Masuk Daftar
My Getplus

Cerita Dua Arca Ganesha di Pameran Repatriasi

Dua Arca Ganesha dengan asal-usul yang berbeda tapi sama-sama dirampas dan diangkut dua pejabat kolonial Belanda. 

Oleh: Randy Wirayudha | 07 Des 2024
Arca Ganesha dengan posisi duduk yang berasal dari Candi Singhasari (Randy Wirayudha/Historia.ID)

SEBONGKAH batu yang terpahat begitu halus itu menampakkan sesosok Ganesha yang sedang duduk di atas setumpukan tengkorak. Tangan kanan belakangnya menggenggam parasu (kapak), tangan kiri belakang memegang aksamala (tasbih), dan kedua tangan depannya masing-masing memegang modaka (cawan), serta belalainya sedang menghisap modaka di tangan kiri depannya.

Begitulah sosok Ganesha dalam bentuk arca yang ditampilkan di salah satu ruang pamer dalam “Pameran Repatriasi: Kembalinya Warisan Budaya dan Pengetahuan Nusantara” (Pameran Repatriasi 2024) yang digelar di Museum Nasional Indonesia (MNI) Jakarta, 15 Oktober-30 Desember 2024. Arca bermaterial batu andesit itu memiliki tinggi sekira 196 cm dan lebar 108 cm dan tampak berbeda dari penggambaran umum Ganesha. 

Namun, itu bukan satu-satunya Arca Ganesha yang ditampilkan di Pameran Repatriasi 2024. Masih di ruang pamer yang sama, di seberang arca tadi ada pula Arca Ganesha dengan posisi berdiri. Arca ini membuat penasaran sejumlah figur publik saat peresmian pembukaan kembali MNI seiring hari pertama pembukaan pamerannya, salah satunya politikus cum aktor kawakan Rano Karno. 

Advertising
Advertising

“Jujur, saya agak surprise melihat Ganesha. Saya banyak melihat (arca) Ganesha posisinya duduk, kok ini berdiri gitu lho. Berarti punya kisah nih,” jelas Rano “Si Doel” Karno kepada Historia.ID. 

Arca yang dimaksud itu punya dimensi 154 cm dan lebar 105 cm. Posisi Ganeshanya sedang berdiri di atas tumpukan tengkorak dan sisanya sama dengan Arca Ganesha dengan posisi duduk tadi: tangan kiri belakang memegang aksamala, kanan depan menggenggam parasu, kedua tangan depan memegang modaka dengan belalainya menghisap modaka di tangan kirinya. 

Jika ditelisik asal-usulnya, kedua Arca Ganesha itu memang berasal dari dua tempat berbeda: Ganesha duduk berasal dari Kompleks Candi Singhasari, sedangkan Ganesha berdiri asalnya dari lereng Gunung Semeru. Namun keduanya sama-sama dijarah semasa era kolonial dan kemudian dipulangkan dari Belanda dalam agenda repatriasi. 

Baca juga: Tiga Arca Selundupan Dikembalikan ke Indonesia

 

Arca Ganesha berposisi berdiri (Randy Wirayudha)

Ganesha dari Candi Singhasari dan Lereng Semeru 

Dalam ajaran Buddha, sosok Ganesha acap disebut Vinayaka atau Ganapati. Ia dianggap sebagai dewa kekayaan, kebahagiaan, dan penghancur rintangan. Serupa tapi tak sama dalam mitologi Hindu, di mana Ganesha dipercaya sebagai dewa keberuntungan, kecerdasan, dan kebijaksanaan, serta dewa penghancur yang merupakan anak dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati. 

“Ganesha adalah putra Śiva (Dewa Siwa) yang memiliki bermacam-macam julukan. Terciri sebagai putra Śiva dengan mahkota yang terdapat tengkorak dan bulan sabit. Ia sering digambarkan sebagai penjaga pintu masuk dan sebagai penghancur musuh sehingga disebut Dewa Penghancur segala halangan dan rintangan,” tulis Dr. Ni Kadek Surpi dan Ni Putu Ratni dalam Śivargha: Babon Teologi Hindu Nusantara. 

Sesuai dengan penggambaran itu, Arca Ganesha duduk yang terdapat di Pameran Repatriasi 2024 mulanya merupakan salah satu “penjaga” di bilik timur Candi Singhasari di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sebagaimana arcanya, susunan bebatuan Candi Singhasari juga terbuat dari bebatuan andesit dengan sistem pengukiran dari atas ke bawah. 

Baca juga: Di Balik Arca Prajnaparamita, Nandi dan Bhairawa

 

Candi Singhasari dibangun sekitar tahun 1300 Masehi di masa Kerajaan Majapahit (1293-1527) dan dipercaya dibangun untuk menghormati Raja Kertanagara, penguasa terakhir Kerajaan Singhasari (1222-1292) sebagai leluhur Majapahit. Maka candinya bercorak Hindu-Buddha karena menurut Pararaton (1613), Kertanagaralah yang menginisasi penyatuan Hindu Siwa dengan Buddha Tantrayana. 

“Arca-arca yang kemudian ditempatkan pada bangunan suci (candi) tersebut merupakan perwujudan dari si mati yang telah diperdewa. Demikianlah Kertanagara diperdewa sebagai Siwa-Buddha,” ungkap sejarawan Aloysius Sartono Kartodirdjo dalam 700 Tahun Majapahit, 1293-1993: Suatu Bunga Rampai. 

Sebagai bentuk mendewakan Kertanagara, arca-arca di candinya pun dibuat dari bebatuan andesit dengan pahatan-pahatan yang begitu halus. Hal itulah yang membuat para penjelajah atau pejabat Belanda gelap mata untuk merampasnya dan membawanya ke negeri mereka. 

