Masuk Daftar
My Getplus

Yōkai, Amabie, dan Pandemi

Menengok khazanah makhluk gaib berkekuatan spiritual Jepang. Ada Amabie yang kembali viral sejak pandemi.

Oleh: Randy Wirayudha | 23 Jun 2022
Khazanah makhluk halus Jepang di Pameran keliling “Yōkai Parade: Supernatural Monsters from Japan” (Foto: Randy Wirayudha/Historia)

KENDATI dikenal sebagai negara maju dengan banyak produk high tech yang dihasilkannya, Jepang ternyata juga punya hantu. Sebutannya yōkai.

Ratusan yōkai itu tengah “mampir” ke Indonesia. Tentu bukan dalam wujud asli mereka, melainkan dalam bentuk puluhan benda seni yang dipamerkan dalam pameran bertajuk “Yōkai Parade: Supernatural Monsters from Japan”. Pameran keliling itu dihelat di Bentara Budaya, Jakarta, sepanjang 17-27 Juni 2022 dan diprakarsai Bentara Budaya bekerjasama dengan The Japan Foundation Jakarta.

Sebelumnya, pameran serupa mampir ke Ljubljana, Slovenia (22 April-13 Juni 2021); Roma, Italia (9 Juli-22 Oktober 2021); St. Petersburg, Rusia (12 November-5 Desember); dan Ankara, Turki (16 Februari-14 Maret 2022). Usai Jakarta, giliran Korea Selatan dan Selandia Baru yang bakal disatroni ratusan yōkai itu, namun waktunya belum ditentukan.

Advertising
Advertising

Baca juga: Menyesapi Cerita-Cerita Tersembunyi di Pameran Revolusi!

Para pengunjung di pameran “Yōkai Parade" di Bentara Budaya Jakarta (Randy Wirayudha/Historia.id).

Ratusan yōkai itu dipamerkan dalam 84 benda seni lintas zaman, dari era Kamakura (1185-1333), Zaman Edo (1603-1867), Era Meiji (1868-1912), hingga zaman Shōwa (1926-1989), yang direproduksi tahun 2020 oleh para seniman Jepang. Beberapa benda itu dipinjam dari kolektor, mayoritas dipinjam dari Yumoto Koichi Memorial.

Benda-benda seni itu meliputi picture scroll (gambar-gambar lukisan gulung), buku-buku bergambar, dan nishiki-e (lukisan cetak di atas balok kayu). Saking sudah populernya di benak masyarkat Jepang, sosok yōkai juga eksis lewat beragam mainan tradisional bergambar, semisal sugoroku (ular tangga), permainan kartu karuta, ataupun mainan papan omocha-e.

“Lucu-lucu setan Jepang ya. Mungkin bagi mereka (yōkai) itu seram tapi bagi orang lain (non-Jepang) lucu. Mungkin sama kali kalau orang Jepang ngeliat pocong, lucu, jadi kayak permen,” kata Ragina Oksavinata, salah satu pengunjung pameran.

Baca juga: Serba-serbi Superhero Pertama Asia

Patung yōkai yang terkesan seram di sudut ruang pamer. (Randy Wirayudha/Historia.id).

Namun, kesan itu jelas amat subjektif. Seram-tidaknya yōkai pasti berbeda-beda di benak tiap orang. Patung yōkai setinggi sekira satu meter di salah satu sudut ruang pameran, misalnya, wujudnya berbadan manusia yang hanya mengenakan fundoshi (celana dalam khas Jepang) tapi berkepala seperti kucing bertanduk satu, dan dilengkapi taring-taring tajam. Sepasang matanya pun menonjol keluar. Sosoknya malah mirip (karakter) Doraemon mengidap proptosis.

“Tidak semuanya seram. Ada banyak yōkai yang unik walau selama ini saya belum pernah melihat atau bertemu yōkai asli di dunia nyata. Saya sendiri sangat suka Sunekosuri karena yōkai ini sangat imut,” ungkap Tomomi Nishikawa, mahasiswi Kamakura Women’s University tersebut dengan bahasa Inggris via pesan singkat.

Baca juga: Khazanah Hantu Indonesia

Sunekosuri, kata Tomomi, jauh lebih gemas dan lucu ketimbang patung yōkai di atas. Yōkai yang kisahnya meluas via mulut ke mulut dari Prefektur Okayama itu bukan jenis yōkai jahat.

Menurut sejarawan Satou Seimei dalam Current Dictionary of Yōkai Worldwide, wujudnya kadang menyerupai anjing tapi lebih sering menyerupai kucing manis. Ia gemar menggosok-gosokkan tubuhnya ke antara dua kaki setiap manusia yang ditemuinya di manapun, terutama di Kuil Iryō-dō di Nankaichi yang konon jadi tempat Sunekosuri berasal.

“Wujudnya seperti kucing atau anjing. Kata cerita-cerita orangtua, Sunekosuri suka muncul di malam hari pas hujan. Dia memang tidak jahat. Cuma iseng saja mengelus-elus di antara dua kaki. Jadinya kita akan susah untuk jalan,” imbuh Tomomi.

Sunekosuri, yōkai yang dikenal sedikit jahil pada manusia. (yokai.com/Twitter @ToeiAnimation).

Amabie Memperingatkan Pandemi

Yōkai juga punya beragam kelakuan. Banyak yang jahil, bahkan jahat, mengingat punya kemampuan supranatural. Namun, ada pula yang ramah.

