Masuk Daftar
My Getplus

Mengorek Ngondek

Istilah "ngondek" disebut berasal dari kata "kondektur". Ini penjelasan antropolog yang meneliti kehidupan gay di Indonesia.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 16 Mar 2022
Tangkapan layar Tinder Swindler versi Indonesia yang diunggah akun @AsbiansaAbi.

Kata “ngondek” sempat trending topic setelah akun @malamtanpakata membuat utas soal dirinya yang menjadi korban seorang lelaki. Dia memposting foto lelaki itu yang dia sebut sebagai Tinder Swindler versi Indonesia. Istilah Tinder Swindler merujuk ke judul film dokumenter yang tayang di Netflix. Pelakunya, Simon Leviev yang mengandalkan paras ganteng dan mengaku kaya, telah menguras harta beberapa perempuan.

Kata “ngondek” kemudian muncul setelah warganet melihat video pelaku yang diunggah akun @AsbiansaAbi. Dalam video itu, dia lari dan diteriaki pencuri oleh orang yang juga korbannya. Melihat gerak-geriknya dalam video itu, warganet pun menyebutnya “ngondek”.

Baca juga: Call Me Mbak

Advertising
Advertising

Kata “ngondek” belum ada dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Saya menemukan kata “ngondhek” dalam Kamus Bahasa Madura-Indonesia karya Asis Safioedin yang artinya “menggoyang”. 

“Ngondek” mungkin juga berasal dari kata “konde”, yang dalam KBBI diartikan sebagai "gelung rambut, sanggul, kundai". Sedangkan Tesaurus Tematis Bahasa Indonesia menjabarkan “konde” sebagai mode, aksesoris, dan tata rambut.

Sementara itu, ada sumber yang –masih perlu ditelusuri lagi– menyebut bahwa “ngondek” berasal dari kata “kondektur”. Dalam KBBI, kondektur diartikan sebagai “orang yang memeriksa karcis atau menarik ongkos dan sebagainya (di kereta api, bus).”

Kondektur biasa melambai-lambaikan tangan ketika mengajak penumpang naik ke bus. Dari gerakan melambai itulah, kaum laki-laki yang melambai ketika menggerakkan tangan disebut “ngondek”.

Baca juga: Bus Kota Tanpa Kondektur

Penjelasan mendalam soal “ngondek atau ngondhek” bisa dibaca dalam buku The Gay Archipelago karya Tom Boellstorff, antropolog University of California, Irvine, Amerika Serikat, yang meneliti kehidupan kaum gay di Indonesia.

Tom menjelaskan bahwa “membuka diri” pada dunia gay tidak hanya dengan bersosialisasi di tempat-tempat tertentu, tetapi juga bersikap keperempuanan yang dikenal di Surabaya dan beberapa daerah lain sebagai ngondhek. Berlawanan dengan maskulinitas (macho, maskulin, kebapakan, atau laki-laki asli), ngondhek merupakan performansi gender yang feminin oleh tubuh lelaki. Ngondhek merupakan “gaya” normatif dari subyektivitas gay, walaupun bukan semacam keharusan.

Ngondhek (kadang-kadang dieja ngondek) ternyata menjadi istilah paling dikenal. Ada serangkaian istilah lain bagi keperempuanan laki-laki dengan berbagai tingkat sirkulasi nasional, termasuk mégol (kebanyakan di Sulawesi Selatan), keperempuanan, kriting, lémbéng (kebanyakan di Jawa), dan feminin,” tulis Tom.

Baca juga: Membebaskan yang Marjinal

Yang terpenting, lanjut Tom, ngondhek terwujudkan dalam praktik pembawaan badan yang dianggap feminin, seperti gerakan tangan yang penuh hiasan, cara jalan yang berirama, atau duduk dengan lutut rapat. Selain itu, ekspresi dari ngondhek terlihat dari pemakaian pakaian perempuan dan rias wajah (déndong, bahasa gay untuk dandan).

Lebih lanjut Tom menerangkan bahwa ngondhek memainkan peran penting dalam nafsu orang gay, karena ngondhek merupakan salah satu cara penting untuk memberi tanda bahwa seseorang tertarik untuk berhubungan seks kepada lelaki gay lain, dan khususnya kepada lelaki “normal” yang tertarik berhubungan seks dengan lelaki.

Baca juga: Memberangus Seksualitas

Ngondhek diasosiasikan dengan menjadi gay. Sebab, kebanyakan lelaki gay yakin ngondhek merupakan tanda kegayan yang membuat mereka dapat mengetahui siapa yang gay, namun tidak selalu. Seorang lelaki gay di Surabaya berbicara tentang bagaimana dia bisa tahu siapa yang gay dari caranya berjalan, berbicara, dan membawa diri yang ngondhek. “Tetapi dia menekankan bahwa hanya 50 persen lelaki seperti itu. Ada juga mereka yang maskulin,” tulis Tom.

Kebanyakan lelaki gay percaya bahwa mereka bisa memamerkan atau menyembunyikan ngondhek-nya dengan cukup mengontrol diri. Di tempat-tempat dunia gay, lelaki gay sering berubah antara sikap keperempuanan dan sikap kemaskulinan.

Baca juga: Bukan Cinta Biasa

Lelaki gay juga membuat perbedaan antara laki-laki asli dan gay asli: laki-laki gay bisa menjadi asli di dunia “normal” melalui perkawinan dengan perempuan, namun menunjukkan kegayannya di dunia gay melalui ngondhek.

“Ada kenikmatan dalam mengekspresikan diri gay melalui ngondhek. Hal tersebut merupakan praktik kenikmatan yang sering dikonseptualkan sebagai pertunjukan,” tulis Tom.

Namun, bahayanya ngondhek bisa menjadi kebiasaan sehingga risikonya muncul secara tidak tepat di luar dunia gay. “Seperti pernah saya dengar dikatakan dalam sekelompok lelaki gay di Makassar, perlu ‘lihat situasi’ ketika beraksi secara ngondhek,” tulis Tom.

Tulisan ini diperbarui pada 17 Maret 2022.

TAG

seksualitas

ARTIKEL TERKAIT

Pesta Seks Tukar Pasangan Tempo Dulu Riwayat Homofobia Kisah Romansa Masa Lalu Memuja Dewi Cinta Mesopotamia Cinta dan Kebahagiaan Sejati dalam Kamasutra Sharon Stone dalam Bayang-bayang Simbol Seks Di Balik Perilaku Seks Para Raja Datang ke Medan Terjerat Pelacuran Jejak Studi Koro Bernapas dalam Film Panas