“Arca pada masa Singhasari ini dibuat besar-besar, kemudian dipahat dengan sangat halus dan sesuai dengan kaidah ikonografi, seni arca, dan saya pikir punya ciri sendiri. Ini adalah satu puncak seni arca karena baik sebelum maupun sesudahnya tidak seindah ini. Saya menganggapnya suatu kecerdasan lokal yang dimiliki nenek moyang kita pada waktu itu,” kata pakar epigraf Universitas Indonesia Ninie Susanti Tedjowasono kepada Historia.ID. 

Baca juga: Cerita di Balik Repatriasi Arca Brahma

 

Arca Ganesha bersama lima arca nan indah lain (Bhairawa, Nandi, Nandiswara, Durga, dan Mahakala) di Candi Singhasari itu ditemukan ketika pejabat kolonial Nicolaus Engelhard ketika ia singgah dalam perjalanannya dari Pasuruan ke Malang pada 1803. Menurut peneliti KITLV (Institut Kerajaan Belanda Bidang Studi Asia Tenggara dan Karibia) Natasha Reichle dalam Violence and Serenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia, Engelhard kemudian memerintahkan pemindahan arca-arca itu ke kediamannya di Semarang dengan alasan untuk melindunginya. 

“Karena orang Jawa sudah tak lagi menjadikannya berhala yang disembah, oleh karenanya harus dilindungi,” tulis Engelhard dalam catatan hariannya yang dikutip Reichle. 

Arca Ganesha beserta kelima arca itu lantas dipindah lagi dari Semarang ke Batavia (kini Jakarta). Catatan tim ahli Comissie Koloniale Collecties, “Vier beelden uit het tempelcomplex Singasari” menyebutkan, pada 1819 Arca Durga bersama Mahakala dan Nandiswara dialihkan ke Lands Plantentuin Buitenzorg (kini Kebun Raya Bogor), sedangkan Arca Ganesha beserta Nandi dan Bhairawa diangkut ke Belanda dan ditempatkan di Taman Institut Kerajaan Belanda di Amsterdam. 

Baru pada 2022, Arca Ganesha masuk ke dalam daftar 472 benda bersejarah Indonesia yang direpatriasi. Setelah hampir dua abad hanya dianggap benda museum di Belanda, Arca Ganesha tiba di tanah air medio Agustus 2023 untuk jadi saksi bisu peradaban Nusantara. 

Baca juga: Empat Arca Warisan Singhasari Akhirnya Tiba di Tanah Air

 

Hal berbeda terjadi pada Arca Ganesha dengan posisi berdiri. Arca ini juga dicuri, tapi dari candi atau pura di sebuah mandala di lereng Gunung Semeru. 

“Sisi belakangnya rata, menunjukkan arca itu sejatinya ditempatkan menempel pada dinding candi atau pura,” kata laporan Commissie Koloniale Collecties, “Beeld van Ganesha”. 

Dari materialnya bebatuan andesit, Arca Ganesha berdiri diperkirakan berasal dari abad ke-13. Arcanya ditemukan Residen Pasuruan Johan Frederick Walvaren van Nes di Desa Simojayan, Ampelgading di barat daya lereng Gunung Semeru medio Agustus 1836. 

“Pada sebuah bukit kecil di sisi kanan jalan setapak yang disusuri, kami menemukan sebuah arca tingginya 4 kaki dan lebar 2 kaki. Arca Ganeshanya dengan posisi berdiri,” ungkap Van Nes yang melukiskan pengalamannya di suratkabar Javasche Courant, 10 September 1836. 

Baca juga: Belanda Kembalikan 288 Benda Warisan Nusantara ke Indonesia

 

Menurut budayawan Nigel Bullough alias Hadi Sidomulyo dalam Threads of the Unfolding Web: The Old Javanese Tantu Panggelaran, tempat Van Nes menemukan Arca Ganesha berdiri adalah Mandala Kukub. Ia satu dari empat mandala atau pusat pembelajaran para agamawan, cendekiawan, dan pujangga di era Majapahit. 

Seperti halnya Engelhard, Van Nes pun memerintahkan Arca Ganesha itu dipindahkan ke kediamannya di Pasuruan. Van Nes baru mengangkut arca itu ke Belanda pada April 1843 dengan kapal frigat Rotterdam milik Angkatan Laut Belanda via rute Surabaya-Willemsoord. 

Setelah 181 tahun berdiam di Belanda, Arca Ganesha itu akhirnya turut masuk dalam daftar 288 benda bersejarah yang direpatriasi tahun ini. Melalui kesepakatan antara Ditjen Kebudayaan RI dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda pada 20 September 2024, Arca Ganesha resmi dipulangkan ke tanah air. 

Baca juga: Rotterdam Pulangkan 68 Artefak Jarahan ke Indonesia

 

TAG

repatriasi kerajaan majapahit majapahit arca pameran

ARTIKEL TERKAIT

Keris Pusaka dari Puri Smarapura Rotterdam Pulangkan 68 Artefak Jarahan ke Indonesia I Nyoman Ngendon, Perupa Pita Maha yang Terjun ke Medan Perang Hilangnya Pusaka Sang Pangeran Seputar Prasasti Pucangan Menyibak Warisan Pangeran Diponegoro di Pameran Repatriasi Koleksi-koleksi Repatriasi Benda Bersejarah Mengenal Kelompok Seni Pita Maha Saat Peti Laut jadi Penanda Pangkat Pegawai VOC Menuturkan Sejarah Jakarta Lewat Furnitur