Masuk Daftar
My Getplus

Aksi Spionase di Balik Kematian Leon Trotsky

Leon Trotsky lolos dari percobaan pembunuhan oleh kelompok Siqueiros. Tiga bulan berselang dia tewas di tangan agen Soviet yang menyusup menjadi orang kepercayaannya.

Oleh: Amanda Rachmadita | 30 Apr 2024
Leon Trotsky meninggal setelah menjadi korban penyerangan Mercader. (Dmitri Volkogonov, Trotsky: The Eternal Revolutionary).

BERITA kegagalan kelompok David Alfaro Siqueiros, muralis terkemuka Meksiko, membunuh Leon Trotsky sampai ke telinga Joseph Stalin. Pemimpin Uni Soviet itu geram saat tahu tokoh revolusi Bolshevik yang lahir dengan nama Lev Davidovich Bronstein tersebut selamat dari serangan pada Mei 1940.

Sejarawan Rusia Dmitri Volkogonov dalam Trotsky: The Eternal Revolutionary menulis bahwa Stalin mendesak Lavrenti Beria, polisi rahasia yang pernah memimpin Komisariat Rakyat untuk Urusan Dalam Negeri Uni Soviet (NKVD), untuk melanjutkan operasi menyingkirkan Trotsky. Yang mendapat tugas menjalankan operasi tersebut adalah Naum Isakovich Eitingon atau Leonid Eitingon. Baik Beria maupun Eitingon tahu betul bahwa operasi kali ini tidak boleh ada kesalahan.

Baca juga: 

Advertising
Advertising

Percobaan Pembunuhan Leon Trotsky, Musuh Bebuyutan Stalin

“Yang dipertaruhkan bukan hanya nyawa orang yang bersembunyi di Meksiko, tetapi nyawa Eitingon dan keluarganya. Ia harus menemukan cara untuk menyusupkan anak buahnya ke dalam rumah Trotsky, karena sejak percobaan pembunuhan di bulan Mei, Trotsky telah menghentikan kebiasaannya melakukan perjalanan ke bukit-bukit untuk mencari kaktus,” tulis Volkogonov.

Sementara Eitingon menyusun rencana alternatif untuk melenyapkan musuh bebuyutan Stalin itu, Trotsky dan kawan-kawannya semakin memperketat pengamanan di area sekitar kediamannya. Mereka memperkuat tembok-tembok rumah dan penjaga, memasang alarm tambahan, serta menyalakan lampu-lampu di jalan masuk. Dengan berbagai pengamanan ekstra itu, Eitingon memilih untuk mengerahkan Ramón Mercader.

Leon Trotsky bersama dua pengawalnya di Meksiko. (Dmitri Volkogonov, Trotsky: The Eternal Revolutionary).

Eitingon tentu memiliki alasan khusus memilih Ramón sebagai eksekutor dalam operasi kali ini. Menurut sejarawan Bertrand M. Patenaude dalam Stalin’s Nemesis: The Exile and Murder of Leon Trotsky, pria yang lahir di Barcelona pada 1914 itu sudah tak asing dengan aksi spionase, di mana sang ibu yakni Caridad Mercader juga turut ambil bagian dalam kegiatan NKVD. Pertemuan Ramón dengan Sylvia Ageloff di Paris pada 1938 memberi celah bagi Eitingon untuk menyusup ke dalam kelompok Trotsky karena saudara perempuan Sylvia yang bernama Ruth kerap memberi bantuan kepada Trotsky di Meksiko, di mana dia bertugas sebagai juru ketik, penerjemah, dan peneliti.

Ramón memperkenalkan diri sebagai Jacques Mornard kepada Sylvia. Ia bercerita tentang keluarganya di Belgia –meski sesungguhnya ia keturunan Spanyol dan Kuba, serta pernah berperang melawan Franco dalam Perang Saudara Spanyol– dan kehidupannya di Paris. Penampilannya yang rupawan, wawasannya yang luas, serta sifatnya yang penuh perhatian membuat Sylvia jatuh hati kepada Jacques Mornard, terlebih pria itu sering mengajak Sylvia berkeliling kota Paris serta mengunjungi teater dan restoran ternama.

Baca juga: 

Rencana Pembunuhan Sukarno, Yani, dan Soebandrio

Jacques juga membantu Sylvia ketika wanita yang memiliki gelar master dalam bidang psikologi itu mencari pekerjaan di Paris. “Jacques mengatur agar Slyvia dapat menulis sinopsis mingguan buku-buku psikologi untuk sebuah sindikat koran Prancis. Ia dibayar mahal untuk pekerjaannya meskipun tak pernah melihat hasil tulisannya diterbitkan. Jacques sendiri menolak untuk menghubungkannya secara langsung dengan sindikat tersebut,” tulis Patenaude.

Hubungan keduanya berlanjut meski Sylvia kembali ke Amerika Serikat pada awal tahun 1939. Setelah beberapa bulan menjalani hubungan jarak jauh, Jacques menemui kekasihnya itu di New York dengan alasan tengah mengadakan perjalanan bisnis. Jacques muncul sebagai orang Kanada bernama Frank Jacson.

