Masuk Daftar
My Getplus

Seputar Kanker yang Merongrong Sejak Dahulu Kala

Kanker adalah penyakit kehidupan, kata dr. Ryu Hasan. Pemahaman akan penyakitnya bermula dari masa prasejarah dan terus berkembang berkat Imhotep hingga Rudolf Virchow. 

Oleh: Randy Wirayudha | 04 Feb 2025
Ilustrasi Peringatan Hari Kanker Sedunia yang jatuh setiap 4 Februari (uicc.org)

MEMPERINGATI Hari Kanker Sedunia yang jatuh hari ini, Selasa (4/2/2025), lembaga internasional Union for International Cancer Control (UICC) yang terafiliasi dengan WHO mendorong solidaritas bagi para pengidap kanker sekolong langit dengan tema “#UnitedByUnique”. UICC menggelorakan kampanye #UnitedByUnique untuk peringatan Hari Kanker Sedunia 2025-2027 dengan latar belakang dan pendekatan yang lebih personal. Kampanyenya mengeksplorasi dimensi-dimensi berbeda dan cara-cara baru demi membuat perbedaan di antara para pengidap kanker dan orang-orang di sekitarnya. 

“Kanker lebih dari sekadar diagnosa medis – kanker adalah masalah personal yang begitu dalam. Di balik setiap diagnosa terdapat masing-masing cerita manusia yang unik. Cerita tentang penderitaan, rasa sakit, penyembuhan, kegigihan, cinta, dan lebih banyak lagi. Dan semua itu membawa kita bersatu untuk menciptakan dunia yang bisa melihat lebih jauh di balik setiap penyakit dan melihat seseorang lebih dari sekadar pasien,” tulis laman resmi World Cancer Day.

UICC sendiri sudah berdiri menyusul digelarnya Kongres Kanker International pertama di Madrid, Spanyol, medio 1933. Propaganda UICC akan kesadaran terhadap kanker dan menghapuskan stigma para pengidapnya baru membuahkan hasil 25 tahun lampau dengan diresmikannya Hari Kanker Sedunia, yang diperingati setiap 4 Februari, pasca-digelarnya World Cancer Summit Against Cancer for the New Millenium, 3-4 Februari 2000 di Paris, Prancis.

Advertising
Advertising

Baca juga: Kanker Masa Prasejarah

Konferensi tingkat tinggi itu menghasilkan Charter of Paris Against Cancer, piagam yang mempromosikan pencegahan serta riset dan peningkatan pelayanan kesehatan para pengidap kanker yang diteken Direktur Jenderal UNESCO Kōichirō Matsuura dan Presiden Prancis Jacques Chirac. 

Pendekatan personal dan emosional dari orang-orang sekitar memang diperlukan, tapi tetap harus berlandaskan ilmiah. Pasalnya, menurut pakar neurogenetika dan biologi molekuler dr. Ryu Hasan, orang-orang di sekitar pengidap kanker, terutama di Indonesia, perlu memahami tentang kanker itu sendiri. 

“Bagi orang-orang di sekitarnya (penderita kanker), stop membuat orang yang sakit itu bingung. Jangan gara-gara nasihat kita (tanpa pemahaman kanker) bisa salah ambil keputusan. Jadi orang-orang di sekitarnya perlu memahaminya. Kalau salah dengar nasihat nanti malah disuruh ke dukun, bukannya ke dokter dan operasi,” celetuknya saat dihubungi Historia.ID. 

dr. Ryu Hasan (Fernando Randy/Historia.ID)

Dari Imhotep dan Hippocrates hingga Virchouw 

Kanker –dari berbagai jenis– jadi penyumbang angka kematian kedua terbesar dunia di bawah penyakit jantung. Tak ayal kanker “haram” untuk disepelekan karena siapapun bisa jadi pasien kanker lantaran salah satu penyebab utamanya adalah supressing gene factor atau mutasi gen. 

Kanker itu sendiri adalah tumor ganas. Menurut dr. Ryu Hasan, tumor dan kanker penyebabnya sama, seperti yang disebutkan di atas. Kanker/tumor adalah keadaan di mana tubuh gagal mengendalikan pertumbuhan sel atau jaringan yang tidak terkendali sehingga alih-alih menguntungkan, malah menjadi kontraproduktif, bahkan mematikan. 

