HARI itu, tahun 1966, Arjo Wiyono pergi ke sawah seperti biasanya dan mengolah tanah milik Karyoinangun. Saat tengah memacul tanah, mata cangkulnya membentur batu. Ia tak mengira kalau itu batu berukir dan bagian dari reruntuhan sebuah kompleks candi
Penemuan yang tak disangka-sangka di Dusun Sambisari, Desa Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta itu pun segera ditindaklanjuti oleh Kantor Cabang I Lembaga Peninggalan Purbakala Nasional (LP2N) di Prambanan. Penggalian arkeologi menyusul kemudian dengan mengajak mahasiswa arkeologi dari Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.
Pada 1970-an, penggalian arkeologi dilakukan kembali di situs yang kemudian dinamai Candi Sambisari. Terungkaplah kalau kompleks candi ini terdiri dari candi utama dan tiga candi pendamping (perwara). Candi-candi itu telah runtuh dan terkubur sedalam 6,5 m di bawah permukaan tanah.
Baca juga: Bertahan di Tanah Tandus
Penggalian selanjutnya, pada 1980-an, menampakkan pagar keliling halaman pusat. Terdapat juga teras dengan tangga naik di setiap sisinya.
Selama ekskavasi dan pemugaran Candi Sambisari, ditemukan beberapa benda seperti keramik asing, gerabah, tulang, benda-benda dari perunggu, arca perempuan dari batu andesit, arca Bodhisatwa dari perunggu, lempengan emas bertulisan, serta yoni.
Didapati pula kalau kawasan Candi Sambisari terdiri atas tiga halaman bertingkat yang masing-masing dikelilingi tembok. Candinya ada di halaman ketiga, yang merupakan halaman tertinggi. Candi induknya berisi lingga-yoni. “Ukurannya lingga-yoni yang besar tak sebanding dengan ukuran ruang candinya,” kata arkeolog Edi Sedyawati dalam Candi Indonesia Seri Jawa.
Masing-masing ketiga dinding candi utamanya berisi arca. Arca Durga Mahisasuramardhini mengisi relung sebelah utara, Ganesha di timur, dan Agastya di selatan.
Keberadaan lingga dan yoni, juga arca-arca di candi itu menunjukkan bahwa Candi Sambisari berlatar Hindu, khususnya aliran Siwa. Lingga merupakan simbol Dewa Siwa. Sementara yoni melambangkan parwati, pasangan Siwa.
Di luar tubuh candi utama, ada lantai selasar yang dibatasi pagar. Pada lantai selasar terdapat 12 umpak, delapan bulat, dan empat persegi.
“Umpak-umpak itu diperkirakan merupakan umpak tiang kayu sebagai penyangga konstruksi atap yang terbuat dari kayu,” jelas Edi.
Baca juga: Singgah di Rumah Dewa Siwa
Ketiga candi perwara hanya tersisa bagian kaki dan pagar langkan (tembok penutup lorong yang dibangun di sekeliling candi). Ketiganya berderet di depan candi induk.
Kompleks candi dibatasi tembok keliling. Tiap sisinya terdapat sebuah gapura. Candi ini memiliki empat gapura untuk masuk ke halaman candi. Namun orang hanya bisa melalui gapura di sisi barat. Sementara tiga gapura lainnya ditutup susunan batu.
Penyelidikan lebih lanjut secara geologis diketahui kalau Candi Sambisari selama ini tersembunyi di bawah timbunan material muntahan Gunung Merapi.
Dari Masa Klasik Tua
Candi Sambisari dibangun pada era kekuasaan Mataram Kuno di Jawa bagian tengah. Namun, kapan pastinya dan siapa pembangunnya, belum ada data prasasti yang bisa menjawab.
Waktu pembangunan Candi Sambisari bisa diperkirakan dengan melihat bentuk dan gaya bangunannya. Ottyawati dalam tugas akhirnya di arkeologi Universitas Indonesia tahun 1981 berjudul “Candi Sambisari” menjelaskan bahwa bentuk kaki candi yang berupa susunan batu polos tanpa hiasan mirip dengan Candi Gunung Wukir, Candi Badut, dan Candi Kalasan yang berasal dari abad ke-8 dan tergolong jenis candi tua. Sementara dari ragam hiasnya mirip candi-candi dari abad ke-9, yakni Candi Plaosan dan Candi Prambanan.
