Pertengahan 1980-an, Ramadan Karta Hadimadja mendapatkan pekerjaan bergengsi, menuliskan kisah hidup Presiden Soeharto. Brigadir Jenderal Gufron Dwipayana alias Dipo menjadi penengah antara Ramadhan dan Soeharto. Dipo selalu memberi tahu Ramadhan kapan bisa bertemu Soeharto.
Pertemuan langsung antara Ramadhan dengan Soeharto pertama kali terjadi pada suatu Jumat sekitar tahun 1985. Dipo menjemput Ramadhan dan kemudian bergerak ke Jalan Cendana, Menteng, Jakarta. Sampai di sana Ramadhan harus menunggu terlebih dulu karena Soeharto sedang ada pembicaraan dengan tamu lain. Tak lama kemudian, Ramadhan diperbolehkan bertemu Soeharto dengan diantar dan kemudian diperkenalkan oleh Dipo.
“Pak Harto mengulurkan tangannya setelah Dipo memperkenalkan saya,” ingat Ramadhan KH seperti ditulisnya dalam buku Panggung Sejarah: Persembahan kepada Prof. Dr. Denys Lombard.
Ramadhan menemukan kesan ramah pada diri Soeharto, jauh dari kesan angker. Soeharto kaya senyum. Tak heran jika OG Roeder, sarjana asal Jerman, memberi judul biografi Soeharto yang ditulisnya di era 1970-an dengan The Smiling General. Dengan Ramadhan, Soeharto mengobrol santai sembari menghisap cerutunya.
Ramadhan tak ingin mengecewakan Soeharto. Hingga dia sangat ingin mengatakan sesuatu.
“Saya hanya mampu sampai menulis buku Kuantar ke Gerbang tentang Bung Karno dan Ibu Inggit yang mungkin Bapak sudah baca,” kata Ramadhan.
“Ya, saya sempat baca beberapa halaman di depan,” kata Soeharto.
Ramadhan pun merasa bahwa bukan Soeharto yang memilihnya untuk mengerjakan autobiografinya. Menurutnya Soeharto hanya setuju bahwa dirinya yang mengerjakan autobiografinya itu.
Tak lupa Ramadhan juga menjelaskan bahwa dia orang Jawa Barat dan menulis tentang orang Jawa Tengah adalah “beban” tersendiri. Soeharto malah meyakinkannya bahwa Ramadhan akan dibantu. Ramadhan bahkan diberi keleluasaan waktu dua tahun untuk mengerjakannya.
Ketika mendapatkan pekerjaan menulis autobiografi Soeharto itu, Ramadhan sempat berbicara dengan beberapa kawannya terkait pekerjaan itu. Ada beberapa saran untuk menolak.
“Jangan mau,” kata Mochtar Lubis. Ajip Rosidi juga menyarankan hal yang sama. Namun beberapa kawan lain memberikan saran yang berbeda.
“Benar, Atun yang tepat. Mesti mau! Bakal bagus,” kata diplomat RI yang lama di Eropa Ilen Surianegara. Atun adalah panggilan Ramadhan. Sementara Budiardjo Duta Besar Spanyol juga bilang,” Benar, bagus. Dan Pak Ramadhan yang tepat untuk itu, terima!”
Tak hanya dari kawan penulis dan diplomat, istrinya, Pruistin Atmadjasaputra, pun dimintai pendapat terkait pekerjaan itu. Pendapat ini yang paling menentukan.
“Harus ingat saya, dong,” kata Pruistin.
Istri Ramadhan adalah diplomat di Departemen Luar Negeri. Jadi tergolong PNS di masa Orde Baru itu. Pruistin kala itu sudah sakit-sakitan. Jadi pekerjaan itu pun diterima Ramadhan.
Pekerjaan wawancara dengan Presiden tak bisa selalu langsung dilakukan Ramadhan. Dipo yang sangat membantu dalam menyediakan data, kerap membawakan rekaman jawaban yang diberikan Ramadhan melalui Dipo. Ramadhan mengaku tak lebih dua kali bertemu mewawancarai Soeharto. Bahkan ada wawancara yang terlewat.
Suatu kali Dopo menelpon. Dipo mengajak Ramadhan untuk bertemu Soeharto di Tapos pada suatu hari Minggu. Soeharto tampak senggang di Tapos pada hari itu.
“Cilaka,” Ramadhan membatin. Dirinya tak bisa memenuhi ajakan tersebut, sebab sudah punya janji dengan putranya.
“Dengan menguatkan diri, saya berusaha menolak ajakan Dipo itu dengan alasan bahwa saya sudah janji kepada anak saya dan pertunjukannya di kampus UI itu adalah yang pertama,” aku Ramadhan KH.
Putra Ramadhan dikenal sebagai Gilang Ramadhan. Dia salah satu drummer terbaik di Indonesia yang cukup tenar. Dhani Pette Widjanarko dalam Gigi Peace, Love & Respect menyebut Gilang pernah bergabung dalam Exit Band, sebuah band jazz, bersama Oding Nasution, Yuke Semeru, Indra Lesmana dan Dewa Budjana. Exit Band pernah bermain di November Jazz 1985.
Lantaran janji Ramadhan dengan Gilang itulah Dipo pun memaklumi penolakan Ramadhan. Wawancara baru dilakukan pada minggu berikutnya.
Buku yang disusun Ramadhan itu akhirnya selesai. Semuanya berdasarkan pengakuan Soeharto. Jadi Soeharto adalah orang yang paling bertanggungjawab atas buku itu. Buku itu dijuduli Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Seperti The Smiling General, buku yang disusun Ramadhan juga menjadi rujukan. Buku itu tak menimbulkan kegaduhan.