Masuk Daftar
My Getplus

Sukarno, Pasar Ikan, dan Rumah Pegangsaan

Sukarno kembali ke medan perjuangan. Tapak pertamanya bermula di Pasar Ikan yang kumuh. Lalu berjuang dari rumah dengan pekarangan luas dan asri.

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 23 Feb 2021
Aktivitas di Pasar Ikan, Jakarta. (Fernando Randy/Historia.id).

Kapal motor itu berukuran kecil saja. Panjangnya delapan meter, sedangkan lebarnya sekira satu setengah meter. Di dalam kapal itulah Sukarno dan Inggit, istrinya, beserta lima orang lainnya berangkat dari Palembang menuju Jakarta pada Juli 1942. Mereka terombang-ambing di laut selama empat hari, empat malam.

Tiap hari, tiap detik, angin dan air laut menghantam wajah Sukarno. Makanan kaleng, nasi, dan lauk pauk tersedia. Tapi tak ada yang masuk perut Sukarno. Dia mabuk laut. Hanya sedikit air jeruk yang bisa tertelan. Tidur pun harus sambil duduk. Bukan perjalanan yang menyenangkan. Tapi pada akhirnya, siksaan itu berakhir.

Sukarno dan istri tiba di Pasar Ikan, Jakarta, pada 9 Juli 1942. “Aku sekarang kembali ke Jawa,” kata Sukarno dalam otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams. Kedatangan Sukarno di Pasar Ikan ini menjadi tonggak baru sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia pada masa pendudukan Jepang.

Advertising
Advertising

Baca juga: Presiden Sukarno Kembali dari Pengasingan

Begitu Sukarno berlabuh, bau amis ikan lekas tercium. Dia juga melihat air kotor di mana-mana. Sampah dan bangkai ikan mengapung. Tapi bagi Sukarno, itulah pemandangan terindah yang pernah dia lihat. Pemandangan setelah bebas dari pembuangan. 

Kapal motor seperti inilah yang digunakan Sukarno ketika berangkat dari Palembang ke Pasar Ikan pada Juli 1942. (Koleksi Rushdy Hoesein).

“Pengalaman kesan Bung Karno selama perjalanan dan juga awal pada masa pendudukan Jepang ini memang perlu ditulis secara khusus. Ke depan, bukan saja sejarah yang kecil-kecil yang hilang, yang besar pun makin banyak hilang,” kata Bambang Eryudhawan, anggota tim ahli cagar budaya nasional dalam diskusi daring “Pasar Ikan Dahulu, Proklamasi Kemudian. Proklamasi Dahulu, Terlantar Kemudian” pada 20 Februari 2021.

Rushdy Hoesein, sejarawan sekaligus pembicara lain dalam diskusi, mengatakan kisah Sukarno masuk kembali ke Jakarta ini sudah banyak dilupakan orang. “Tidak banyak orang tahu,” kata Rushdy. Padahal banyak hal menarik dari sepenggal perjalanan ini. Dia mencontohkan tentang kapal motor sederhana itu.

“Banyak kapal-kapal besar habis dibom oleh Jepang. Tawaran yang diberikan adalah sebuah kapal yang panjangnya 8 meter,” lanjut Rusdhy. Sukarno menyadari pilihannya itu benar-benar berbahaya. Bahkan tak ada alat pelindung di kapal itu. Sementara dia tak bisa berenang. Tapi dia tak punya pilihan lain. Dia tetap harus kembali ke Jawa.

Baca juga: Begini Naskah Proklamasi Dirumuskan

Setelah pemerintah kolonial Belanda membuang Sukarno ke Bengkulu, pergerakan nasional pincang. Keadaan ini bertambah para dengan penahanan tokoh-tokoh pergerakan nasional lain seperti Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. “Habislah pergerakan nasional,” kata Rusdhy. Tapi masa pendudukan Jepang membawa angin perubahan.

