Masuk Daftar
My Getplus

Pengalaman Mistis Bung Tomo di Kaki Gunung Wilis

Tersesat seorang diri akibat terjatuh dari jurang saat Perang Kemerdekaan, Bung Tomo berjuang ke luar dari belantara. Mendapat pengalaman mistis.

Oleh: M.F. Mukthi | 08 Apr 2021
Ilustrasi (Betaria Sarulina/Historia)

Setelah terjatuh ke jurang menuju Sleuf Z, jalur setapak berkelok di belantara kaki Gunung Wilis, Bung Tomo termenung memikirkan apakah mesti bermalam di tepi sungai atau melanjutkan perjalanan. Meski keletihan sekaligus kelaparan dan kesakitan, Bung Tomo tak punya pakaian ganti dan logistik. Sementara, langit sudah gelap. Dia tak ingin tersiksa seorang diri dalam sunyi.

Perjalanan Bung Tomo itu terjadi saat Bung Tomo memimpin serombongan Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI) menghindari pasukan Belanda yang terus mendesak usai melancarkan agresinya yang kedua. Akibat agresi itu, kekuatan perjuangan republik menyingkir ke kantong-kantong yang dianggap aman. Panglima Besar Jenderal Soedirman beserta rombongannya termasuk yang menyingkir sambil bergerilya. Rombongan Soedirman yang memulai perjalanan dari Gunung Kidul, akhirnya mencapai kaki Gunung Wilis pula.

Baca juga: Jadi Perintis Jalan, Bung Tomo Jatuh ke Jurang

Advertising
Advertising

“Jenderal Soedirman, dapat mengadakan wawancara dengan wartawan-wartawan yang mengikuti gerilya, dari tempat persembunyian di lereng gunung Wilis. Pak Dirman menjelaskan dengan tandas bahwa perang yang diinstruksikan pemerintah adalah perang rakyat semesta, di mana TNI hanya merupakan bagian kecil dari gabungan kekuatan rakyat,” tulis Irna HN Soewito dalam Rakyat Jawa Timur Mempertahankan Kemerdekaan, Jilid 2.

Di kaki Gunung Wilis pula Panglima Divisi I Jawa Timur Kolonel Sungkono mendirikan markasnya. “Pada tanggal 25 Desember 1948 serdadu Belanda menguasai kota Kediri, dan Panglima Divisi serta Komandan Brigade II telah mengambil tempat baru di Desa Guyangan, di kaki Gunung Wilis,” sambung Irna.

Selain pasukan reguler Divisi I, banyak kesatuan lain dan laskar yang menjadikan kaki Gunung Wilis sebagai markas. Di antaranya, para kadet angkatan II Akademi Militer Yogyakarta yang sebagian di-BKO-kan ke Divisi I.

“Ketika markas divisi pindah ke Goliman di lereng gunung Wilis dan fungsinya berubah menjadi markas gerilya, kesempatan untuk berjuang di lapangan menjadi terbuka. Tiga belas vaandig cadet bersepakat meninggalkan markas untuk bergerilya di daerah Semeru bagian selatan,” tulis Daud Sinjal dan kawan-kawan dalam Laporan Kepada Bangsa: Militer Akademi Yogya.

Baca juga: Bercanda Gaya Akademi Militer

BPRI Bung Tomo menyingkir ke kaki Gunung Wilis pada Februari 1949. Namun karena serangan Belanda membahayakan posisinya, BPRI terus menyingkir ke arah timur hingga mesti melewati Sluef Z. Bung Tomo menawarkan diri menjadi perintis jalan rombongannya sebelum menuju Sleuf Z karena tak tega melihat ada perempuan hamil di dalam rombongan sementara jalur yang akan ditempuh masih belum bisa dibayangkan. Begitu mendapati jalur yang dilaluinya berbahaya, Bung Tomo menyarankan rombongannya menggunakan jalur lain. Di jalur berbahaya menuju Sleuf Z itulah Bung Tomo terjatuh di sebuah jurang.

