Masuk Daftar
My Getplus

Salib Lombok dari Belanda Pun Dirampas Juga

Medali Salib Lombok diberikan Belanda kepada yang terlibat dalam perang di Lombok. Agak aneh jika ini kemudian jadi rampasan Belanda?

Oleh: Petrik Matanasi | 12 Okt 2024
Salib Lombok (Lombokkruis) jadi satu dari sekian banyak benda repatriasi yang dipamerkan dalam Pameran Repatriasi 2024. (Riyono Rusli/Historia)

SALIB pattee (pola silang) –seperti Iron Cross yang umum di Eropa– berbahan perunggu itu memiliki relief seorang perempuan di tengahnya. Pada masing-masing lengannya terdapat huruf. Jika dirangkai, huruf-huruf itu akan berbunyi “Hulde Aan Leger En Vloot”,  yang artinya penghormatan kepada tentara dan armada.

Kendati tiada keterangan selain “Medali” dan “tahun 1894”, benda itu rupanya bintang penghargaan militer. Lombokkruis atau Salib Lombok namanya.

Bernomor inventaris 958, Salib Lombok hanyalah satu dari sekian banyak Koleksi Lombok yang akan dipamerkan dalam Pameran Repatriasi di Museum Nasional bulan ini. Pameran yang dihelat 15 Oktober-31 Desember 2024 itu akan menampilkan beragam benda dari enam kelompok koleksi yang telah dipulangkan dari Belanda ke tanah air.

Advertising
Advertising

Salib Lombok merupakan penghargaan yang diberikan kepada anggota militer dan orang sipil yang berbuat luar biasa dalam Ekspedisi Lombok. Koran De Avondpost tanggal 16 April 1895 menyebut, sebagai tanda penghargaan khusus, salib itu akan diberikan kepada semua yang merupakan bagian dari pasukan Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) atau angkatan laut dalam ekspedisi yang dikirim ke Lombok (26 Juni-24 Desember 1894) tanpa membedakan pangkat atau gelar. Ada orang sipil berjasa yang mendapatkannya.

Salib Lombok konon dibuat dari perunggu artileri yang disita di Lombok selama ekspedisi militer yang dipimpin Jenderal Mayor Vetter itu. Salib Lombok adalah pengingat bahwa Ekspedisi Lombok adalah ekspedisi yang sulit. Sampai Jenderal Mayor Petrus Paulus Hermanus van Ham, deputi panglima ekspedisi, bersama 150 bawahannya kehilangan nyawa di sana.

Dalam Ekspedisi Lombok, setidaknya ada dua serdadu KNIL asal Jawa – di luar beberapa orang Indonesia timur– yang dianggap berbuat luar biasa. Pertama, seorang sersan Jawa di pasukan khsusus antigerilya (Marsose) yang bernama Sadiman. Tindakan berjasanya terjadi ketika pasukannya yang terjepit berusaha mencari jalan mundur dengan menjelajahi jalur-jalur berbahaya. Dalam usaha itu, Sadiman bertemu orang Bali dan menembaknya dengan pistol hingga terbunuh. Perbuatannya membuat pasukan aman untuk mundur dari Kliean ke Ampenan lewat Cakranegara. Begitulah informasi yang dikeluarkan Register Ridders Militaire Willemsorde 4e (RMWO) nomor 4664. Alhasil, berdasar Koninklijk Besluit tanggal 9 April 1895 nomor 32, Sadiman ditahbiskan sebagai ksatria Ridders Militaire Willemsorde kelas empat.

Orang Jawa berikutnya yang berjasa bernama Karsosemito. Pada 18 November 1894, seperti dicatat dalam Register Ridders Militaire Willemsorde 4e (RMWO) nomor 4699, serdadu zeni kelas satu itu dengan berani membantu Letnan Pantenga menembus tembok Puri Cakranegara di bawah tembakan gencar orang Bali. Aksinya tersebut membuat laki-laki asal Surakarta dan suami dari Tojem (Tuyem) itu ditahbiskan menjadi ksatria Ridders Militaire Willemsorde kelas empat berdasar Koninklik Besluit 9 April 1895 nomor 32 .

Sebelum kedua serdadu Jawa tadi, seorang Tobelo bernama Hamisi, yang diduga menembak Sisingamangaradja XII, juga bertempur di Lombok. Bersama Hanoch Pattipeiluhu (1867-1940) dari Ambon Hamisi memanjat dinding benteng pertahanan orang Mataram. Register Ridders Militaire Willemsorde 4e (RMWO) nomor 4687 dan Register Ridders Militaire Willemsorde 4e (RMWO) nomor 4689 menyebut keduanya pada 29 September 1894 memanjat dinding lalu dengan tenang menembaki areal dalam benteng sehingga membuat pendaki lain aman memanjatnya juga. Hasilnya, benteng orang Mataram mereka rebut.

Selain mereka, ada lagi serdadu yang dianggap berjasa yakni Narkim. Meski aksinya belum sehebat Hamisi, Sadiman dkk., dia tetap mendapatkan Lombokkruis. Narkim baru dapat RMWO ketika bertugas di Aceh.

Jadi, Salib Lombok diberikan kepada banyak prajurit di pihak Belanda dan itu menjadi properti si penerimanya. Agak aneh jika kemudian salah satu Salib Lombok itu menjadi barang rampasan tentara Belanda sebagaimana perhiasan atau pusaka orang Bali di Lombok. Hal itu menimbulkan pertanyaan. Jawabannya pun masih berupa spekulasi, antara lain bahwa Salib Lombok yang dipamerkan dalam Pameran Repatriasi 2024 itu tercecer setelah si pemilik menerimanya di tahun 1895 dan setelah 1895 salib itu disatukan dengan barang lain dan dibawa ke Belanda.

TAG

perang lombok knil

ARTIKEL TERKAIT

Kisah Perwira Luksemburg di Jawa Petualangan Said Abdullah di Lombok Evolusi Angkatan Perang Indonesia Kisah Letnan Nicolaas Silanoe Jenderal "Jago Perang" Belanda Meregang Nyawa di Pulau Dewata Jenderal-Jenderal Belanda yang Kehilangan Nyawa di Aceh Orang Indonesia dalam Perang Korea Mayor Belanda Tewas di Parepare, Westerling Ngamuk KNIL Turunan Genghis Khan Eks KNIL Tajir