ORANG Jambi juga melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Penaklukan daerah Jambi tergolong sulit. Sekitar awal abad ke-20, Jambi masih belum sepenuhnya dikuasai Belanda.
“Setelah melalui perlawanan yang panjang akhirnya Belanda bisa menguasai seluruh wilayah Jambi pada 1903,” tulis Bambang Hariyadi dalam Orang Serampas. Namun, perlawanan masih terjadi. Raden Mattaher, salah satu pemimpin perlawanan itu, baru dilumpuhkan pada 1907.
Pada pagi 20 Januari 1903, pasukan patroli KNIL dipimpin seorang perwira dengan 15 serdadu berbayonet dan bersenjata api, bergerak dari perkemahan di Pelajang. Mereka bergerak ke arah Muaro Bungo. Sekitar pukul 10 pagi mereka berada di sekitar Tanjung dan naik ke sebuah bukit.
“Waktu patroli hampir di atas bukit, maka sekonyong-konyong dipasang (diserang), di mana terdapat dari pihak kita tiga orang luka,” tulis majalah Trompet No. 66, Juni 1939.
Baca juga: Thobias Billeh Penjaga Gerbang
Dalam pertempuran itu, mula-mula sersan juru rawat bernama Gustaaf George Pattiwael van Westerloo bersikap tenang dan teratur mengurusi serdadu-serdadu KNIL yang terluka. Setelah itu, Westerloo ikut bertempur.
“Kemudian Pattiwael van Westerloo ambil senapan dari seorang (serdadu) yang sedang luka dan ikut juga berkelahi dengan musuh,” tulis Trompet. Setelah pertempuran mereda, pasukan KNIL kemudian bergerak lagi ke tempat aman.
Baca juga: Bintang untuk Sanin
Atas aksinya ikut bertempur setelah merawat serdadu yang terluka, Westerloo diajukan sebagai penerima bintang. Pada 7 Maret 1904, Kerajaan Belanda menganugerahinya bintang ksatria Militaire Willemsorde 4e klasse.
Tindakan Westerloo dianggap sebagai usaha penyelamatan sesama kawan serdadunya. Kemauannya bertempur melawan orang-orang yang menyerang patroli menaikan moral kawan serdadu lainnya yang masih terus bertempur.
Bintang itu membuat Westerloo mendapat penghormatan termasuk dari orang Belanda. Penerima Militaire Willemsorde 4e klasse juga seorang ksatria Ratu Belanda. Ia juga mendapat uang tambahan di luar gaji.
Baca juga: Matsalim Memburu Pang Amat
Sersan dengan nomor stamboek 20117 itu lahir di Tiouw, Saparua, 20 September 1866. Dari namanya, Westerloo keturunan Indo yang lama tinggal di Pulau Saparua. Ia jadi serdadu KNIL sejak 25 Desember 1884.
Pada 1885, Westerloo dikirim ke Aceh sebagai anggota Batalyon Infanteri ke-4 KNIL. Pada 1890, ia diangkat menjadi kopral dan dipindahkan ke bagian kesehatan militer.
Lima tahun kemudian, Westerloo sudah menjadi seorang sersan. Ini termasuk pencapaian cukup luar biasa bagi kebanyakan orang Indonesia yang berdinas di KNIL. Ia pernah mendapat luka tembak pada 1903. Setelah pensiun pada 21 Februari 1905 di Bogor, ia lalu berdiam di Jakarta.*