Masuk Daftar
My Getplus

Proudhon, Orang Pertama yang Mengaku Anarkis

Pemikir awal anarkisme sekaligus orang pertama yang mengaku sebagai anarkis.

Oleh: Andri Setiawan | 18 Apr 2020
Lukisan Pierre-Joseph Proudhon. (Wikimedia Commons).

Di sebuah kota tua Besançon, Prancis, 15 Februari 1809, lahir seorang Pierre-Joseph Proudhon. Berasal dari keluarga petani pegunungan yang tangguh sejak beberapa generasi, Proudhon merupakan pemikir awal anarkisme dan orang pertama yang menyebut dirinya anarkis di kemudian hari.

Ayah Proudhon adalah seorang pembuat bir dan tong bir. Ia sendiri hidup di pertanian sampai usia sepuluh tahun. Pada usia 12 tahun, ia bekerja di gudang bawah tanah dalam bisnis ayahnya. Proudhon kemudian mendapat beasiswa di College de Besançon. Ketika menginjak usia 18 tahun, bisnis ayahnya bangkrut dan ia keluar dari sekolah untuk mencari nafkah.

Menurut George Woodcock dalam Pierre-Joseph Proudhon, A Biography, pada 1827, Proudhon magang di sebuah percetakan di kota kelahirannya. Sekitar tahun 1832, ia mengunjungi Paris, menjelajahi kota itu dari satu percetakan ke yang berikutnya.

Advertising
Advertising

Baca juga: Tiga Abad Anarkisme Eropa

Lebih jauh lagi, Proudhon kemudian menemani tour de France salah seorang pelancong yang berkeliaran dari kota ke kota, mengambil pekerjaan di mana mereka dapat menemukannya, hidup genting, tetapi mendapatkan banyak pengalaman. Ia baru kembali ke Besançon pada 1838 untuk melanjutkan studinya.

Pada 1840, Proudhon menyelesaikan karyanya Qu’est-ce que la propriek? (What is Property?). Karya awalnya ini mempertanyakan tentang kepemilikan, yang kemudian mengenalkan ungkapan “hak milik adalah pencurian”. Proudhon menyebut buku ini berisi tentang teori kesetaraan politik, sipil, dan industri yang ditujukan “untuk menentukan ide keadilan, prinsipnya, karakternya, dan formulanya, khususnya sebagaimana dicontohkan dalam institusi hak milik”.

“Dia mencela hak milik dari orang yang menggunakannya untuk mengeksploitasi tenaga kerja orang lain tanpa usaha di pihaknya sendiri, hak milik yang dibedakan berdasarkan bunga, riba, dan sewa, oleh pemaksaan non-produsen atas produsen,” terang Woodcock.

“Hak milik adalah pencurian” kemudian menjadi salah satu ungkapan agung abad ke-19. Ungkapan ini bahkan dipinjam oleh kaum sosialis dan komunis.

Baca juga: Anarkisme dalam Perang Sipil Spanyol 1936

Dalam buku ini pula, Proudhon mendaku diri sebagai seorang anarkis. "Saya baru saja memberi Anda pengakuan iman yang serius dan serius. Walaupun saya adalah pendukung kuat ketertiban, saya sepenuhnya memahami istilah ini, sebagai seorang anarkis," katanya.

Selain ungkapan “hak milik adalah pencurian”, Proudhon juga menciptakan ungkapan lainnya yakni “anarki adalah tatanan” dan “Tuhan itu jahat”. Ungkapan-ungkapan itu, menurut Peter Marshall, menyiratkan bahwa Proudhon mengagumi paradoks.

“Dia adalah salah satu pemikir paling kontradiktif dalam sejarah pemikiran politik, dan karyanya telah memunculkan berbagai interpretasi yang saling bertentangan,” sebut Marshall dalam Demanding The Impossible, A History of Anarchism.

Setelah publikasi What is Property?, Proudhon mulai memiliki pengaruh besar. Karl Marx menyambutnya sebagai “pekerjaan yang menembus” dan menyebutnya “pemeriksaan hak milik yang menentukan, kuat dan ilmiah pertama”. Marshall menambahkan, Proudhon juga mulai menghantui imajinasi borjuasi Prancis sebagai l'homme de la terreur yang mewujudkan semua bahaya revolusi proletar.

Baca juga: Menggali Akar Anarkisme di Indonesia

Pada 1844–1845, Proudhon ke Paris untuk menulis serangan berikutnya terhadap pemerintah dan hak milik. Ia kemudian bertemu banyak buangan politik, termasuk Marx, Herzen, dan Bakunin. Bakunin inilah yang kemudian mengembangkan ide-ide Proudhon dan menyebarkannya di antara gerakan anarkis internasional yang sedang tumbuh.

Proudhon menerbitkan dua volume besar The System of Economic Contradictions, or The Philosophy of Poverty pada 1846. Dalam karya inilah ia menyatakan “Tuhan itu jahat”. Ia juga menguraikan tentang mutualisme.

Pada 1853, Proudhon menulis Philosophy of Progress. Kemudian Of Justice in the Revolution and the Church terbit pada 1858. Sebelum meninggal, ia mnengerjakan On the Political Capacity of the Working Classes (1865). Ia memilih proletariat sebagai pembawa obor revolusi dan menawarkan taktik baru bagi mereka untuk mencapai kebebasan dan keadilan.

Proudhon wafat pada 1865. Sepanjang hidupnya, ia menerbitkan lebih dari empat puluh karya, meninggalkan empat belas volume korespondensi, sebelas volume buku catatan, dan sejumlah besar manuskrip yang tidak diterbitkan.

Baca juga: George Orwell dan Perang Sipil Spanyol 1936

Ketika gerakan buruh di Prancis mulai berkembang, pengaruh Proudhon tumbuh pesat. Ide-idenya mendominasi bagian-bagian kelas pekerja Prancis yang membantu membentuk Internasionale Pertama. Kaum Proudhon juga merupakan kelompok tunggal terbesar di Komune Paris 1871.

Setelah Bakunin dan Marx pecah, organ kelompok anarkis militan pertama yang bermarkas di Swiss menyatakan: “Anarki bukanlah penemuan Bakunin. Proudhon adalah bapak sesungguhnya dari anarki”. Sementara itu, Bakunin sendiri juga merupakan orang pertama yang mengakui bahwa “Proudhon adalah tuan bagi kita semua”.

TAG

anarkisme prancis

ARTIKEL TERKAIT

Mata Hari di Jawa Tepung Seharga Nyawa Pengawal Raja Charles Melawan Bajak Laut Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Strategi Napoleon di Balik Kabut Austerlitz Napoleon yang Sarat Dramatisasi Topi Merah Simbol Perlawanan Rakyat Prancis Di Balik Warna Merah dan Istilah Kiri Para Perempuan dalam Buaian Napoleon Marcel Dassault dan Jet Tempur Kebanggaan Prancis