PRESIDEN Prabowo Subianto mengajak jajaran kabinetnya ke Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah. Para menteri dan wakil mereka serta pejabat setingkat menteri akan melakukan pembekalan khusus di sana.
Prabowo yang merupakan alumni Magelang itu tentu sudah hafal lingkungan Akademi Militer. Namun tidak demikian dengan mayoritas anggota kabinetnya. Dengan demikian, diharapkan dari pengenalan terhadap Akmil dan pembekalan khusus yang diberikan di sana, tumbuh sifat keberanian dan heroisme pada diri para menteri sebagai modal untuk menjalankan roda pemerintahan. Yang tak kalah penting, pembekalan khusus itu juga bertujuan untuk menyelaraskan gerak kabinet agar bisa berjalan seiring.
“Kita harus bergerak seirama dengan tujuan yang sama. Pemerintah itu tidak bekerja sendiri-sendiri, melainkan sebagai tim,” kata Prabowo, dilansir detikNews, Jumat (25/10/2024).
Magelang merupakan kota tangsi sejak zaman Hindia Belanda. Tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indish Leger (KNIL) menjadikan kota tersebut Magelang sebagai pusat dari Divisi II-nya. Setelah Indonesia merdeka, kota tangsi tetap disandang Magelang . Jika di zaman KNIL di Magelang ada Kaderschool alias Sekolah Kader untuk kopral, maka pada pada zaman Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) kota ini punya Akademi Militer Nasional (AMN), yang lalu berganti nama jadi Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) yang letaknya di Lembah Tidar.
Setelah lebih dari setengah abad, kawasan Lembah Tidar telah mencetak banyak jenderal bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Prabowo salah satunya.
Lembah Tidar begitu berkesan bagi Prabowo. Ketika jadi taruna, Prabowo belajar kerasnya hidup di sana. Pada 1970, Prabowo adalah taruna dalam Kompi 2 C4. Gegara perkara gula jawa di kantong saja, Prabowo merasakan tamparan seorang letnan KKO (kini Marinir) yang ditugaskan sebagai komandan batalyon taruna Akabri itu.
“Jadi, saya mendapat 'kehormatan' sebagai taruna pertama yang ditempeleng di kompi 2 C4,” aku Prabowo Subianto dalam bukunya Kepemimpinan Militer: Catatan Dari Pengalaman.
Nama perwira yang menempeleng Prabowo itu adalah Letnan Azwar Syam (belakangan kolonel). Meski tak melupakannya, Prabowo tak pernah membencinya di kemudian hari. Bagi tentara, tamparan adalah pelajaran. Tak hanya pelatih atau perwira, senior pun bisa seenaknya menempeleng juniornya. Kivlan Zen, rekan Prabowo, mengaku pernah ditampar dua senior yang terhitung sesama orang Sumatra. Selain tamparan, hukuman juga pelajaran dari pelatih.
Lembah Tidar sendiri punya banyak pelatih galak. Jauh sebelum Pabowo di sana, ada Sersan Wuisan yang merupakan adalah pelatih galak pada tahun-tahun pertama AMN. Itulah yang dialami angkatan-angkatan pertama AMN, terlebih di tahun pertama mereka.
“Jadi tahun pertama itu, tahun penderitaan. Belum tampak olehku sekolah militer macam apa AMN itu. Satu orang dalam peleton salah, semuanya dihukum,” kata mantan Panglima ABRI Feisal Tanjung dalam biografinya yang disusun Solemanto dkk., Feisal Tanjung: Terbaik Untuk Rakyat Terbaik Bagi ABRI.
Suatu hari, kawan satu peleton Feisal melakukan tindakan indisipliner. Maka satu peletonnya dihukum lari membawa ransel berat di siang bolong oleh Wuisan. Feisal dan kawannya, Ramli Hasan Basri, hampir mematahkan senjata mereka karena jengkel. Namun itu mereka urungkan, sebagai calon perwira mereka belajar menahan diri dan terus berpikir.
“Kamipun kemudian mengetahui bahwa hukuman itu ada dimaksudkan untuk menciptakan team work dan rasa setia kawan. Jadi hukuman itu tujuannya mendidik,” ujar Feisal.
Angkatan Feisal masuk AMN tahun 1958. Selain Ramli Hasan Basri, bersamanya ada Zain Ashar Maulani, Soegito, ATS Siagian dan lain-lain. Sersan Wuisan yang dimaksud bukan Servius Dumais Wuisan (1914-1980) yang pada 14 Februari 1946 ikut memimpin Peristiwa Merah Putih melawan otoritas Belanda di Manado. Dari namanya Sersan Wuisan berasal dari Manado. Banyak yang menyebut Sersan Wuisan sebelum menjadi pelatih Akabri di bawah sebelum 1950 adalah anggota KNIL.
Dugaan bekas anggota KNIL itulah yang agaknya melekatkan sifat disiplin pada diri Sersan Wuisan.
“Dia selalu mengatakan: lebih baik mandi keringat daripada mandi darah,” kata ATS Siagian dalam Feisal Tanjung: Terbaik Untuk Rakyat Terbaik Bagi ABRI.
Setelah kemerdekaan Indonesia, seorang sersan adalah orang kecil, hanya sedikit di atas kopral. Sersan Wuisan tentu terlampaui secara kepangkatan oleh banyak anak didiknya setelah mereka lulus AMN . Apalagi puluhan tahun setelah lulus, di antara bekas taruna-tarunan Lembah Tidar itu menjadi jenderal. Feisal Tanjung belakangan menjadi panglima ABRI.
Alih-alih membenci, "kekejaman” Sersan Wuisan semasa di akademi justru membuat para mantan anak-didiknya di akademi yang sudah menjadi komandan dalam pertempuran sungguhan jadi lebih sadar bahwa apa yang dulu diajarkan Sersan Wuisan sangat berguna. Pada fase ini, barulah anak didik Sersan Wuisan di AMN itu menjadi cinta padanya.
Pada 1999, Siagian menyebut, “sekarang dia sudah meninggal. Kalau tidak salah terakhir pangkatnya Pembantu Letnan.”