Masuk Daftar
My Getplus

Bung Karno Jajan

Di tengah kesibukannya sebagai presiden Republik Indonesia (RI), Bung Karno kerap ngelayap untuk sekadar berburu makanan kesukaannya.

Oleh: Hendi Johari | 03 Mar 2021
Presiden Sukarno. (Wikimedia Commons).

CIBINONG, Bogor awal tahun 1960-an. Jumari masih ingat “durian runtuh” menghampirinya malam itu. Sekira jam 9, ketika dirinya akan bersiap membereskan dagangan, tetiba sebuah mobil sedan berhenti tepat  di depannya. Dari kaca mobil bagian belakang, seraut wajah yang tak asing lagi baginya muncul.

“Hei Mang, itu rambutan rapiah, bukan?” tanya lelaki setengah tua itu dalam bahasa Sunda.

Sambil melayani, Jumari mengingat-ingat siapa gerangan orang yang tengah membeli rambutan-nya itu. Begitu ingat, meledaklah kegembiraan pedagang buah-buahan asal Ciawi, Bogor tersebut.

Advertising
Advertising

“Bapak? Ini teh Bapak Presiden?! Woi aya Bapak Presiden euy!” teriaknya memberitahu orang-orang yang ada di sekitarnya. Sang presiden hanya tertawa.

Baca juga: Makanan Sederhana Presiden Pertama

Sontak orang-orang berkerumun di sekitar mobil tersebut. Dua pengawal kemudian turun untuk mengatur supaya orang-orang yang ingin bersalaman dengan Presiden Sukarno tidak berebutan. Dengan ramah dan tenang, Bung Karno melayani keinginan khalayak. Setelah menanyakan ini dan itu kepada Jumari dan orang-orang, dia kemudian pamit dan melanjutkan perjalanan ke arah Jakarta.

“Beliau hanya mengambil 5 ikat rambutan dan langsung dibayar pengawalnya. Padahal kalau mau, saya ingin memberikan semua dagangan saya untuk beliau. Tidak apa juga kalau harus rugi hari itu,” ujar lelaki kelahiran tahun 1932 itu sambil terkekeh.

Semenjak muda, Bung Karno memang memiliki kebiasaan ngelayap untuk jajan makanan. Tradisi itu berlanjut saat dia menjadi presiden RI. Bahkan menurut Guntur Sukarnoputra, tak jarang ayahnya itu mengajak juga putera-puteri-nya untuk berburu makanan.

“Bapak selalu mengajak kita keliling-keliling kota Jakarta untuk rileks di malam hari secara incognito,” ungkap Guntur dalam bukunya, Bung Karno: Bapakku, Kawanku, Guruku.

Guntur berkisah suatu hari Bung Karno mengajak dirinya untuk makan di Layar Terkembang. Itu nama suatu restoran sate Madura terkenal saat itu yang letaknya berada di kawasan Cilincing, perbatasan antara Bekasi dengan Jakarta.

Sambil menunggu sate dihidangkan, Bung Karno lantas berjalan-jalan di halaman restoran dan saat itulah dia kemudian bertemu dengan seorang anak muda yang tengah berjualan durian. Tanpa ragu-ragu sang presiden langsung menanyakan harga buah kesukannya itu.

Baca juga: Kisah Sukarno Kecil di Mojokerto

“Eta kadu sabaraha, Jang? (Itu duren berapa harganya, Jang?)

“Eh…Eh…”

“Sabaraha?”

“Apaan yah?”

“Hah…Kau bisa bahasa Sunda?”

Nd…Ndakkk, Pak…

“Ah…Dari mana kau punya asal?”

“ Di sini-sini saja,Pak…”

“Oh, Bapak kira kau berasal dari Priangan…Jadi durennya harganya satu berapa?”

Sadar yang tengah menawar dagangannya itu adalah presiden-nya, sang penjual duren malah jadi gugup.

“ Harganyaaa…Ah, berapa aja deh, Pak…”

“Lho? Yang beneeerrr! Harganya berapa satu?”

Baca juga: Loyalis Sukarno Bernama Ibrahim Adjie

Sang penjual duren pun pada akhirnya menyebut harga. Setelah cocok, Bung Karno pun memilih sendiri duren-duren itu dan membawanya ke Istana Negara untuk dinikmatinya bersama para pengawal dan para pembantu.

Soal berburu makanan ternyata tidak hanya dilakukan oleh Bung Karno di Bogor dan Jakarta saja. Saat dia tengah berkunjung ke luar kota pun, sang presiden kerap melakukan kebiasaannya itu. Priyatna Abdurrasyid (eks Jaksa Agung) masih ingat, bagaimana setiap ke Bandung, Bung Karno selalu singgah di tukang sate ayam favoritnya yang terletak di Jalan Asia Afrika.

“Dengan menumpang jip dan memakai kaos putih oblong, celana pendek dan sandal, Bung Karno didampingi (Brigjen) Sabur (komandan Resimen Tjakarabirawa) keluar untuk makan sate,” kenang Priyatna dalam otobiografinya, Dari Cilampeni ke New York: Mengikuti Hati Nurani (disusun oleh Ramadhan K.H.)

Sebelum pergi, kata Priyatna, biasanya Bung Karno akan mencari terlebih dahulu Mayor Jenderal Ibrahim Adjie (Panglima Kodam Siliwangi saat itu) di Pakuan. Begitu bertemu perwira tinggi yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri itu, Bung Karno tanpa ragu-ragu akan berteriak:

“Ji coba beri aku uang seribu rupiah! Aku mau makan sate nih…”

Tanpa banyak bicara, Adjie pun akan merogoh saku celananya dan langsung memberikan uang ribuan kepada Bung Karno.

TAG

sukarno

ARTIKEL TERKAIT

Diangkat jadi Nabi, Bung Karno tak Sudi Warisan Persahabatan Indonesia-Uni Soviet di Rawamangun Saat Pelantikan KSAD Diboikot Ketika Media Amerika Memberitakan Sukarno dan Dukun Protes Sukarno soal Kemelut Surabaya Diabaikan Presiden Amerika Arsip Foto Merekam Jakarta di Era Bung Karno Di Sekitar Indonesia Menggugat Bung Karno di Meksiko Kabinet 100 Menteri dan Kabinet Merah Putih Kabinet 100 Menteri Dulu dan Kini