MATA-mata memainkan peran penting di masa Perang Dunia II. Mereka bertugas menggali informasi rahasia terkait pertahanan maupun strategi dan rencana serangan musuh. Namun, bagaimana bila informasi yang diberikan oleh seorang spion sudah menjadi rahasia umum?
Spion itu bernama Bertrand Stuart Hoffman, seorang pemuda berusia 27 tahun yang bertugas di Angkatan Laut Amerika Serikat. Sebelum bergabung dengan Angkatan Laut AS, Hoffman yang pernah bekerja sebagai sopir truk di Detroit, berkenalan dengan seorang anggota organisasi spionase Jerman di wilayah tersebut. Majalah Minggu Pagi, 26 April 1953 menyebut organisasi itu dipimpin oleh Grace Buchanan-Dineen, seorang wanita berkebangsaan Hungaria lulusan sekolah spionase di Hamburg, Jerman, di bawah pimpinan Paul Krauss.
Mengutip surat kabar The New York Times, 25 Agustus 1943, Grace yang digambarkan sebagai “keturunan bangsawan Prancis yang menarik dan berpendidikan tinggi” direkrut oleh dinas spionase Nazi di Budapest pada 1941 oleh Sari de Hajek, seorang mantan mahasiswa pertukaran pelajar di Vassar College. Sari sendiri bersama suami, Gyula Rozinek, berada di Hungaria untuk membantu dinas spionase Jerman.
Baca juga:
Aksi Spionase Pierre Tendean di Malaysia
Kepala FBI J. Edgar Hoover menyebut Grace memasuki AS pada 27 Oktober 1941. Ia tiba di New York dengan menumpang pesawat terbang. “Nona Buchanan-Dineen pertama kali menjadi perhatian FBI, kata Hoover, sebagai ‘Nona Smith dari Detroit’ yang misterius pada November 1941,” tulis surat kabar tersebut.
Di Detroit, Grace tinggal di sebuah apartemen di East Jefferson Avenue, di sebelah gudang senjata Angkatan Laut. Selama satu setengah tahun di sana, ia diterima baik dan kerap memberikan seminar kepada kelompok wanita, terutama tentang kehidupan wanita di Eropa. Di balik kamuflase tersebut, Grace bersama Hoffman dan jaringan spionase Nazi lainnya aktif mencuri informasi rahasia mengenai model alat-alat perang yang dibuat dalam pabrik Ford di Detroit sejak tahun 1942. Hoffman banyak membantu karena ia sempat bekerja di pabrik itu sebelum masuk dinas militer menjadi anggota Angkatan Laut AS pada Maret 1943.
Hoffman pun pindah dari spion industri menjadi mata-mata dalam Angkatan Laut AS. Tantangan yang dihadapi pria kelahiran Ontario, Kanada, 23 Agustus 1916 itu semakin sulit. Namun, bukan Hoffman namanya bila tak banyak akal. Ia selalu melaporkan segala kejadian dalam kamp Angkatan Laut AS di Crosse Ile. Terhitung Juni 1943, ia mulai mengirimkan laporan-laporannya terkait pelayaran Angkatan Laut AS kepada Grace di Detroit.
Baca juga:
Berburu Mata-Mata di Era Revolusi
Sementara itu, setelah menerima laporan mengenai organisasi spionase Jerman di Detroit, FBI melakukan penyelidikan dengan menempatkan anggota-anggotanya di pabrik Ford untuk mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti.
“Diketahuilah oleh FBI, bahwa selain mencuri serta membeli rahasia-rahasia industri Ford, gerakan spionase tadi telah menyebarkan juga benih-benih perpecahan serta keonaran di kalangan buruh pabrik Ford tersebut,” tulis Minggu Pagi.
Informasi rahasia pembuatan alat-alat perang di dalam pabrik Ford dapat dibeli dengan harga sangat tinggi, sementara benih perpecahan disebar di kalangan buruh kulit putih dan kulit berwarna. FBI menduga keonaran itu untuk memicu pemogokan yang bisa melumpuhkan pekerjaan di pabrik Ford. Setelah mendapatkan keterangan-keterangan yang cukup, FBI menangkap Grace pada Agustus 1943.
Baca juga:
Ujeng Suwargana, Jejak Spion Melayu
Terancam hukuman mati membuat Grace memilih untuk membongkar rahasia organisasinya. Berkat pengakuan wanita yang dipanggil “Countess Buchanan-Dineen” itu Hoffman ditangkap di sebuah kapal di Brooklyn. Saat itu ia telah selesai mendapat pelatihan di Crosse Ile dan mendapat tugas di Sheepshead Bay di Brooklyn, New York. Saat diinterogasi oleh agen FBI, jawaban-jawaban yang diberikan Hoffman selalu simpang siur.
“Mula-mula orang mengira bahwa Hoffman hanya berlaku ‘pura-pura bodoh’, serta sengaja memberi jawaban-jawaban palsu, tetapi kemudian ternyata bahwa ia telah memberikan laporan-laporan tentang pelayaran di Sheepshead Bay kepada organisasi spionase di Detroit,” tulis Minggu Pagi.
Ketika agen FBI menanyakan laporan yang dikirimkan kepada Grace, Hoffman mengaku lupa isinya. Ia mengatakan bahwa laporan-laporan “rahasia” itu diambil dari berita-berita di sejumlah surat kabar. Artinya, berita-berita yang sudah umum, bukan rahasia lagi.
Baca juga:
Mata-mata CIA dari Indonesia Dieksekusi Mati di Korea Utara
Namun, Hoffman tak dapat mengatakan harian-harian atau majalah apa yang ia kutip di dalam laporannya karena terlalu banyak. Apa yang diungkapkan Hoffman tentu membuat jaksa dan hakim bingung. Akhirnya, Hoffman diserahkan kepada dokter jiwa untuk diperiksa kesehatan mentalnya. Setelah diselidiki selama beberapa pekan, dokter jiwa berpendapat bahwa Hoffman agak “miring otaknya”. Menurut Theodore Koop dalam Weapon of Silence kondisi itu yang membuat Hoffman dibebaskan dengan alasan tidak cukup waras untuk diadili.
Ada yang menganggap Hoffman terbebas dari “lubang jarum” karena laporan yang berikan kepada organisasi spionase pimpinan Grace yang diteruskan kepada dinas spionase Jerman, tak berbahaya dan bukan rahasia lagi sehingga dianggap tidak merugikan dinas pelayaran AS. Orang-orang yang mengikuti perkara spionase di Detroit ini tertawa terpingkal-pingkal, tetapi mereka juga heran ada “spion edan” yang berhasil memperdaya Laksamana Wilhelm Canaris, kepala Abwehr (Dinas Intelijen Militer Jerman), dan sukses mendapatkan uang banyak dengan mengirim laporan-laporan kosong. Tak hanya itu, kasus Hoffman juga membuat geger dinas rahasia AS.*