Pemerintah kolonial Hindia Belanda memberlakukan berbagai jenis pajak yang memberatkan rakyat. Perlawanan rakyat pun terjadi di berbagai daerah, seperti di Larantuka, Nusa Tenggara Timur.
Pada November 1914, rakyat menyerang pemimpin daerah Larantuka dan pegawai pajaknya di pos mereka di Watu, Distrik Kea Watung, Solor. Pemberontakan disebabkan karena Gezaghebber (Letnan Gubernur) Flores Timur dan Solor, G. L. ‘t Sas menerapkan peraturan pemerintah Belanda mengenai pembayaran pajak dan kerja paksa.
“Gerakan di atas merupakan konsekuensi dari kebijakan tersebut,” tulis Ketut Ardhana dalam Penataan Nusa Tenggara Pada Masa Kolonial 1915–1950.
Baca juga: Bermacam Pajak Era Kolonial
Ketut Ardhana mencatat, penyerangan itu mengakibatkan petugas pajak dan sepuluh pendampingnya, serta pemimpin pemberontakan, yaitu Kakang dari Pamankayu, terbunuh. Total korban tewas 31 orang. Sementara pemimpin daerah Larantuka dapat meloloskan diri dengan melompat ke laut. Pemberontakan dapat dipadamkan oleh pasukan infanteri dari Waowerang, Adonara.
Sebelumnya pemberontakan cukup sengit terjadi di Lewolere. Pada pagi 25 September 1914, rakyat yang menentang pajak secara mendadak menyerang brigade infanteri KNIL.
Pada era itu dalam militer Belanda, sebuah brigade berjumlah kira-kira 20 orang dengan dipimpin oleh seorang sersan. Tiap serdadu rendahan biasanya membawa bedil untuk menghadapi pemberontak bersenjata golok. Dalam brigade tersebut terdapat tiga serdadu Ambon dan 15 serdadu Jawa. Brigade itu dilayani orang-orang hukuman (strapan) yang menjadi kuli angkut dan juru masak.
Baca juga: Minang Menolak Bayar Pajak
Serangan itu cukup memukul brigade tersebut. Majalah Trompet No. 81 Oktober 1940 menyebut sersan Belanda yang jadi komandan brigade dan seorang serdadu Jawa terbunuh. Sementara enam serdadu lainnya terluka parah dan dua serdadu luka ringan.
Delapan serdadu yang selamat bersama orang-orang hukuman yang membawa serdadu terluka dan tewas terpaksa mundur. Mereka terus diburu.
“Biar pun bukan serdadu yang tua, maka fuselier (prajurit bersenjata) Sanin ambil over commando (alih komando) dan urus semua perkara. Ia memberanikan teman-temannya yang akukan (menganggap, red.) ia seperti komandan,” tulis Trompet.
Sanin berusaha meyakinkan kawan-kawannya bahwa bantuan akan datang menolong mereka dari buruan orang-orang Larantuka yang jumlahnya lebih besar. Ia juga berusaha menjaga senjata jangan sampai tertinggal atau jatuh ke tangan pemberontak.
Baca juga: Pajak Memicu Perang Koncang
Sanin dan kawan-kawan menjaga moral dengan menyuruh orang-orang hukuman memakai seragam serdadu KNIL dan menyandang bedil. Tujuannya untuk mengelabui orang-orang yang mengejar mereka siang-malam selama berhari-hari. Kontak senjata terjadi beberapa kali dalam pengejaran itu.
Tenaga mereka makin hari kian lemah karena kurang tidur dan kurang makan. Pada malam ketiga, brigade yang kini dipimpin Sanin mendapat serangan hebat. Mereka melawan dengan mati-matian sambil terus mundur. Mereka menghindari kampung Lewolere dan melewati jalan terjal untuk mencapai pantai.
Nasib brigade Sanin baru membaik di hari keempat pada pagi 29 September 1914 setelah mendapat bantuan dari brigade infanteri KNIL lain. Brigade Sanin dinaikkan ke kapal Pelikaan.
Baca juga: KNIL dari Eropa ke Bumiputera
Sanin mendapat bintang atas kepemimpinan dan keberaniannya. Pada Desember 1914, pangkatnya dinaikkan menjadi kopral. Tahun berikutnya, berdasarkan Koninklijk Besluit tanggal 31 Mei 1915 No. 69, Sanin dinyatakan sebagai Kesatria Militaire Willemsorde kelas empat.
Sanin lahir tahun 1881 di Semawung, Bagelen, Purworejo. Pada usia 19 tahun, dia mendaftar serdadu KNIL di Kedung Kebo, Purworejo. Sebelum dikirim ke Timor pada 1909, ia pernah bertugas di Aceh pada 1903 dan Sumatra Tengah pada 1906.
Selama dinasnya, Kopral Sanin pernah mendapat luka tombak di Pulau Adonara, Nusa Tenggara Timur pada 1917. Ia naik pangkat menjadi sersan pada 18 Juni 1918 lalu pensiun pada 22 Desember 1922.
Sanin menjalani masa pensiun di Gombong, Jawa Tengah. Sebagai pensiunan sersan yang menyandang beberapa bintang penghargaan dan Kesatria Militaire Willemsorde kelas empat, Sanin hidup sejahtera.