Jepang membebaskan tokoh-tokoh pergerakan nasional. Sukarno termasuk di antaranya. Dia dan Hatta bahkan didekati oleh Jepang agar menjadi penggerak massa. Ketika Sukarno bebas dari pengasingan, Hatta ikut menyambutnya di Pasar Ikan. Beberapa tokoh pergerakan nasional juga sudah berkumpul lebih dulu di Jakarta. Mereka menanti kedatangan Sukarno.

Sukarno bersama istri, Bung Hatta, dan kolega dekatnya. (Koleksi Rushdy Hoesein).

Seharusnya Sukarno dijadwalkan berlabuh di Tanjung Priok. Tapi kapal itu tak mendapat izin berlabuh. “Masih ada aturan-aturan... Apalagi itu kapal untuk nelayan. Jadi satu-satunya pelabuhan yang mengizinkan ya itu tadi,” terang Rusdhy.

Semula kedatangan Sukarno tak banyak diketahui khalayak. Hanya mantan ipar (Anwar Tjokroaminoto, anak HOS Tjokroaminoto), beberapa kawan dekat pergerakan nasional dan sejumlah wartawan. “Tetapi di pelabuhan kelihatan juga,” ujar Bambang.

Baca juga: Jatuh Bangun Tugu Proklamasi

Bambang menambahkan, kedatangan Sukarno juga masuk dalam berita media cetak beberapa hari setelahnya. Pandji Poestaka terbitan 11 Juli 1942 koleksi Bambang menyebut Sukarno datang “dengan selamat tidak kurang suatu apa dalam pelayaran.” Kemudian Sukarno bercakap sebentar di kantor pelabuhan dan pergi menuju rumah Bung Hatta.

Selepas itu, Sukarno menempati rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Rumah itu disediakan oleh Jepang sesuai pesanan Sukarno: harus memiliki pekarangan luas. “Agar dapat menerima rakyat banyak,” terang Bambang. Yang menarik, zaman dulu alamat dan nomor telepon para tokoh diumumkan di media massa.

Di rumah inilah kemudian arah sejarah Indonesia ikut ditentukan. Siapa sangka rumah yang dulu justru jadi objek foto oleh pemerintah kolonial untuk menggambarkan Hindia Belanda yang berjalan baik dan lancar, justru menjadi tempat Proklamasi negara baru.

Sukarno dikawal dua polisi Jepang di kantor Pasar Ikan sebelum menuju ke rumah Bung Hatta dan tinggal di Jalan Pegangsaan. (Koleksi Rushdy Hoesein).

Setelah Proklamasi, rumah Sukarno menjadi tempat berkumpul para tokoh dan jelata. Tak heran jika rumah ini mendapat penjagaan. Bambang memperlihatkan aktivitas di pekarangan rumah tersebut. Dari pembacaan Proklamasi, pengumuman kabinet, berfoto bersama, sampai menerima tamu berbagai bangsa.

Sepeninggal Sukarno, rumah ini mengalami banyak perubahan. Pagar dibangun tinggi-tinggi untuk membatasi akses keluar-masuk orang. Rumah ini pun menjadi berjarak dengan rakyat. “Rakyat menjadi penonton di luar pagar,” kata Bambang.

Baca juga: Lukisan Saksi Bisu Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan

Bambang menganologikan keadaan itu seperti pagar yang membatasi masa lalu dan masa kini bangsa Indonesia. “Suasana sekitarnya jadi biasa saja. Tak ada yang agung,” kata Bambang.

Pengaturan lalu-lintas di sekitar rumah pun sekarang dilakukan secara pragmatis dan praktis saja. Beton-beton pembatas jalan berdiri secara serampangan. Kabel-kabel listrik dan telepon memperuwet keadaan. “Ya, beginilah kita setelah sekian lama merdeka,” kata Bambang.

TAG

sukarno proklamasi jakarta

ARTIKEL TERKAIT

Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Supersemar Supersamar Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah Samsi Maela Pejuang Jakarta Kemaritiman Era Sukarno Obrolan Tak Nyambung Sukarno dengan Eisenhower D.I. Pandjaitan Dimarahi Bung Karno Anak Presiden Main Band Pengawal-pengawal Terakhir Sukarno*