“Jadi gen ini tidak terkendali, liar. Gen ini bermutasi sehingga kehilangan fungsinya untuk menjaga kebugaran. Supressing gene factor ini gen yang mestinya mencegah atau menekan terjadinya tumor, fungsinya hilang setelah bermutasi. Dan kanker itu adalah tumor yang ganas dan menyebar,” imbuh dr. Ryu. 

Variabel lainnya adalah faktor-faktor eksternal. Semisal karsinogenik atau zat-zat yang memicu bermutasinya gen penyebab kanker yang masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi, konsumsi, atau eksposur. 

“Jadi tidak faktor tunggal karena variabelnya banyak. Jadi penyebabnya karena ada bakat tumor yang pemicu bahan-bahan karsinogen. Semisal saya dan teman saya makan (makanan mengandung) karsinogenik lalu saya sakit dan teman saya tidak. Nah berarti kan sial saja. Bukan berarti karena makanannya semata. Sial saja dia membawa bakat kanker,” tambahnya setengah bercanda. 

Baca juga: Svante Pääbo dan Jalan Panjang Menjawab Asal-Usul Manusia

Walaupun mengenai asal-usulnya belum ada yang bisa menjelaskan. Pasalnya dari zaman prasejarah jutaan tahun lalu pun sudah ditemukan beberapa fosil manusia purba, seperti pada fosil Paranthropus robustus berusia 1,7 juta tahun lalu yang ditemukan tahun 2016 di Gua Swartkrans dekat Johannesburg, Afrika Selatan yang seringkali dijuluki “Kawah Candradimuka Umat Manusia”. Menurut pakar anatomi Edward John Odes, dkk. dalam laporan penelitian “Earliest hominin cancer: 1.7 million-year-old osteosarcoma from Swartkrans Cave, South Afrika” yang dimuat dalam jurnal South African Journal of Science, Volume 112, No.7/8 tahun 2016, ditemukan bahwa pada fosilnya ditemukan bukti-bukti osteosarcoma atau kanker tulang pada kakinya. 

“Jadi kanker itu bukan penyakit modern melainkan sudah lama. Banyak fosil dinosaurus itu juga (ditemukan) kanker. Itu bukan penyakit baru. Itu penyakit kehidupan. Tumbuhan pun juga ada tumor karena sel yang berkembang di luar kendali. Jadi semua punya potensi yang sama (mengidap kanker) tapi kan tumbuhan tidak mengeluh, palingan cuman layu,” sambung dr. Ryu. 

Adapun catatan paling awal tentang kanker yang terdapat pada Homo sapiens atau manusia modern baru terdapat dalam Edwin Smith Papyrus, sebuah salinan teks medis era Mesir Kuno dari lembaran-lembaran kertas papirus yang berasal dari masa sekitar 2500-1600 Sebelum Masehi (SM). Dinamai demikian karena salinan teks itu dibeli seorang kolektor barang antik Edwin Smith dari koleganya asal Mesir, Mustapha Aga pada 1862, kendati teksnya baru diterjemahkan pada 1930 oleh arkeolog James Henry Breasted dan fisiolog Arno B. Luckhardt. 

Sayangnya tidak terungkap secara jelas siapa yang menulis teks itu meski banyak pakar meyakini teks medis itu adalah karya Imhotep. Menurut George Sarton dalam Ancient Science Through the Golden Age of Greece, Imhotep bukan sekadar arsitek, astronom dan pendeta agung tapi juga tabib pertama yang paling dikenal di masa Mesir Kuno. Ia juga dianggap sebagai penasihat utama Firaun Djoser di era Dinasti ke-3 Mesir Kuno. Dia juga yang mestinya tak dilupakan dalam dunia medis terlepas dalam kedokteran justru dokter dan filsuf Yunani Kuno, Hippocrates lebih dikenal dan diabadikan menjadi “Sumpah Hippocrates” bagi profesi dokter. 

“Di teks itu Imhotep menuliskan kurang lebih begini: ‘jika meletakkan tangan di atas benjolan payudara terasa dingin (tapi) tidak terjadi demam, benjolan itu tidak berisi cairan, benjolan inilah kasus yang harus saya hadapi’. Dia tidak menyebutkan sakit gara-gara dewa, dia menulis apa yang dia amati. Itu adalah catatan pertama yang menyebutkan tumor atau kanker. Lalu catatan berikutnya Historíai (sekitar 484-425 SM) ditulis oleh (filsuf Yunani) Herodotus yang menceritakan tentang seorang ratu dari Kekaisaran Persia yang terkena penyakit kanker dan ini merujuk pada kanker,” lanjut dr. Ryu lagi. 

