terorganisasi mulai dipersiapkan. Pasukan tersebut mengambil personelnya sendiri dari Kopassandha. Luhut dan Prabowo didapuk sebagai komandan dan wakil komandan pertama.   

Di Balik Angka 81

Seleksi pasukan hendak bergulir namun Kopassandha belum menentukan nama unit pasukan antiterornya. Benny menyarankan agar Luhut menanyakannya kepada Panglima ABRI Jenderal M. Jusuf. Ketika Jusuf meninjau ke markas Koppasandha, Luhut dan Prabowo menghadap. Mereka mengusulkan detasemen antiteror yang baru diberi nama Detasemen 81/Antiteror. Alasannya, detasemen antiteror dibentuk pada akhir tahun 1981. Namun secara resmi, Den 81/Antiteror berdiri pada 30 Juni 1982.

“Itu sudah betul. Saya setuju nama Detasemen 81/Antiteror,” jawab M. Jusuf. Persetujuan Jusuf berdasarkan angka 81 bila dijumlahkan hasilnya 9. Pesawat Hercules yang selalu digunakan Jusuf mempunyai call sign A-1314. “Jumlah angkanya juga 9. Angka paling bagus itu,” kata Jusuf sebagaimana dituturkan Luhut kepada Hendro Subroto.  

Baca juga: Isu Senjata untuk Kudeta

Den 81/Antiteror merupakan satuan yang dikehendaki Benny Moerdani dalam menghadapi teroris. Koordinasi antara Den 81/Antiteror dengan pihak intelijen Hankam cukup rapat. Satuan elite itu selalu mendapat pasokan informasi dari staf Intelijen Hankam melalui jaringan radio. Bahkan, anggota Den 81/Antiteror dipercaya menyaksikan gudang senjata Asintel Hankam dan penyimpanan kendaraan untuk presiden. Kerap juga mereka diikutsertakan mengamankan perjalanan Presiden Soeharto ke luar negeri maupun kunjungan kerja di dalam negeri.

Pasukan Andalan

Disamping kemampuan dasar antiteror, setiap anggota Den 81/Antiteror paling tidak menguasai satu spesialisasi. Susunan kelompok Den 81/Antiteror terdiri dari komandan dan wakil komandan kelompok (spesialisasi: intelijen, operasi, dan administrasi logistik), bintara zeni, bintara perhubungan, bintara perintis (pendaki serbu, free fall), tamtama perintis 1 (penembak runduk, scuba), tamtama perintis 2 (pendaki serbu, free fall), bintara senjata (peralatan), tamtama senjata (peralatan, mekanik, otomotif). Susunan spesialisasi dapat diubah sesuai dengan kebutuhan operasi.

Baca juga: Misi Prabowo dalam Operasi Mapenduma

Di level elite Kopassandha, Den 81/Antiteror menempati puncak piramida. Di tingkat bawah piramida adalah Parakomando sedangkan Sandiyudha (intelijen tempur) di bagian tengah. Den 81/Antiteror yang berada dipucuk atas berjumlah sekira 10 persen dari seluruh anggota pasukan Baret Merah. “Dengan demikian, Den 81/Antiteror bukan hanya menjadi pasukan inti dari Kopassandha tetapi menjadi pasukan inti ABRI,” tulis Hendro.  

Menurut Nino Oktorino dalam Greatest Raids: Kisah-kisah Operasi Pembebasan Sandera, Den 81/Antiteror dilatih dengan teknik yang digunakan pasukan kontra-teroris dan penyelamatan sandera. Sebuah unit kecil berkekuatan 300 personel yang dapat dipanggil 24 jam sehari, sepanjang tahun, untuk melakukan misi-misi khusus.

Pada awal 1990-an, Den 81/Antiteror dibubarkan. Ia  kemudian digabungkan ke dalam Kopassus (yang markas besarnya terletak di kawasan Cijantung, Jakarta Timur) dengan nama Satuan-81 Penanggulangan Teror (Gultor). Selama sedekade eksistensinya, mereka diketahui berlatih bersama-sama dengan SFOD-D dari Amerika Serikat, GSG-9 di Jerman, SAS Inggris dan Australia, serta pasukan khusus Malaysia. Bahkan, sekalipun tidak pernah dibenarkan maupun dibantah, ada desas-desus Sat 81 Gultor telah berlatih bersama Sayeret Matkal, Pasukan Khusus Angkatan Bersenjata Israel. Adapun perlengkapan dan persenjataan yang digunakan berasal dari berbagai negara, seperti Minimi  buatan Belgia, M16 buatan Amerika, Mini-Uzi buatan Israel, dan tentu saja senapan serbu MP5 buatan Jerman.

Baca juga: Kejanggalan Operasi Mapenduma

“Sebagian besar operasi mereka dirahasiakan,” tulis Nino. “Namun sudah menjadi pengetahuan umum bahwa unit ini berpartisipasi dalam berbagai operasi untuk menghadapi kelompok separatis di Aceh dan Timor-Timur (kini Timor Leste).”
 

TAG

TNI Kopassus Terorisme

ARTIKEL TERKAIT

Bambang Utoyo, KSAD Bertangan Satu Evolusi Angkatan Perang Indonesia Saat Baret Merah Dilatih Pasukan Katak Kisah Perwira TNI Sekolah di Luar Negeri Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian II – Habis) Dari Pemberontakan ke Pemberontakan (Bagian I) Penerbangan Terakhir Kapten Mulyono Kapten Mulyono, Penerbang Tempur Pertama Indonesia Suka Duka Pasukan Perdamaian Indonesia di Gaza Pratu Misdi, Pasukan Perdamaian Indonesia yang Gugur di Gaza