Inskripsi pada keping emas di dalam kotak pripih juga bisa dijadikan acuan. Kotak pripih Candi Sambisari ditemukan di bawah batu pipih di lorong candi induk. Keping emas itu bertuliskan mantra om siwa sthana, yang diperkirakan berasal dari awal abad ke-9.
“Kemungkinan Candi Sambisari berasal dari abad ke-8 dan diakhiri pembangunannya pada permulaan abad ke-9,” kata Ottyawati.
Baca juga: Senja di Atas Bukit Kapur
Dalam mendirikan candi, sang arsitek biasanya punya desain awal yang sesuai dengan ketentuan. Namun rupanya terjadi perombakan bentuk rancangan yang dipaksakan dalam kasus Candi Sambisari.
Dua gaya berbeda ditunjukkan pada arca-arca di Candi Sambisari. Arca Ganesha dan Mahakala dibuat dalam bentuk agak gemuk dan pahatan yang halus. Adapun arca Durga, Agastya, dan Nandiswara mempunyai bentuk lebih ramping, dibuat terbuat bahan yang mudah rusak, dan dengan pahatan yang kasar.
“Apa yang menyebabkan adanya paksaan dalam perombakan arsitektur candi masih menjadi tanda tanya,” kata Ottyawati.
Candi Sambisari pun agaknya belum selesai dibangun ketika ditinggalkan. Ada beberapa hiasan belum selesai diukir. Ditemukan juga batu-batu pipih yang belum selesai dibentuk menjadi bundar.
Siapa yang punya proyek membangun Candi Sambisari? Soediman dalam “Candi Sambisari dan Masalah-masalahnya” yang dibahas dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi di Cibulan pada 1977 menyebut kemungkinan Rakai Garung. Dia berasal dari wangsa Sanjaya dan memerintah Kerajaan Mataram Kuno.
Baca juga: Tanaman untuk Penghijauan dari Relief Candi
Pembangunan Candi Sambisari tak bisa dilepaskan dari perkembangan politik kala itu. Selama permulaan abad ke-9, wangsa Sailendra berkuasa di daerah Jawa bagian tengah-selatan. Maka, yang dibangun pun kebanyakan candi Buddha seperti Kalasan, Sari, Lumbung, dan Sewu.
Sekira tahun 832, terjadi pergantian kekuasaan. Hal ini ditandai dengan terbitnya Prasasti Gandasuli dari 832 M oleh Dang Karayan Patapan Pu Plar, yang diidentifikasi sebagai Rakai Garung. Terbitnya prasasti itu sekaligus menjadi proklamasi kekuasaan dan kedaulatan keturunan Sanjaya. Sejak inilah dibangun candi-candi beragama Siwa, seperti Candi Sambisari dan kompleks Candi Prambanan.
Diamuk Merapi
Riwayat Candi Sambisari memang belum begitu jelas. Kisahnya seakan terkubur bersama bangunannya selama berabad-abad. Studi geografi modern kemudian menemukan bahwa materi erupsi Gunung Merapi sempat membuat candi ini terpendam.
Di masa lalu Gunung Merapi sering erupsi. Ini menjadi berkah, karena berkat itu wilayah di antara lereng Gunung Merapi di utara, pegunungan kapur di selatan, lembang Sungai Bengawan Solo di timur dan Sungai Progo di barat menjadi dataran vulkanik yang subur. Tak heran kawasan ini pun dipilih sebagai lokasi pembangunan candi-candi Hindu dan Buddha, termasuk Candi Sambisari.
Namun di balik berkahnya, bencana pun kerap mengancam. Letusan Merapi seringkali membuat daerah di sekelilingnya dilanda lahar dan pasir. Akibatnya banyak candi di sekitarnya rusak, tertimbun lahar dan pasirnya. Salah satunya Candi Sambisari.
Baca juga: Mempercantik Candi-candi di Yogyakarta dengan Semak Berbunga
Luapan lahar dingin dari Kali Kuning yang tak jauh dari lokasi candi mengubur itu setinggi 6,5 m. Kali Kuning berhulu langsung di kawah Gunung Merapi. Ia adalah lintasan lahar ketika Merapi erupsi, sehingga menjadi ancaman bagi segala sesuatu yang ada di tepi alirannya.