Trotsky memberi makan sejumlah kelinci peliharaannya di Meksiko. (Dmitri Volkogonov, Trotsky: The Eternal Revolutionary).

“Dia menjelaskan kepada Sylvia bahwa identitas palsu itu diperlukan untuk menghindari wajib militer (kala itu Perang Dunia II mulai berkecamuk di wilayah Eropa, red.). Akibatnya, Sylvia memainkan peran sebagai Mata Hari yang terbalik; dia tidak merayu orang-orang yang dia butuhkan, tetapi mereka yang merayunya. Dia jatuh cinta, dan dengan bantuannya Mercader-Mornard-Jacson akhirnya menembus lingkaran Trotsky,” tulis Volkogonov.

Jacques melanjutkan perjalanan ke Meksiko. Setelah menetap di sana, dia mengundang Sylvia untuk bergabung dengannya. Ajakan itu tak dilewatkan oleh Sylvia. Pada awal tahun 1940, dia menyusul sang kekasih dan segera menempatkan dirinya sebagai sekretaris Trotsky, jabatan yang sama yang sebelumnya dipegang oleh saudarinya Ruth. Eitingon sangat senang mengetahui Sylvia akan bekerja untuk Trotsky. “Inilah waktunya untuk menjalankan operasi utama,” pikirnya.

Baca juga: 

Dianggap Gangguan, CIA Rancang Pembunuhan Sukarno

Sylvia dan Ramón alias Jacques alias Jacson tinggal bersama di sebuah hotel di Meksiko. Setiap pagi Jacques mengantar Sylvia ke tempat kerjanya, yakni kediaman Trotsky, dengan mobil Buick yang elegan. Sebagai pengusaha yang berpakaian rapi, dia keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk kekasihnya, membantunya keluar dan mencium pipinya. Setelah itu, Jacques melambaikan tangan dengan penuh kasih sayang. Tak jarang dia kembali ke sana saat menjelang malam untuk menjemput Sylvia.

Jacques tahu betul dia tak bisa sembarangan meminta bertemu dan berbincang dengan Trotsky. Oleh karena itu, dengan sabar dan hati-hati, dia membuat kehadirannya lebih dulu diketahui oleh orang-orang di sekitar Trotsky dengan mengantar jemput Sylvia, membantu keluarga Trotsky dan teman-temannya, serta mengizinkan mobilnya digunakan untuk keperluan orang-orang di rumah tersebut. Tak jarang dia juga mengantar keluarga maupun teman-teman Trotsky ke bandara.

Kondisi ruang kerja Trotsky setelah penyerangan yang dilakukan Mercader pada 20 Agustus 1940. (Dmitri Volkogonov, Trotsky: The Eternal Revolutionary).

“Dengan cara ini dia menyisipkan dirinya ke dalam lingkungan Trotsky, hal yang sama seperti yang dilakukan Zborowski (agen Kremlin yang ditugaskan untuk menyusup ke lingkaran putra Leon Trotsky di Paris, red.) untuk mendapatkan kepercayaan Lev Sedov,” tulis Joshua Rubenstein dalam Leon Trotsky: A Revolutionary’s Life.

Meski begitu, tak semua orang dekat Trotsky menerima kehadiran Jacques. Menurut sejarawan Robert Service dalam Trotsky: A Biography, beberapa orang itu bahkan menaruh curiga kepadanya, salah satunya adalah Natalia Sedova, istri Leon Trotsky.

“Natalia bertanya-tanya mengapa Jacson tidak pernah menyebutkan nama pengusaha kaya yang diduga menjadi rekan bisnisnya. Selain itu, Alfred dan Marguerite Rosmer yang merupakan kawan Trotsky juga merasa gelisah dengannya. Mereka berulang kali bertanya mengapa Jacson tidak pernah mengungkapkan di sektor perdagangan mana dia bekerja; mereka juga memperhatikan bahwa kekasih Sylvia itu menahan diri untuk mengatakan sesuatu di hampir semua hal,” tulis Service.

Baca juga: 

Empat Upaya Pembunuhan Hitler yang Gagal

Upaya Jacques untuk mendapatkan kepercayaan dari orang-orang di sekitar Trotsky pelan tapi pasti mulai menunjukkan kemajuan yang menggembirakan bagi Eitingon. Jacques bisa datang kapan pun dia mau tanpa perlu membuat janji telepon meski rumah Trotsky telah diubah menjadi benteng pertahanan. Bagi para pengawal, Jacques telah menjadi “salah satu teman Trotsky yang baik dan setia”. Nahas, kepercayaan yang mereka berikan justru menjadi celah bagi Jacques untuk melancarkan aksinya.

