Masuk Daftar
My Getplus

Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian II – Habis)

Hanya sedikit pemain yang bisa mengikuti jejak ayahnya mentas dan mencetak gol di Piala Eropa. Federico Chiesa salah satunya.

Oleh: Randy Wirayudha | 03 Jul 2024
Federico Chiesa yang mengikuti jejak ayahnya punya rekor tampil dan bahkan juara di Piala Eropa (figc.it)

PERJALANAN Federico Chiesa dkk. di Piala Eropa 2024 harus terhenti di babak 16 besar. Italia tumbang 0-2 oleh tim kuda hitam Swiss di Olympiastadion, Berlin, pada Sabtu (29/6/2024). Padahal, publik sepakbola punya ekspektasi besar pada Italia yang berstatus juara bertahan.

“Ia (Federico) bisa langsung menyengat di awal laga dengan skill yang ia miliki: dribbling, kecepatan, dan keberanian. Penampilannya saat melawan Kroasia bisa mengubah pertandingan. Mestinya ia bisa membuat perbedaan karena sisi kiri Swiss rentan serangan dan Chiesa sedianya punya segalanya untuk membuat bingung tim (asuhan pelatih Hakan) Yakin dengan one-v-one,” ungkap pelatih legendaris Fabio Capello, dilansir Football-Italia, Sabtu (29/6/2024).

Sayangnya performa hampir semua punggawa “Gli Azzurri” seolah sedang menukik, termasuk Federico Chiesa. Padahal, attaccante kelahiran Genoa, 25 Oktober 1997 itu turut jadi tulang punggung Italia saat menjuarai Euro 2020 dengan menyumbang dua gol, sebutir gol saat Italia menang 2-1 atas Austria di babak 16 besar dan satu gol lainnya ketika Italia menyingkirkan Spanyol via adu penalti.

Advertising
Advertising

Baca juga: Keberuntungan Italia di Piala Eropa

Enrico Chiesa hanya berseragam Gli Azzurri kurun 1996-2001 (fifa.com)

Dua gol itu membuat Federico menorehkan rekor baru pemain yang mampu mencetak gol di Piala Eropa sebagaimana ayahnya, Enrico Chiesa. Rekornya baru bisa disamai Francisco Conceição (Portugal) pada Euro 2024, di mana ayahnya, Sérgio Conceição, mencetak hat-trick di Euro 2000. 

Enrico Chiesa masuk dalam skuad Italia di Euro 1996 besutan Arrico Sacchi bersaing di lini depan dengan Roberto Baggio, Gianluca Vialli, dan Giuseppe Signori. Satu-satunya gol Enrico dicetak saat menyumbang satu-satunya gol saat Italia kalah 1-2 dari Rep. Ceko (kini Czechia) di penyisian Grup C.

Namun bukan hanya ayah-anak Enrico Chiesa -Federico Chiesa yang pernah bersinar di Piala Eropa. Berikut lima pasang ayah-anak lain yang juga tercatat pernah mentas di gelanggang Euro:

Baca juga: Sebelas Ayah dan Anak di Piala Eropa (Bagian I)

Peter Schmeichel & Kasper Schmeichel (Denmark) 

Peter Bolesław Schmeichel (kiri) saat tampil di Euro 1992 & Kasper

Kebalikannya dari ayah dan anak klan Chiesa, dari keluarga Schmeichel sang ayahlah yang punya rekor juara. Peter Schmeichel jadi bagian dari “Tim Dinamit” yang bikin kejutan dengan ledakannya di Piala Eropa 1992.

Membesarkan namanya di klub mapan Inggris, Manchester United, kiper legendaris berdarah Polandia kelahiran Gladsaxe pada 18 November 1963 itu sudah mulai dipanggil timnas Denmark pada 1987. Ia bahkan sudah jadi kiper utama di Euro 1988 dan dapat “durian runtuh” lolos kualifikasi Piala Eropa 1992 gegara Yugoslavia mendapat sanksi sebagai dampak Perang Yugoslavia (1991-2001). Peter cs. bahkan sudah memberi kejutan di penyisihan Grup 1 dengan menyingkirkan Prancis dan Inggris. 

“(Peter) Schmeichel menjadi sosok terpenting Denmark dalam Euro 1992. Menggagalkan tendangan (Marco) Van Basten dalam adu penalti melawan Belanda di semifinal dan membuat tim juara bertahan Jerman frustrasi (di final). Berkali-kali ia menggagalkan peluang emas striker-striker wahid Jerman yang tampaknya mustahil tidak menjadi gol,” tulis Bitbit Pakarisa & Hendra Sigalingging dalam Red Devils the Legend: Sejarah Manchester United dari Masa ke Masa.

Baca juga: Kiper Manchester United Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Garda gawang Denmark kemudian juga diteruskan Kasper Schmeichel yang lahir di København pada 5 November 1986 sebagai putra bungsu Peter dari istri pertamanya, Bente Schmeichel. Di klub, Kasper jadi bagian penting klub medioker Leicester City yang bikin kejutan juara Liga Inggris 2015-2016.

