Masuk Daftar
My Getplus

Lomba Bercocok Tanam di Masa Silam

Uji coba peningkatan ketahanan pangan pernah dilakukan dengan menyelenggarakan kompetisi menanam tanaman pangan. Memotivasi petani untuk panen maksimal.

Oleh: Martin Sitompul | 07 Mar 2024
Para petani bergotong-royong dalam proses pembangunan sawah di daerah Kebon Jeruk, 17 November 1952, Sumber: ANRI, Foto Kempen DKI Jakarta 1952 No. 8565

Isu ketahanan pangan akan selalu aktual dalam beberapa dekade mendatang. Lahan pertanian penghasil bahan makanan semakin berkurang. Sementara, populasi manusia terus bertambah. Jika hal ini dibiarkan, maka yang terjadi adalah krisis pangan.

Di Indonesia, isu ketahanan pangan jadi persoalan hangat belakangan ini. Proyek food estate (lumbung pangan) pemerintah yang memakan biaya dan lahan besar, sampai saat ini masih belum menuai hasil signifikan. Targetnya memang untuk jangka panjang. Namun, sejumlah pihak, entah itu politisi, pengamat, maupun aktivis lingkungan, kadung menilainya sebagai proyek gagal. Di masa mendatang, proyek lumbung pangan ini tetap diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.

Tempo dulu, program ketahanan pangan juga dilakukan dengan berbagai cara. Pada 1950-an, pemerintah mulai memperkenalkan program lomba tanam-menanam kepada petani di Jawa. Dalam kompetisi ini, petani harus menanam tanaman penghasil makanan pokok selama kurun waktu tertentu. Hadiah diberikan pada petani yang menghasilkan tuaian panen paling banyak.

Advertising
Advertising

Baca juga: Ketahanan Pangan Masyarakat Jawa Kuno

Lomba bercocok tanam ini terbilang berhasil di beberapa daerah. Di Magetan, Jawa Timur, sebanyak 30 orang petani berlomba menanam tanaman penghasil makanan pokok di lahan masing-masing. Hasil kompetisi itu dimuat dalam Harian Umum, 6 Maret 1959, yang mewartakan para petani yang keluar sebagai pemenang.   

Pada lomba menanam padi, petani Wingyo dari Desa Sukowinangun keluar sebagai juara pertama. Sawahnya menghasilkan padi sebanyak 200 kuintal/hektare. Atas pencapaian itu, Wingyo mendapat hadiah 3 cangkul. Pada peringkat dua, yaitu Moh. Saleh dari Desa Tawanganom yang menghasilkan 118 kuintal/hektare. Saleh mendapat hadiah 2 cangkul. Di peringkat ketiga, Thojib dari Desa Balegondo yang menghasilkan 117 kuintal/hektare. Thojib mendapat hadiah 1 cangkul.

Perlombaan penanaman padi gaga (padi di lahan kering), dimenangkan oleh Sarbini dari Desa Balogondo. Sarbini menghasilkan padi gaga sebanyak 104 kuintal/hektare. Dia mendapat hadiah dua cangkul. Pada peringkat kedua, Martosantoso dari Desa Baron yang menghasilkan 58 kuintal/hektare. Martosantoso mendapat hadiah 1 cangkul.

Baca juga: Lumbung Padi yang Jadi Kawasan Industri

Pada cabang penanaman ketela kaspe dengan cara biasa, pemenangnya adalah Mihardjo dari Desa Tambakredjo. Ladangnya memanen ketela sebanyak 342 kuintal/hektare. Dia mendapat hadiah 3 cangkul. Di peringkat kedua, Hardjosaleh dari Desa Tjampursari yang menghasilkan 332/hektare mendapat hadiah 2 cangkul. Peringkat ketiga, Atmosontono yang menghasilkan 250 kuintal/hektare. Sementara itu, penanaman ketela dengan cara lobangan dimenangkan oleh Soeparto dari Desa Balogondo. Dia menghasilkan 15 kg/pohon dan mendapat hadiah 1 cangkul.

Kategori menanam jagung dimenangkan Mangunwani dari Desa Tjandiredjo. Ladangnya menghasilkan jagung sebanyak 44 kuintal/hektare. Dia mendapat hadiah berupa 1 cangkul.

“Adapun maksud daripada perlombaan tersebut diatas, ialah untuk menggiatkan serta menginsyafkan para petani atas hasil tanamannya sesuai dengan program pemerintah dalam usaha menambah bahan makan,” demikian dilansir Harian Umum.

Baca juga: Dari Swasembada Beras ke Swasembada Pangan

Lomba tanam-menanam, menurut Soetrisno, berasal dari turunan program yang dirintis Panitia Perbaikan Makanan Rakyat (PPMR). PPMR didirikan di Semarang pada 9 September 1954. Seiring waktu, peran dan wilayahnya semakin meluas hingga ia bersalin nama menjadi Lembaga Perbaikan Makanan Rakyat (LPMR).

“Maksud dan tujuan ialah mengusahakan perbaikan makanan rakyat hingga tercapainya bangsa yang kuat dan sehat, sejahtera, dan bahagia,” catat Soetrisno dalam “Panitija Perbaikan Makanan Rakjat” termuat di Madjalah Berkala Pertanian, No.8, 1958.

Lomba tanam-menanam bukan satu-satunya cara untuk menunjang tujuan tersebut.  Sejumlah usaha lain turut dikembangkan. Beberapa di antaranya yakni pertunjukan pengawetan bahan makanan, pameran makanan sehat, percontohan mengatur pekarangan, dan pertolongan pada daerah yang tidak subur.  

Baca juga: Makanan Kaleng Merentang Zaman

TAG

sejarah-agraria petani

ARTIKEL TERKAIT

Cara Kolonial Bangun IKN Kisah Bupati Sepuh Kisah Padi Pak Jagus Pemburuan Terhadap Guru Agama Percy Pantang Kibarkan Bendera Putih Bentuk-bentuk Gerakan Protes Masa Kolonial Sediono Tjondronegoro, Profesornya Kaum Tani Riwayat Buah Emas di Tanah Hindia Jeritan Petani di Tanah Sendiri Lumbung Padi yang Jadi Kawasan Industri