Masuk Daftar
My Getplus

Musabab Koro

Pengagungan berlebihan akan phallus menjadi penyebab munculnya sindrom koro alias rasa takut penis menyusut.

Oleh: Nur Janti | 19 Jul 2018
Patung David karya Michelangelo di ‎Galleria dell'Accademia, Florence, Italia.

SAMBIL ketakutan, seorang lelaki berusia 20-an datang ke rumahsakit. Dia mengeluh penis dan pelirnya mengecil. Akibatnya, dia juga tidak bisa tidur, merasakan sakit di sekujur tubuh, dan cemas berlebihan.

Sebulan kemudian, dia kembali ke rumahsakit itu. Kondisinya tambah parah. Selain gangguan tidurnya makin menjadi, dia mengeluhkan penis dan pelirnya menghilang meski sudah dipeganginya erat sampai kebiruan. Ketika dokter meminta lelaki itu melepaskan cengkeramannya, dia malah betindak agresif.

Keluhan lelaki itu mirip penyakit koro. Teman sekamarnya menjadi saksi bagaimana dia melewati malam dengan gelisah dan tangannya terus memegangi alat kelamin. Sebelum ke rumahsakit, dia telah berobat ke beberapa dukun tapi tak berhasil.

Advertising
Advertising

Kasus yang terjadi di India tahun 1981 itu diangkat oleh GD Shukla, kepala departemen Kesehatan Mental di Medical College Jhansi, dalam artikelnya, “Koro-like Syndrome”. Usut punya usut, lelaki tadi rupanya sering masturbasi selama 3-4 tahun terakhir.

Ketika tak sengaja membaca beberapa buku yang melarang praktik masturbasi, dia benar-benar ketakutan. Dalam buku itu tertulis bahwa masturbasi memiliki beberapa efek buruk, salah satunya "penyusutan penis". Susah payah dia menghentikan hobinya itu. Tapi apa daya, nafsu untuk masturbasinya telalu kuat, akibatnya berubah jadi rasa cemas dan bersalah.

Lelaki seperti itu tak sendirian. Koro pernah mewabah di India pada akhir 1982. Antropolog medis David Mitchell menjelaskan, terlepas dari perbedaan lokasi dan waktu kemunculannya, ciri penyakit koro hampir seragam tiap kali muncul, laiknya sebuah pola. Koro menjangkiti mereka yang memiliki ketakutan berlebihan akan ukuran penis. Faktor budaya, lanjut Mitchell, menjadi penentu penting kemunculan koro.

“Di beberapa budaya, penis menyusut bukan hal penting sehingga mereka tidak meributkannya. Sementara pasien koro, mereka benar-benar mengomel soal itu, dan ketakutan setengah mati. Tapi bagi saya mereka cukup berani untuk mengakui kelaminnya menyusut,” kata Mitchell sambil tertawa.

Dalam masyarakat India, juga Indonesia, segala hal tentang genitalia laki-laki dewasa dan perempuan diatur oleh beragam norma sosial. Seperti, cara berpakaian, cara membicarakan, diagungkannya phallus sebagai simbol maskulinitas, bahkan ada mitos tentang standar ideal genitalia. Serangkaian norma sosial itu diberlakukan dengan ketat di masyarakat dan dipelajari sejak dini. Ditambah dengan aturan agama, kurangnya kepercayaan seksual dan tubuh, dan takhayul yang ada, faktor-faktor itu memunculkan sindrom koro. Budaya yang menjunjung tinggi maskulinitas berperan penting terhadap kemunculan sindrom koro.

Maka, bila penis mengalami perubahan sedikit atau bahkan menyusut, akan menjadi masalah besar yang ditakuti para lelaki. Penyusutan penis disalahpahami sebagai penyakit menakutkan dan menjadi ancaman akan harga diri pemiliknya.

Di Indonesia, sindrom koro pernah mewabah pada 1999 di Flores. Ratusan laki-laki, mayoritas siswa sekolah menengah, mengeluhkan buah zakar mereka menghilang. Amitava Dan bersama rekan-rekannya meneliti penyebab wabah sindrom koro. Dalam artikel “Socio Demographic Profile and Treatment Seeking Behaviour of Koro Patients in an Epidemic Reported from West Bengal, India” Dan menyebut reaksi masyarakat yang cemas dan suasana histeris menjadi pencetus mewabah koro. Masyarakat yang histeris tanpa sadar menyebarkan ketakutan dari satu pasien ke calon pasien lain dengan cepat, akibatnya epidemi terjadi.

Menurut Dan, epidemi koro sebagian besar muncul pada lelaki muda. Selain itu, kata Mitchell, “Koro biasanya ditemukan di daerah pedalaman karena orang-orang masih percaya takhayul dan mereka tahu tentang koro. Kalau sudah sedikit kota, biasanya sudah tidak ada yang tahu penyakit koro.” Dan belum pernah menjumpai pasien koro dengan tingkat pendidikan tinggi atau seorang profesional.

Koro pada dasarnya berasal dari ketakutan mendalam akan ukuran genital seorang lelaki akibat pengagungan berlebihan akan mitos “keperkasaan”. Para dokter yang menangani pasien koro memberikan terapi untuk menghilangkan ketakutan dan pemahaman akan genitalia.

 “Penis memang menyusut karena berbagai faktor, seperti kedinginan atau ketika takut. Itu hal yang normal. Tapi beberapa orang ketakutan akan menyusutnya penis,” kata Mitchell.

Baca juga:

Mati Mendadak karena Penis Menyusut

TAG

Koro Penyakit Mental Kelamin

ARTIKEL TERKAIT

Dari Bersin hingga Penyakit Kelamin Sukarno Sakit Ginjal Vaksin Wabah Penyakit Vaksin dan Harapan di Tengah Wabah Penyakit Kakek Donald Trump Korban Pandemi Kala Presiden Amerika Terpapar Virus Influenza Lambatnya Penanganan Pandemi Flu Spanyol di Hindia Belanda Penyebaran Pandemi Ribuan Tahun Lalu Pemakaman Khusus bagi Korban Pandemi Haji Terganggu Pandemi