BANYAK orang tentu sudah tak asing dengan cerita Mata Hari, salah satu mata-mata perempuan paling tersohor di masa Perang Dunia I. Wanita bernama Margaretha Geertruida Zelle itu menjadi agen rahasia Jerman dengan sandi H-21.
Kecantikan dan kepiawaiannya menari membuat banyak pria tergila-gila kepada Mata Hari. Dengan mengandalkan hal tersebut, ia mengorek informasi dari para perwira Sekutu di Prancis. Dukut Imam Widodo dalam Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe menulis bahwa popularitas yang dimilikinya sebagai seorang penari terkenal membuat Mata Hari memiliki koneksi yang luas hingga menjangkau para jenderal perang. Untuk mendapatkan informasi, Mata Hari biasanya akan mencuri dengar percakapan para petinggi militer ketika mereka tengah santai sambil minum-minum di bar.
Baca juga:
Mata-mata CIA dari Indonesia Dieksekusi Mati di Korea Utara
“Selesai menari Mata Hari mendatangi meja para petinggi militer. Sambil menuangkan minuman ke gelas sloki, ia meminta dipangku seraya merangkul manja. Tak jarang setelah bar itu tutup ia pun dibawa pergi oleh salah seorang di antara mereka. Setelah itu, Mata Hari pergi menemui Clara Benedix dan Von Kalle, Atase Militer Jerman di Madrid,” tulis Dukut.
Seperti halnya Mata Hari yang mampu membuat banyak perwira bertekuk lutut dan tanpa sadar memberikan informasi penting kepadanya, Maria Dunaieva juga memiliki kemampuan serupa sehingga dijuluki Mata Hari Merah.
Berbanding terbalik dengan Mata Hari yang kisahnya sebagai mata-mata begitu populer, tak banyak orang tahu tentang cerita Maria Dunaieva sebagai mata-mata Rusia. Dalam majalah Minggu Pagi, 3 Oktober 1954, dikisahkan bahwa Maria merupakan seorang wanita berusia 24 tahun, berambut pirang, dan pintar bergaul. Ia lulus dari Sekolah Pendidikan Spionase di Rusia dan cara bekerjanya sungguh orisinil. “Ia berdaya sekuat tenaga untuk dapat memikat sebanyak mungkin serdadu-serdadu Amerika,” tulis majalah mingguan tersebut.
Baca juga:
Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I)
Maria mulai bekerja sebagai mata-mata menjelang berakhirnya Perang Dunia II. Kala itu, serdadu-serdadu Rusia dan Amerika masih bersekutu dan bersama-sama menggempur pasukan Jerman. Menurut Tom Moon dalam Loyal and Lethal Ladies of Espionage, Kepala Komisariat Rakyat untuk Urusan Dalam Negeri (NKVD) Lavrenti Beria boleh berbangga hati dengan pencapaian wanita ini. Pasalnya, Maria yang mendapat misi untuk memikat sebanyak mungkin tentara Amerika dan mengumpulkan informasi apapun dari mereka, berhasil menjalankan misinya dengan cepat.
“Dalam waktu singkat, ia berhasil merebut hati dan kasih sayang para tentara. Di mata mereka, Maria merupakan seorang wanita yang terbuka, jujur, dan penyayang,” tulis Tom.
Tak heran banyak serdadu yang mencoba menarik perhatian Maria. Serdadu yang berhasil merebut hatinya hingga kemudian menikahinya adalah John Biconish. Pernikahan John dengan Maria tentu membahagiakan hati pria yang setelah perang tinggal di Binghamton, New York, itu. Namun tanpa disadarinya, ia telah masuk ke dalam perangkap Maria.
Baca juga:
Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II)
Kurt D. Singer dalam The World's 30 Greatest Women Spies menyebut John tak tahu bahwa ia telah dipermainkan. “Saya mencintai Maria. Ia jujur, tulus, dan saya merasa bahwa ia benar-benar mencintai saya,” katanya. Ia kesal karena pemerintah Rusia tak mengizinkan Maria meninggalkan Rusia dan menolak memberikan visa kepadanya. “Kami menangis bersama dan saya yakin pemerintah Amerika akan membantu kami,” kenangnya.
“Namun, siapa sangka, Maria justru menikah lagi dengan tentara Amerika lainnya tanpa bercerai dari suami pertamanya,” tulis Singer.
Dalam majalah Minggu Pagi disebutkan bahwa suami kedua Maria merupakan prajurit kelas I bernama James McMillin. Kabar pernikahan Maria tak hanya mengejutkan suami pertamanya, John Biconish, tetapi juga orang tua James. Mereka bahkan semakin heran ketika mengetahui putranya memilih melepas kewarganegaraannya untuk menjadi warga negara Rusia.
Baca juga:
Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi
“Kami mendengar kabar perkawinan putra kami James dengan gadis Rusia itu dari Washington, bahwa istrinya adalah seorang spion Rusia. Malahan dari kementerian luar negeri kami kemudian mendapat keterangan bahwa anak kami terang-terangan telah melepas kewarganegaraan Amerika untuk menjadi warga negara Rusia. Dan anak kami telah meninggalkan tempat pekerjaannya di kedutaan Amerika di Moskow. Entah kapan lagi kami dapat bertemu dengan anak kami ini,” kata orang tua James McMillin sebagaimana dikutip Minggu Pagi.
Pernikahan Maria dengan James merupakan “pukulan” besar bagi Amerika. Menurut laporan-laporan rahasia yang disimpan Negeri Paman Sam, James bekerja sebagai petugas bagian sandi (code) di kedutaan Amerika di Moskow. Setelah ia masuk dalam perangkap Maria, sang spion wanita meminta suami barunya itu membawa semua berkas berisi sandi-sandi rahasia yang dikerjakannya sebelum meninggalkan kedutaan Amerika untuk menjadi warga negara Rusia. Dengan demikian, pihak Rusia dapat membuka rahasia berbagai laporan penting yang berasal dari kedutaan Amerika.*