Ada pula yōkai yang muncul sebagai wangsit atau ramalan peringatan karena dikenal akan spiritualitasnya. Salah satu sosoknya bahkan dipercaya masyarakat Jepang hingga saat ini di tengah pandemi. Yōkai ini dipamerkan lewat dua lukisan yang diletakkan dalam sebuah etalase transparan yang terletak di satu seksi tersendiri di ruang pamer Bentara Budaya. Satu berupa gambar ilustrasi dan satu lagi nishiki-e (papan cetakan bergambar) dari zaman Edo dan Meiji.

Wujud yōkai itu seperti ikan duyung bersisik dan berkaki tiga dengan kepala mirip burung lengkap dengan paruh dan berhelai-helai rambut panjang terurai. Yōkai ini dikenal dengan Amabie dan kadang disebut Amabiko atau Amahiko, tergantung pengucapan lidah orang-orang di berbagai wilayah Jepang.

Baca juga: Menikmati Pameran “Para Sekutu Yang Tidak Bisa Berkata Tidak

Ragam benda seni yang dipamerkan di pameran “Yōkai Parade". (Randy Wirayudha/Historia.id).

Peneliti Arsip Prefektur Fukui, Eishun Nagano, dalam Yogenjū Amabiko kō: Amabiko wo Tegakari ni (terj. Consideration on Prophetic Beast Amabiko: Using Umibiko as Hint), mengungkapkan asal-usulnya. Menurutnya, penampakan Amabiko pertamakali muncul di Provinsi Higo (kini Prefektur Kumamoto) pada zaman Edo, tepatnya di bulan keempat tahun Kōka ke-3 atau pertengahan Mei 1846 Masehi.

Menurut legenda tersebut, Amabie terlihat di laut pada malam. Kemunculannya yang menggegerkan warga diinvestigasi para pegawai kota ke pesisir pantai. Sketsa dari hasil investigasinya menggambarkan rupa Amabie seperti yang disebutkan di atas.

“Kemunculannya juga disebutkan membawa ramalan: ‘Panen yang melimpah akan berlanjut selama enam tahun dari sekarang, jika penyakit mewabah, buatlah gambar penampakanku dan tunjukkan gambarku kepada mereka yang jatuh sakit.’ Setelahnya Amabiko itu hilang lagi ditelan air laut,” ungkap Nagano.

Baca juga: Kengerian Pandemi Global dalam Lukisan

Benda-benda seni yang menggambarkan sosok Amabie. (Randy Wirayudha/Historia.id).

Wangsit Amabie itu dengan cepat merasuk ke benak masyarakat di Jepang. Terlebih, kemunculannya di tahun 1846 itu bak memperingatkan masyarakat Jepang akan wabah flu 1847-1848. Tak ayal gambar-gambar Amabie bertebaran di berbagai media seni rupa maupun di leaflet, dan suratkabar kala itu.

Tetapi sejak era Meiji, sosok Amabie dilupakan. Ia baru mulai diperkenalkan kembali oleh seniman manga (komik/novel bergambar) Mizuki Shigeru ketika menyelipkan sosok Amabie ke dalam serial komik GeGeGe no Kitarō pada 1960-an. Meski begitu, sosok Amabie tak sepopuler sebelumnya.

Baca juga: Pesona Carnevale Venezia di Tengah Pandemi

Enam dekade berselang, pagebluk Covid-19 menghajar Jepang. Trio seniman manga Chica Umino, Mari Okazaki, dan Toshinao Aoki memanfaatkannya dengan menggambar ulang sosok Amabie. Di bawah naungan Mizuki Production, mereka mengunggahnya ke Twitter pada 17 Maret. Seketika Amabie viral ke seantero Jepang.

“Seperti kata penyair Ogden Nash: ‘Di mana ada monster, di situ ada keajaiban.’ Di masa krisis kadang monster bisa menginspirasi. Dari anak-anak sampai orang dewasa di Jepang menggambarnya. Sesuai legendanya, barangsiapa yang melihat gambarnya di tengah pandemi akan pulih dari sakitnya. Saat kota-kota di-lockdown, banyak orang yang percaya dan menggambar sosoknya,” tulis Natasha L. Mikles dan Joseph P. Laycock dalam “Five Further Theses on Monster Theory and Religious Studies” yang tertuang dalam buku Religion, Culture, and Monstrous of Gods and Monsters.

Pemerintah Jepang ikut “percaya”. Tren gambar Amibiko dimanfaatkannya untuk menyebarkan pamflet-pamflet atau papan-papan berisi pesan kesehatan yang bertebaran di tempat-tempat publik. Umumnya untuk memperingati warga agar tak keluyuran ke luar rumah jika tak ada urusan mendesak.

“Ya, belakangan ini Amabie populer lagi. Saya juga berharap pandemi segera berakhir. Amabie akan mengusir wabahnya,” tandas Tomomi.

Picture scroll hingga woodblock printing yang jadi media penggambaran yōkai. (Randy Wirayudha/Historia.id).

TAG

pameran jepang hantu

ARTIKEL TERKAIT

Ketika Jepang Tertipu Mata-mata Palsu Keluarga Jerman di Balik Serangan Jepang ke Pearl Harbor Susu Indonesia Kembali ke Zaman Penjajahan Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Ulah Mahasiswa Kedokteran yang Bikin Jepang Meradang Mahasiwa yang Menolak Militerisme Jadi Orang Sukses Tamatnya Armada Jepang di Filipina (Bagian II – Habis) Melihat Tentara Hindia dari Keluarga Jan Halkema-Paikem Tamatnya Armada Jepang di Filipina (Bagian I)