Masuk Daftar
My Getplus

Singa Mesopotamia yang Menyala

Di level senior maupun U-23, Irak jadi momok baru buat Indonesia. Kini Irak menatap harapan mengulang sukses lolos ke Piala Dunia 1986.

Oleh: Randy Wirayudha | 11 Jun 2024
Peluang Irak kian menyala untuk lolos ke Piala Dunia 2026 (the-afc.com/IFA)

IRAK bak menjadi momok baru bagi tim nasional sepakbola Indonesia di Asia. Tak peduli tingkat senior maupun U-23 sejak 2006. Setidaknya dalam empat kali pertemuan, para punggawa Garuda kesulitan menaklukkan tim yang negerinya sempat luluh lantak akibat invasi Amerika Serikat cs. dalam Perang Irak (2003-2011) serta intervensi Amerika dalam pemerintahan Irak (2014-2021).

Sejak 2006, timnas Indonesia empat kali bersua Irak dan semua berakhir pahit. Pada babak penyisihan Grup B Asian Games 2006, timnas Indonesia U-23 dihajar Irak U-23 dengan skor menholok, 0-6.  Di level timnas senior, pada pertemuan pertama babak kedua penyisihan Grup F Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona AFC pada 16 November 2023, tim besutan Shin Tae-yong juga keok 1-5. Begitu juga di laga perebutan juara ketiga Piala Asia U-23 pada 2 Mei 2024, Ivar Jenner cs. dibekuk 1-2 sehingga Irak U-23 yang lolos ke Olimpiade 2024.

Terbaru, saat kembali melakoni pertemuan kedua di Grup F Kualifikasi Piala Dunia 2026 di kandang, Stadion Utama Gelora Bung Karno, pada Kamis (6/6/2024), lagi-lagi timnas senior Indonesia keok, 0-2. Irak pun memastikan diri lolos ke babak terakhir kualifikasi zona Asia.

Advertising
Advertising

“Fase berikutnya (babak ketiga) kualifikasi Piala Dunia akan sulit dan berbeda karena akan terdapat tim-tim dengan level tinggi seperti Jepang, Korea, Iran, dan beberapa tim yang lolos lainnya. Yang pasti sudah jadi mimpi kami untuk lolos (Piala Dunia) dan kami akan melakukan hal terbaik untuk mencapainya,” kata Jesús Casas, pelatih Irak, dikutip laman resmi AFC, Jumat (7/6/2024).

Baca juga: Sepakbola Palestina Merentang Masa

Jesús Casas García (tengah) yang membesut timnas Irak sejak 2022 (the-afc.com)

Di Balik Gaung Sepakbola Irak 

Sebagaimana di negara-negara dunia ketiga, sepakbola modern hadir di Irak sebagai olahraga yang dibawa serdadu-serdadu dan ekspatriat Inggris. Pasukan Inggris mendirikan basis-basisnya di beberapa wilayah Irak seiring Pemberontakan Arab terhadap Kesultanan Utsmaniyah (1916-1918).

“Personil militer Inggris memainkan sepakbola di antara sesama prajurit (Inggris) dan rekrutan-rekrutan lokal di basis-basis militer mereka. Direktur Pendidikan Humphrey Ernest Bowman juga mendorong permulaan sepakbola di beberpa sekolah. Sebuah pertandingan antara dua tim sekolah tercatat sempat terjadi pada Maret 1918 dan pada 1921 sudah ada kompetisi untuk tim-tim sekolah,” ungkap Stuart dan Philip Laycoc dalam How Britain Brought Football to the World.

Sepakbola kian populer di Baghdad dan beberapa kota lain sejak 1923 seiring makin banyak ekspatriat Inggris yang datang karena maraknya eksploitasi sumur-sumur minyak. Saat itu, Kerajaan Irak pimpinan Raja Faisal I yang terbebas dari kekuasaan Turki Utsmaniyah berstatus Mandatory Irak di bawah mandat Kerajaan Inggris.

“Pada 1923 sudah berdiri Baghdad Football Association (BFA) yang mengatur kompetisi yang lebih luas dengan klub Inggris, Baghdad Casuals, memainkan peran kuncinya. Akan tetapi gairah sepakbola makin berakar di antara masyarakat lokal Irak dan pada 1931 sekelompok personel angkatan udara Irak yang dilatih Inggris membentuk klub tertua, Al-Quwa Al-Jawiya, selain juga klub personel angkatan udara Inggris, RAF Habbaniya,” tambahnya.

Baca juga: Qatar di Gelanggang Sepakbola

BFA menggelar kopetisi resmi pertamanya pada 1924 yang diikuti 16 tim militer, sekolah, hingga tim-tim kampus. Adalah klub Thanawiya al-Merkaziya yang menjadi juara pertamanya pada April 1924 setelah di final mengalahkan Wazara al-Ashgal, 3-0. 

Tak hanya kompetisi, BFA juga membentuk kesebelasan nasional Baghdad XI pada November 1924 yang berisi pemain-pemain terbaik dari 16 tim pertama kompetisi BFA. Tim Baghdad XI itu namun sekadar melakoni laga-laga non-resmi melawan tim-tim militer Inggris.