Sedianya Kasper sudah ikut dalam skuad Denmark di Euro 2012 namun masih berstatus kiper ketiga di bangku cadangan. Ia baru jadi starter di Piala Dunia 2018 dan kemudian turut mengantarkan Denmark sampai ke semifinal Piala Eropa 2020. Pada Euro 2024 kali ini, ia kembali jadi pengawal mistar utama meski upaya menyamai prestasi sang ayah untuk juara atau setidaknya mengulang Euro 2020 sudah kandas mengingat di babak 16 besar Kasper dkk. keok 0-2 oleh tuan rumah Jerman di BVB Stadion Dortmund pada Sabtu (29/6/2024).

Danny Blind & Daley Blind (Belanda) 

Dirk Franciscus "Danny" Blind (kiri) & Daley Blind (fifa.com)

Nama Danny Blind mulai masuk pemanggilan timnas Belanda pada 1986 pasca-Johan Cruyff membajaknya dari Sparta Rotterdam ke Ajax Amsterdam. Vedediger (bek) kelahiran Oost-Souburg, 1 Agustus 1961 itu memang sempat dicoret dari skuad Belanda besutan Rinus Michels di Piala Eropa 1988 hingga gagal ikut angkat trofi saat Belanda sukses menjuarainya. 

Kuat diduga Blind dicoret Michels karena dianggap pemain “kubu” Cruyff yang saat itu masih menukangi Ajax. Kala itu terjadi ketegangan “guru-murid” antara Michels dan Cruyff serta Cruyff dengan federasi sepakbola Belanda KNVB sejak 1985.

“Menurut Blind dalam salah satu wawancara, Cruyff memerintahkan para pemainnya (Ajax) untuk bersatu terhadap (timnas) Oranje agar sang bos bisa punya pengaruh. Pada sebuah rapat KNVB, Michels menyebut mantan muridnya sebagai psikopat. Tetapi kesukesan di Euro 1988 memberi Michels kepuasan batin tersendiri,” tulis Auke Kok dalam Johan Cruyff: Always on the Attack.

Baca juga: Ronald Koeman Pahlawan Katalan dari Zaandam

Blind baru kembali ke timnas mulai Piala Dunia 1990 saat Belanda sudah berganti pelatih dari Michels ke Leo Benhakker. Blind juga diikutsertakan lagi jadi palang pintu inti lini belakang pada Piala Dunia 1994, serta Euro 1992 dan 1996.

Jejak Danny lantas diteruskan putranya, Daley Blind, yang berposisi sama dengan ayahnya. Berkat performa impresifnya di Ajax, Daley acap dipanggil timnas Belanda di beragam jenjang dari U-15 mulai 2004. Sejak 2013, ia senantiasa jadi pilihan utama di skuad Belanda senior sepanjang Piala Dunia 2014, 2018, dan 2022, serta Piala Eropa 2020 dan 2024. Daley dkk. masih mampu lolos ke babak 16 besar selaku salah satu tim peringkat ketiga terbaik di penyisihan grup dan akan meladeni tim kejutan Rumania pada Selasa (2/7/2024).

Miroslav Kadlec & Michal Kadlec (Czechia/Ceko) 

Miroslav Kadlec (kiri) yang pernah membela Cekoslovakia dan Czechia & putranya, Michal Kadlec (fotbal.cz)

Lahir di Uherské Hradiště pada 22 Juni 1964, Miroslav Kadlec jadi satu dari sekian pemain yang turut merasakan transisi politik dan sepakbola dari Cekoslovakia –pecah menjadi Ceko dan Slovakia– ke Rep. Ceko alias Czechia. Membesarkan namanya di sepakbola Jerman bersama FC Kaiserslautern, bek tangguh itu sempat membela timnas Cekoslovakia kurun 1987-1993 dan memilih Czechia pada 1994-1997.

Kadlec sebagai kapten tim memimpin rekan-rekannya saat Ceko jadi tim kejutan di Euro 1996 dengan mengalahkan tim-tim kuat macam Italia (2-1) di penyisihan Grup C, Portugal (1-0) di perempatfinal, dan Prancis lewat adu penalti (6-5) di semifinal. Sayang, Kadlec dkk. harus puas jadi runner-up usai keok 1-2 dari Jerman di final.

Baca juga: Luka Lama Konflik Balkan di Gelanggang Sepakbola Eropa

Jejak Miroslav juga diteruskan putranya, Michal Kadlec, yang juga berposisi sebagai bek di Euro 2008, 2012, dan 2016. Prestasi sang ayah masih jadi mimpi yang begitu sulit diulang, sebab capaian terbaik Michal bersama timnas Czechia adalah perempatfinal Euro 2012 yang terhalang Portugal.