Letusan Merapi yang banyak dihubungkan dengan terkuburnya Candi Sambisari adalah yang diduga terjadi pada 1006. Sebagaimana yang ditulis Supriati Dwi Andreastuti dkk dalam makalah hasil penelitian berjudul “Menelusuri kebenaran Letusan Gunung Merapi 1006”, terbit di Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 4, Desember 2006, letusan 1006 merupakan letusan terawal Gunung Merapi.
Namun catatan terperinci mengenai letusan itu tak diketahui. Karenanya kebenaran letusan besar pada tahun itu pun diperdebatkan.
“Angka tahun letusan sesungguhnya masih dipertanyakan dan perlu penelitian tentang kebenarannya,” tulisnya.
Asumsi terdahulu menyebut letusan Merapi tahun 1006 menyebabkan perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Letusan Merapi yang dipicu gempa tektonik juga merusak dan menimbun banyak bangunan candi di sekitarnya.
Pendapat ini merujuk pada Prasasti Kalkuta atau Prasasti Pucangan yang berangka tahun 963 Saka (1041 M). Prasasti ini menyebutkan adanya bencana besar (pralaya) pada 928 Saka (1006).
Baca juga: Asal-Usul Nama Candi Borobudur
Namun hal itu disanggah epigraf Boechari. Dalam makalahnya “Some consideration of the problem of the shift of Mataram’s center of government from Central to East Java in the 10th Century A.D.”, termuat di Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, Boechari mengatakan bahwa Mataram Kuno telah pindah ke Jawa Timur sejak 928 dan menetap di Delta Brantas, wilayah Jawa Timur sekarang. Pendapatnya dibuktikan dengan Prasasti Anjukladang yang dibuat Mpu Sindok, penguasa Mataram Kuno kala itu, pada 937.
Pun di dalam Prasasti Pucangan disebutkan bahwa pralaya di Kerajaan Mataram yang terjadi pada 1016 disebabkan oleh serangan Raja Wurawari dari Lwaram.
“Bukti-bukti ini menyimpulkan bahwa letusan besar Gunung Merapi pada 1006 tidak pernah terjadi,” jelas Supriati Dwi Andreastuti, dkk.
Kemungkinan letusan Merapi cukup besar terjadi pada 765-911. Letusan ini mendorong Kerajaan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur. Selain itu, menghindar dari serangan Kerajaan Sriwijaya dan lokasi perdagangan yang lebih strategis di daerah Delta Brantas juga jadi pertimbangan perpindahan kerajaan.
Setelah berabad-abad terkubur akibat letusan Gunung Merapi, Candi Sambisari ditemukan, digali, direkonstruksi kembali, dan kini bisa dinikmati kemegahannya.
Jika tertarik berkunjung di candi unik ini, tak perlu ragu. Letak Candi Sambisari tak jauh dari pusat Kota Yogyakarta. Orang bisa menujunya lewat Jl. Raya Jogja-Solo hingga tiba di pertigaan Bandara Internasional Adisutjipto. Lalu ambil jalan lurus hingga sampai di sebuah pertigaan dan Gedung Balai Diklat Keuangan Yogyakarta.
Dari sini, ambil arah kiri. Perjalanan setelahnya tak akan lama. Pintu gerbang kawasan Candi Sambisari akan segera terlihat. Namun candinya tersembunyi, berada di ketinggian yang lebih rendah dari permukaan tanah sekarang.
Namun jika masih belum bisa berkunjung langsung ke Candi Sambisari, Anda bisa menikmati secara virtual di kanal youtube Siapdarling (Siap Sadar Lingkungan), sebuah gerakan yang diiniasi oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation. Candi Sambisari menjadi candi kelima yang dihijaukan oleh program Candi Darling (Candi Sadar Lingkungan) setelah Candi Prambanan, Candi Ijo, Situs Ratuboko, dan Candi Gedong Songo. Siapdarling menargetkan seluruh candi di tanah air dihijaukan hingga tahun 2025. Informasi selengkapnya mengenai Siapdarling bisa diakses melalui siapdarling.id.