Suatu sore pada Agustus 1940, Jacques datang seorang diri ke kediaman Trotsky. Dengan mengenakan topi dan membawa jas hujan di lengan kirinya, Jacques mengatakan kepada Trotsky yang tengah memberi makan kelinci-kelincinya bahwa dia dan Sylvia akan meninggalkan Meksiko menuju New York esok hari. Sebelum pergi, dia ingin memberikan artikel yang beberapa hari sebelumnya telah dibaca dan direvisi oleh Trotsky untuk diperiksa sekali lagi. Mereka kemudian beranjak menuju ruang kerja Trotsky. Natalia sempat bertanya kepada Jacques alasannya memakai topi dan membawa jas hujan karena cuaca sedang cerah. “Ya memang benar, tapi cuaca di Coyoacán mudah berubah. Mungkin saja setelah ini akan turun hujan,” jawab Jacques.

Mercader memeragakan kembali aksinya selama penyelidikan. (Dmitri Volkogonov, Trotsky: The Eternal Revolutionary).

Jacques telah melatih jawaban ini berkali-kali di dalam kepalanya. Namun, ketika Natalia menanyakan hal tersebut, Jacques tetap kaget dan gugup karena di balik jas hujan tersimpan senjata untuk membunuh Trotsky.

Natalia mengiringi mereka hingga pintu ruang kerja yang kemudian ditutup oleh Trotsky. Setelah Natalia pergi, tiba-tiba sebuah rintihan yang mengerikan menembus keheningan sore itu. Sejumlah pengawal Trotsky segera mencari sumber suara dan kemudian mengarahkan senapannya ke jendela ruang kerja, di mana terdengar suara-suara pergulatan keras. Salah seorang pengawal segera menyalakan alarm dan menuju perpustakaan, sementara pengawal lainnya berjaga di atap dan menutup pintu keluar rumah. Tak berselang lama, seorang pengawal melihat Trotsky tertatih-tatih keluar dari ruang kerjanya dan darah mengalir di wajahnya. “Lihat apa yang telah mereka lakukan kepadaku!” erangnya.

Baca juga: 

Percobaan Pembunuhan Presiden Soeharto di KTT ASEAN

Natalia yang panik saat mendengar suaminya berteriak segera menghampiri Trotsky. Dia bertanya apa yang terjadi pada dirinya. John Earl Haynes & Harvey Klehr menyebut dalam Venona: Decoding Soviet Espionage in America bahwa saat Trotsky tengah sibuk memeriksa artikel, Jacques memukulnya dengan sebuah kapal kecil yang menyerupai alat pemukul es.

“Jacques berencana membunuh Trotsky secara diam-diam dan melarikan diri, tetapi korbannya berteriak, dan dia ditangkap oleh para pengawal Trotsky. Dihukum atas pembunuhan oleh pengadilan Meksiko, Jacques Mornard bersikukuh bahwa dia adalah seorang Trotskyis yang tidak puas, dan upaya-upaya awal untuk memastikan identitas aslinya tidak membuahkan hasil,” sebut Haynes dan Klehr.

Prosesi pemakaman Leon Trotsky di Mexico City, 22 Agustus 1940. (Dmitri Volkogonov, Trotsky: The Eternal Revolutionary).

Trotsky segera dibawa ke rumah sakit. Dia menjalani operasi pada malam itu, di mana para dokter mengiris sebuah area di tulang parietal kanan. Darah tak berhenti mengalir dari luka selebar tiga perempat inci dan sedalam dua atau tiga perempat inci itu. Menurut Patenaude, bila melihat luka di kepala Trotsky, dapat dikatakan bahwa Jacques tidak menyerang Trotsky dari belakang, sebagaimana awalnya diyakini, yang mungkin menjelaskan mengapa korban dapat mencegah penyerangnya menyerang untuk kedua kali. Trotsky berhasil bertahan dari serangan itu selama dua puluh enam jam. Pukul 19.25 tanggal 21 Agustus 1940, dua orang dokter mengatakan kepada Natalia bahwa Leon Trotsky telah meninggal.

Jacques mengatakan kepada polisi bahwa dia menutup mata sebelum melakukan percobaan pembunuhan pada Trotsky, yang dapat menjelaskan mengapa serangan itu gagal membuat Trotsky pingsan dan justru membuatnya bangkit seperti orang gila. Trotsky menjatuhkan diri ke arah Jacques dan mengigit tangannya. Jacques mendorong Trotsky dan jatuh ke lantai, tetapi berhasil bangkit dan meninggalkan ruangan. Pada saat itu orang-orang masuk dan memukuli Jacques yang kemudian dibawa ke kantor polisi Meksiko. Jacques dipenjara selama 20 tahun.*

TAG

leon trotsky spionase

ARTIKEL TERKAIT

Mata Hari di Jawa Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian II) Kisah Putri Bangsawan India Jadi Mata-mata Inggris (Bagian I) Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Satu-satunya Perempuan Amerika yang Dieksekusi Hitler Boedi Oetomo Tonggak Kebangkitan Bangsa Akhir Tragis Pembelot Korea Utara (II) Akhir Tragis Pembelot Korea Utara (I) Kurt Waldheim Mantan Nazi jadi Sekjen PBB