Sempat termenung memikirkan apakah akan melanjutkan perjalanan atau bermalam di tepi sungai, Bung Tomo akhirnya memilih melanjutkan perjalanan. Sebuah dinding gunung di hadapannya dicobanya dinaiki namun tidak bisa. Dia pun mencoba dinding di sebelahnya. Saat mencoba itulah dia mendengar suara yang memerintahkan “Jangan di situ!” Namun ketika menoleh ke sekelilingnya tak mendapatkan satu orang pun, Bung Tomo melanjutkan perjalanan. Dia kembali mencoba sebuah dinding. Kembali suara yang memerintahkan “Jangan di situ!” terdengar olehnya. Bung Tomo pun mencari dinding lain.

Dinding ketiga akhirnya dapat didaki Bung Tomo. Di hamparan ilalang di atas, tubuhnya pun rebah. Lelah, lapar, dan sakit menjadi satu dirasakannya. Kondisinya kian berat karena kedinginan akibat pakaian yang dikenakannya masih basah setelah tercebur ke sungai. Dalam keadaan kedinginan itu, gerimis pun tiba menambah deritanya. Bung Tomo bermalam di kegelapan belantara seorang diri dengan bintang sebagai pelitanya.

Baca juga: Gerilyawan Tertolong Pohon Rambutan

Tak lama setelah menyelesaikan sholat, Bung Tomo dikagetkan oleh sebuah cahaya yang menyorot. Dia kaget dan mengira cahaya itu merupakan lampu yang disorotkan pasukan Belanda. Bung Tomo segera berdoa. Tak berapa lama kemudian, dia mendengar suara beberapa kuda berlari cepat membawa kereta kencana ke arah timur. Namun itu hanya sesaat.

Paginya, Bung Tomo memutuskan turun gunung. Dengan badan yang sudah demam, dia akhirnya mencapai sebuah ladang jagung. Dia akhirnya mencapai Desa Ngliman dan ditampung di rumah seorang guru dan diberi perawatan. Di sana pula kawan-kawannya yang terpisah akhirnya bergabung.

Suatu sore setelah sehat, Bung Tomo mengajak Hartadi rekannya menelusuri jejak gerilya Panglima Besar Soedirman. Usai salat magrib, Bung Tomo baru sadar cincin kawinnya tak ada. Dia segera mengajak Hartadi kembali ke sendang tempat mereka berwudhu untuk mencari cincin itu.

Belum lagi mencapai sendang, Bung Tomo dan Hartadi dikejutkan dengan pemandangan banyak perempuan berkemben membawa kendi untuk wadah air. Keduanya terpana.

“Dari mana datangnya wanita-wanita cantik ini, sedangkan ini adalah hutan belantara,” Bung Tomo dan Hartadi membatin sebagaimana dituliskan Sulistina Soetomo, istri Bung Tomo, dalam Bung Tomo Suamiku.

Baca juga: Bung Tomo Menikah Saat Perjuangan Kemerdekaan

Para perempuan itu menghilang setelah mengisi kendi mereka dengan air. Seketika itu pula bulu kuduk Bung Tomo dan Hartadi berdiri. Tak berapa lama kemudian, kesadaran keduanya pulih. Keduanya langsung ke sendang mencari cincin kawin Bung Tomo dan berhasil mendapatkannya di balik sebuah batu.

Keduanya langsung buru-buru kembali ke desa. Di desa, pengalaman itu mereka ceritakan.

“Orang-orang di pondok mengatakan tak ada desa di sekitar sendang, dan tak mungkin ada wanita yang mengenakan kemben. Mungkin itu yang dinamakan…peri!” sambung Sulistina.

Sambungan dari Jadi Perintis Jalan, Bung Tomo Jatuh ke Jurang

TAG

bung tomo perang kemerdekaan

ARTIKEL TERKAIT

Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika Hukuman Penculik Anak Gadis Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Masa Kecil Sesepuh Potlot Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Kriminalitas Kecil-kecilan Sekitar Serangan Umum 1 Maret Dokter Soetomo Dokter Gadungan Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Umar Jatuh Cinta di Zaman PDRI