Masuk Daftar
My Getplus

Ingin Mulai Aksi Massa, Aktivis Malah Ditangkap Massa

Kurangnya koordinasi dan adanya miskomunikasi bikin aksi massa pertama para pemuda gagal. Ada yang ditangkap massa.

Oleh: M.F. Mukthi | 03 Des 2019
Maruto Nitimihardjo. (Nugroho Sejati/Historia).

BERITA kekalahan Jepang membuat para pemuda yang dimotori Chairul Saleh, Sukarni, Wikana, Adam Malik, Maruto Nitimihardjo tak sabar ingin kemerdekaan segera diumumkan. Untuk itulah mereka mendesak pemimpin nasional golongan tua, yang diwakili Sukarno-Hatta, segera memproklamasikan kemerdekaan.

Sambil terus memajukan kehendaknya, para pemuda terus bergerak menyelesaikan segala rencana yang bakal dilakukan ketika kemerdekaan telah dicapai. Mereka mencetak dan menyebarkan pamflet-pamflet kemerdekaan, menggalang massa, dan mengatur siasat untuk bergerak begitu Indonesia telah dicetuskan.

Kesibukan para pemuda di situasi yang bergerak cepat itu membuat BM Diah, wartawan Asia Raya yang ikut bergabung bersama kelompok pemuda nasionalis, bingung begitu keluar dari tahanan Jepang.

Advertising
Advertising

Baca juga: Adam Malik dan Minyak Rambut

“Tanggal 15 Agustus pagi saya berada di luar penjara Jepang, di udara bebas. Segera setelah di luar, saya menemui keluarga saya. Kemudian mencari kawan-kawan yang bergerak dalam Angkatan Baru. Saya mencari Sukarni di rumahnya. Tidak ada. Dikatakan bahwa ia menyembunyikan diri karena bersama saya delapan hari lalu banyak pemuda diburu polisi Jepang. Kemudian saya mencari Chairul Saleh. Juga saya tidak mendapatkannya di rumahnya. Saya mencari Supeno dan Soediro di Cikini, di tempat kami kadang-kadang berkumpul. Juga mereka tidak saya temukan,” kata BM Diah memoarnya, Catatan BM Diah: Peran “Pivotal” Pemuda Seputar Lahirnya Proklamasi 17-8-’45.

Kesibukan itulah yang membuat tokoh-tokoh pemuda justru alpa di Hari-H proklamasi. “Pada hari proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, kawan-kawan tidak ada yang hadir di Pegangsaan 56. Kami masing-masing sibuk. Saya dengan Pandu meroneo pamflet proklamasi. Sedangkan Chairul katanya diamankan orangnya Kaigun di Jln. Kebon Sirih 71, dengan alasan untuk menghindari penangkapan dari orang-orangnya Gunseikanbu (semacam garnisun). Sukarni, saya tidak tahu dia di mana, Adam Malik sedang sibuk menyiarkan proklamasi lewat kantor berita Domei bersama Syarudin. Pendek kata, kami tidak ada yang hadir,” kata Maruto Nitimihardjo dalam testimoninya di biografi Chairul, Chairul Saleh Tokoh Kontroversial.

Baca juga: Jejak Langkah Sang Pengikut Tan Malaka

Sore setelah proklamasi dibacakan, Maruto, Chairul, Adam, Wikana dan beberapa anak buahnya, serta Jawoto berkumpul kembali di sekolahnya Jawoto. “Kita semua groggy, frustasi,” sambung Maruto. Keadaan berlainan dari yang mereka rencanakan sebelumnya membuat mereka frustasi. “Kita sudah capai-capai kok tidak ada aksi kelanjutan?”

Saking frustrasinya, Pandu Kartawiguna bahkan sampai stres dan mengamuk. Kerisnya dia cabut dari sarungnya dan dia coba bunuh siapapun yang kebetulan melintas di dekatnya. “Dengan susah payah kita menenangkan Bung Pandu.”

Setelah beristirahat dan suasana tenang, mereka kembali berembuk. Diputuskan bahwa keesokan harinya, 18 Agustus, mereka kembali bergerak. Sasarannya Gedung Raad van India (kini Gedung BP-7 di Kompleks Kemenlu, Pejambon). Di sanalah para anggota PPKI bersidang.

Pada Hari-H, para pemuda yang sudah pindah markas ke Prapatan 10, lalu menyabot sidang PPKI dengan menculik beberapa pemimpinnya. “Kita boikot, karena kita anggap bahwa badan tersebut berbau Jepang,” sambung Maruto.

Baca juga: Tinju Chairul Hampir Mendarat di Wajah Aidit

Selain Sukarno-Hatta, anggota PPKI yang hadir memenuhi permintaan pemuda ke Prapatan 10 antara lain Achmad Subarjo, Teuku Moh. Hasan, dan Mr. Ketut Puja. Sutan Sjahrir kemudian datang setelah dijemput Abubakar Lubis dan kawan-kawan penghuni Prapatan 10 yang pengikut Sjahrir.

Hasil dari pertemuan itu adalah kesepakatan melaksanakan apa yang tercantum dalam proklamasi: pengambilalihan kekuasaan dari Jepang. Selain itu, menggerakkan rakyat di ibukota untuk menunjukkan Indonesia sudah merdeka. Untuk itu, isyarat pembuka gerakan pun ditetapkan berupa: tembakan meriam penangkis udara di Kemayoran, pembakaran di Jatinegara, dan penggerakan satu batalyon Heiho di Jatinegara untuk menguasai Jakarta.

Namun, kurangnya koordinasi dan adanya miskomunikasi membuat aksi-aksi yang ditetapkan berjalan sendiri-sendiri dan berakhir tanpa sesuai rencana. “Pamflet proklamasi yang sudah kita sebarkan pun tidak kita ketahui, apa sudah tersebar ke pelosok-pelosok dan bagaimana reaksi masyarakat? Tanda berkobarnya api di Jatinegara yang sedianya dinyalakan oleh Saudara Jamil dengan membakar rumah WTS di Kebonpala, berkesudahan Jamil ditangkap oleh rakyat di sekitarnya. Pendek kata, semua gagal,” kata Maruto.

TAG

adam malik chairul saleh bm diah

ARTIKEL TERKAIT

Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika Hukuman Penculik Anak Gadis Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Masa Kecil Sesepuh Potlot Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Kriminalitas Kecil-kecilan Sekitar Serangan Umum 1 Maret Dokter Soetomo Dokter Gadungan Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Umar Jatuh Cinta di Zaman PDRI