BFA lalu dibubarkan dan kemudian para anggotanya dilebur ke dalam Iraq Football Association (IFA) yang resmi berdiri pada 8 Oktober 1948. Federasi anyar yang menaungi sepakbola segenap wilayah Irak ini diterima jadi anggota FIFA pada 1950.  Sementara, timnas Irak resmi memainkan laga internasional perdananya di partai pembuka Pan Arab Games 1957.

Timnas Irak saat melakoni tur ke Turki pada 1951 (Wikipedia)

Prestasi tim berjuluk “Singa Mesopotamia” itu terbilang lumayan moncer sebelum masa-masa kegelapan gegara Perang Teluk (1990-1991). Selain empat kali memenangi Arab Cup (1964, 1966, 1985, 1988), timnas Irak dua kali juara Arabian Gul Cup (1979, 1984) dan Turnamen Merdeka (1981), serta medali emas Arab Games 1985. Pun di level klub, pada 1970-an klub-klub Irak cukup disegani di kompetisi Asia.

“Al-Shorta, klub yang bernaung di bawah kepolisian mencapai final Asian Champions Cup (kini Liga Champions Asia, red.), di mana mereka menghadapi Maccabi Tel Aviv asal Israel. Namun karena protes terkait penindasan penduduk sipil Palestina, tim asal Irak itu memboikot laga finalnya dan Tel Aviv-lah yang dinyatakan sebagai pemenang gelarnya,” ungkap David Goldblatt dan Johnny Acton dalam The Soccer Book: The Teams, the Rules, the Leagues, the Tactics.

Baca juga: Selayang Pandang Sepakbola Afghanistan

Sebelum terpuruk pada 1990-an, Irak sudah mencicipi Piala Dunia, yang digelar di Meksiko pada 1986. Irak melakoni debutnya di Piala Dunia itu sebagai satu dari dua wakil Asia menemani Korea Selatan. Meski begitu, perjalanan Ahmed Radhi dkk. hanya sampai di penyisihan Grup B usai tiga kali kalah dari Paraguay, Belgia, dan tuan rumah Meksiko.

Lantas, saat Perang Teluk, timnas Irak terdampak larangan bermain di sejumlah kompetisi Arab dan Asian Games. Pun semasa Perang Irak, timnasnya terpaksa mengungsi saat melakoni laga-laga tandang untuk mengikuti kualifikasi Olimpiade 2004 hingga Piala Asia 2007. 

Timnas Irak saat tampil kontra Belgia di Piala Dunia 1986 (the-afc.com)

Di era itu sebetulnya timnas Irak sedang bangkit dengan generasi emasnya berkat besutan pelatih Jerman Bernd Strange. Namun pada kualifikasi olimpiade, ia terpaksa mengundurkan diri setelah menerima ancaman mati dari pihak tak dikenal hanya karena ia sempat berpose foto dengan Menteri Luar Negeri Inggris Jack Straw. 

“Hidup saya berada dalam bahaya dan saya juga mengalami kelelahan. Namun saat Anda melihat tim yang pernah saya bantu bisa mencapai (semifinal) Olimpiade 2004 dan menang Piala Asia (2007), saya bangga akan anak-anak asuh saya,” kenang Strange kepada The Times, 12 Oktober 2008. 

Baca juga: Petualangan Tim Kanguru

Dalam Piala Asia 2007 yang dihelat di empat negara (Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam), Irak yang diasuh pelatih asal Brasil Jorvan Vieira sudah tampil moncer sejak babak penyisihan. Di Grup A, Irak sukses jadi juara grup dengan mengangkangi Australia, Thailand, dan Oman. Lalu di perempatfinal, mereka menyingkirkan Vietnam, memulangkan Korea Selatan di semifinal, dan tampil gemilang dengan menang tipis 1-0 di partai final kontra Arab Saudi di SUGBK, Jakarta. 

“Melihat tim nasional Irak di final saja sudah merupakan pencapaian hebat dan emosi yang ada begitu memuncak. Ini menunjukkan bahwa sepakbola diperlukan untuk membangitkan perasaan secara nasional bagi masyarakat yang merasakan penderitaan dalam beberapa tahun terakhir,” kata Sepp Blatter, presiden FIFA yang turut hadir di final, dilansir Times of Malta, 29 Juli 2007.

Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta yang jadi saksi Irak menjuarai Piala Asia 2007 (the-afc.com)

TAG

sepakbola irak

ARTIKEL TERKAIT

Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian I) Luka Lama Konflik Balkan di Gelanggang Sepakbola Eropa Ketika Pele Dimaki Suporter Indonesia Pele Datang ke Indonesia Aneka Maskot Copa América (Bagian II – Habis) Aneka Maskot Copa América (Bagian I) Hajatan Copa América yang Sarat Sejarah Lebih Dekat Menengok Katedral Sepakbola di Dortmund Tendangan dari Sakartvelo Naga Wuhan di Bawah Mistar Persebaya