“Sungguh kebetulan keadaannya sama seperti pada (Euro) 1996 walau bedanya kamilah yang jadi juara grup. Portugal juga tim favorit dan akan jadi mimpi seandainya laga (vs. Portugal) akan berakhir seperti pada 1996,” kata Michal, dikutip laman resmi UEFA, 19 Juni 2012.

Lilian Thuram & Marcus Thuram (Prancis) 

Ruddy Lilian Thuram-Ulien (kiri) & Marcus Lilian Thuram-Ulien (UEFA)

Sepanjang berseragam Les Bleus (1994-2008), Lilian Thuram selalu jadi jaminan mutu di lini belakang Prancis. Ia turut berperan dalam kesuksesan Prancis meraih trofi Piala Dunia 1998 maupun trofi Eropa di Euro 2000. Pemain kelahiran Guadeloupe, 1 Januari 1972 itu juga masih jadi andalan timnas Prancis di Euro 2004 dan 2008 sebelum gantung sepatu.

Terlepas dari naik-turun politik identitas di Prancis terkait isu-isu imigran, Lilian Thuram jadi salah satu pemain keturunan imigran yang dipuja sebagai legenda hidup. Ia juga jadi role model bagi putranya, Marcus Thuram, yang juga dipanggil ke timnas senior Prancis mulai 2020. Marcus lahir di Parma, Italia pada 6 Agustus 1997 dari istri pertama ‘Papa Lilian’ ketika masih berkarier di Parma.

Baca juga: Enam Muslim Pionir di Sepakbola Prancis

“Dengan adik saya, Khéphren (gelandang OGC Nice), kami selalu ikut ke mana ia ditransfer. Ia (Lilian) adalah teladan dan saya berharap suatu hari nanti juga seperti dia yang disambut sorakan dan dukungan fans,” kata Marcus kepada Le Monde, 2 Juni 2024.

Harapan itu memang masih jauh. Namun asa itu tetap masih ada meski Marcus dkk. mesti susah payah lolos ke babak 16 besar Piala Eropa. Mereka akan berhadapan dengan Belgia di Merkur Spiel-Arena, Düsseldorlf, Minggu (1/7/2024).

Henrik Larsson & Jordan Larsson (Swedia) 

Edward Henrik Larsson (kiri) & Carl Henrik Jordan Larsson (UEFA/svenskfotboll.se)

Mulai berseragam timnas Swedia sejak 1993, Henrik Larsson menjadi ban serep apik salah satu dari tiga striker utama: Tomas Brolin, Kennet Anderson, dan Martin Dahlin di Piala Dunia 1994. Ia menyumbangkan satu gol saat Swedia menang 4-0 atas Bulgaria di perebutan juara ketiga. Namun, di Euro 2000 ia tak bisa tampil maksimal mengingat baru pulih cedera patah kaki saat bermain untuk Glasgow Celtic. 

Henrik juga comeback dari masa pensiunnya hanya karena ia kembali dibutuhkan skuad Swedia untuk Piala Eropa 2004. Ditandemkan dengan pemain bintang Zlatan Ibrahimović, Henrik turut menyumbang tiga gol dalam perjalanan Swedia yang mencapai perempatfinal namun kalah adu penalti dari Belanda. Meski begitu, setidaknya gol diving header-nya ke gawang Bulgaria di babak penyisihan Grup C dinobatkan sebagai gol terbaik Euro 2004.

“Saya pikir bagus buat Swedia dan sepakbola secara keseluruhan terkait ia (Henrik) kembali dari masa pensiun. Tetapi saya juga bisa bilang bahwa jika ia tak bermain, jalannya pertandingan akan berbeda,” kata Plamen Markov, pelatih Bulgaria, usai timnya digilas 5-0 oleh Swedia, dikutip BBC, 14 Juni 2004.

Lalu untuk kedua kalinya, pelatih Swedia Lars Lagerbäck sukses merayu Henrik masuk skuad lagi untuk Piala Eropa 2008. Dua tahun sebelumnya Henrik menyatakan pensiun dari timnas. Namun pada akhirnya ia gagal mengulang sukses empat tahun sebelumnya.

Hanya berselang delapan tahun pasca-Henrik gantung sepatu, putra Henrik mengikuti jejaknya ke timnas senior Swedia. Sama-sama berposisi sebagai striker, Jordan Larsson turut disertakan ke skuad Swedia di Euro 2020. Sayang langkah Swedia terhenti di perempatfinal usai kalah dari Ukraina via perpanjangan waktu. 

Baca juga: Lima Pesepakbola Tersubur di Pentas Internasional

TAG

sepakbola piala eropa piala-eropa

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian II – Habis) Cerita dari Stadion Kridosono (Bagian I) Pengungsi Basque yang Memetik Bintang di Negeri Tirai Besi Riwayat NEC Nijmegen yang Menembus Imej Semenjana Geliat Tim Naga di Panggung Sepakbola Mula Bahrain Mengenal Sepakbola Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan Memori Manis Johan Neeskens Kenapa Australia Menyebutnya Soccer ketimbang Football? Kakak dan Adik Beda Timnas di Sepakbola Dunia