Masuk Daftar
My Getplus

Onani di Balik Jeruji Besi

Bagaimana para tokoh yang pernah dipenjara punya cerita terkait aktivitas seksual swalayan dalam tahanan. Mulai dari menyaksikan hingga melakukan sendiri.

Oleh: Martin Sitompul | 24 Apr 2019
Ilustrasi tahanan dalam penjara. Foto: shutterstock.com

SEJUMLAH publik figur kedapatan melakukan masturbasi dalam video yang menyebar di twitter baru-baru ini. Beberapa diantaranya adalah artis dan seorang atlet bulutangkis nasional. Entah apa motifnya yang jelas rekaman itu kini ramai jadi pemberitaan.    

Masturbasi merupakan pemuasan seksual secara mandiri. Sebutan lainnya untuk perbuatan serupa bagi kalangan pria adalah onani. Aksi merancap penis dengan tangan ini dilakukan oleh pria yang ingin melampiaskan birahi tanpa pasangan.

Di masa lalu, kegiatan onani cukup akrab bagi mereka yang hidup di balik jeruji besi. Sewajarnya, laki-laki dewasa yang sehat punya hasrat untuk memenuhi kebutuhan biologis bersama pasangannya. Dalam penjara, kebutuhan tersebut mustahil ditunaikan. Seorang istri tak diperkenankan tinggal bersama suaminya yang berstatus tahanan. Maka merancaplah yang menjadi jalan keluarnya.

Advertising
Advertising

Baca juga: Cerita dari Balik Jeruji Besi

Bung Karno yang kelak menjadi presiden pertama negeri ini punya pengalaman soal “kegiatan” ini. Antara 1929—1931, Sukarno pernah dipenjara oleh pemerintah kolonial dengan tudingan subversif. Sewaktu mendekam di penjara Sukamiskin, Bandung, Sukarno prihatin menyaksikan para tahanan melakukan onani karena tidak ada pelampiasan lain.

“Aku menyaksikan kejadian-kejadian yang memilukan hati. Aku menyaksikan kawanan setahanan menjadi gila karena syahwatnya. Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat mereka melakukan onani. Pemuasan nafsu terhadap diri sendiri. Aku mengetahui dan telah menyaksikan akibat yang menakutkan daripada pengasingan terhadap laki-laki yang normal,” tutur Sukarno dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat yang dituturkan kepada Cindy Adams.  

Menurut Sukarno, onani adalah aktivitas seksual yang menyimpang. Namun itu terjadi akibat kejamnya kehidupan penjara yang ikut memasung jiwa narapidana. Penjara menjadi pengasingan yang dapat menggoncangkan dan membelokkan kehidupan seorang tahanan.

Baca juga: Ulah Sukarno Pasca Dibui

Ketika Sukarno berkuasa, Mochtar Lubis, jurnalis Indonesia Raya yang kritis terhadap pemerintah dipenjara. Mochtar dipenjara di Rumah Tahanan Madiun dari 1956 sampai 1966. Di sana, Mochtar pun menyaksikan pemandangan yang sama. Dalam memoarnya selama di penjara Madiun, Mochtar mencatat seputar kebiasaan orang-orang tahanan, salah satunya adalah melakukan onani.  

“Masalah seksual orang tahanan; banyak mengaku melakukan onani, tapi tidak homo,” tulis Mochtar Lubis dalam Catatan Subversif.

Berlanjut ke era Orde Baru, tersebutlah nama Andi Mappetahang Fatwa atau AM Fatwa. Pemerintah memenjarakan Fatwa, politisi muda dari kalangan Islam dan salah satu penandatangan Petisi 50. Rezim Soeharto yang berkuasa saat itu menyebut Fatwa berada di balik aksi pemboman gedung BCA di Jakarta Kota bersama Letjen (Purn.) H.R. Dharsono. Selama 14 tahun, Fatwa menghabiskan hidupnya di penjara. Dalam kurun waktu itu, Fatwa berpindah penjara mulai dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang (Jakarta), Cirebon, Sukamiskin (Bandung), hingga Palendang (Bogor).

Baca juga: H.R. Dharsono, Jenderal Terpidana

Pengalaman suka dan duka dalam penjara tersua dalam kumpulan suratnya yang dibukukan Menggugat dari Balik Penjara: Surat-surat Politik A.M. Fatwa. Dalam salah satu surat yang ditujukan kepada sahabatnya, Mahmud Djunaidi, sastrawan dan politisi NU, Fatwa secara jujur menuturkan pergumulannya akan kebutuhan seksual. Bermula ketika Fatwa mengomentari tulisan Mahmud yang dimuat majalah pria Matra tentang seorang tukang becak di Aceh yang memotong alat vitalnya. Fatwa yang merefleksikan tulisan itu ke dalam dirinya merasakan getir soal hasrat batin ini.  

“Soalnya alat vital yang saya pelihara betul-betul dipenjara yang selama 4 tahun ini praktis tidak terpakai – kecuali sekali-sekali masturbasi menunggu mimpi basah tidak datang-datang – tetap saya dambakan bisa ampuh dipakai kelak setelah saya merdeka kelak,” tulis Fatwa dalam suratnya kepada Mahmud Djunaidi bertanggal 13 September 1988 yang ditulis di Penjara Palendang, Bogor.

Baca juga: Musabab Koro

Fatwa berharap, kewajibannya sebagai seorang suami dapat tersalurkan secara layak selepas bebas. Fatwa juga menitip pesan kepada Mahmud agar Fikri Jufri, pemimpin redaksi Matra berkenan mewawancarainya. Soal apa? “Bagaimana cara memelihara dan memanfaatkan alat vital di penjara,” demikian celoteh Fatwa dalam surat yang sama. 

“Apalagi setelah saya bergaul dengan macam-macam napi dari penjara ke penjara, maka sudah banyak ilmu keampuhan menggunakan alat vital. Ya Allah, semoga saja masih bisa dipraktikkan nanti,” kata Fatwa penuh harap.

Baca juga: Cara Pria Asia Tenggara Kuno Memuaskan Pasangan

TAG

Kelamin

ARTIKEL TERKAIT

Musabab Koro Mati Mendadak karena Penis Menyusut Akar Historis Penyakit Sifilis Roket Rusia-Amerika Menembus Bintang-Bintang Ada Rolls-Royce di Medan Laga Rolls-Royce Punya Cerita Bumi Pertiwi Hampir Mati Lomba Bercocok Tanam di Masa Silam Enam Gempa Paling Mematikan di Negeri Tirai Bambu Purnatugas Heli Puma