Baca juga: DNA dan Keragaman Manusia

Yang dimaksud adalah Ratu Atossa, putri dari Raja Diraja Cyrus Agung dan kemudian jadi istri Raja Darius Agung yang berkuasa pada 522-486 SM. Dalam Historíai, Herodotus mengisahkan mengidap penyakit dengan benjolan yang merujuk pada kanker payudara inflamasi. Penyembuhannya dilakukan dengan “operasi” pemotongan tumor pada payudaranya oleh seorang dokter yang jadi budak asal Yunani, Democedes. 

Meski begitu, penyakit itu baru disebut kanker sebagai istilah medis oleh dokter dan filsuf Yunani Kuno yang hidup di masa antara 460-370 SM, Hippocrates. Menurut Peter A. Dervan dalam Understanding Cancer: A Scientific and Clinical Guide for the Layperson, Hippocrates menyebutkan “karkinoma” (carcinoma/kanker sel karsinoma) yang berasal dari “karkinos” yang berarti “kepiting”. Hippocrates menyebutnya demikian setelah melihat tentakel-tentakelnya yang melahap daging mangsanya sebagai simbol kanker yang “melahap” setiap jaringan dalam organ dalam tubuh manusia. 

“Lalu ada pengikutnya (teori) Hippocrates di abad ke-2 Masehi, Galen (Aelius Galenus, dokter Romawi Kuno) menyatakan dalam teori humor bahwa kesehatan tubuh kita dipengaruhi empat cairan utama: merah (sanguin), hitam (melanc), kuning (coleric), dan lendir (flegmat). Pada abad ke-16 dibantah (pakar anatomi, Andreas) Vesalius tapi si Galen-lah yang mengenalkan istilah oncos untuk menggambarkan timbunan massa (kanker) dan dijadikan istilah onkologi (studi ilmu kanker/tumor),” terang dr. Ryu. 

Baca juga: Kanker Payudara dari Masa ke Masa

Kemudian, lanjut dr. Ryu, baru pada abad ke-19 manusia mulai paham sifat-sifat dan pengertian kanker seutuhnya, sebagaimana yang dijelaskan di atas berkat antropolog, patolog, pakar prasejarah, dan dokter asal Jerman, Rudolf Ludwig Carl Virchow yang dijuluki “Bapak Patologi Modern” dan “Paus-nya Dunia Kesehatan Masyarakat”. Lewat jurnal-jurnal penelitiannya pada 1840-an, Virchouw mengidentifikasi neoplasma chordoma dan leukemia atau kanker darah. 

“Nama Virchow belakangan terlupakan. Padahal sebelumnya gambaran kanker tidak bisa dideskripsikan dan orang yang pertamakali mendeskripsikan secara modern itu Virchow. Dia yang menyebutkan pertamakali nama leukemia, di mana sel darahnya berubah sifat dan tumbuh tak terkendali. Pada dasarnya sel tubuh kita bisa dikendalikan, kalau perlu membelah tapi kalau kebanyakan ya jadinya kanker mematikan. Jadi Virchow yang pertama mengamati ini walau saat itu belum ada obatnya,” urainya. 

Seiring waktu, ribuan jenis kanker pun mulai teridentifikasi dan begitupun perkembangan pengobatannya. Mulai dari operasi, radioterapi, kemoterapi, terapi hormon, hingga imunoterapi. Di Indonesia sendiri studi onkologi baru eksis melalui berdirinya Pendidikan Dokter Subspesialis Bedah Onkologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan Prof. dr. R. Koestedjo dam Prof. dr. Roemwerdiniadi Soendoko sebagai para guru besar pertamanya. 

Oleh karenanya meski kanker dianggap mengerikan tapi setidaknya di era modern mulai bisa diatasi. Syaratnya adalah menjaga kesehatan dan deteksi dini demi bisa meningkatkan survival rate atau masa harapan hidup. 

“Sudah ada jenis-jenis kanker atau tumor ganas yang 100 persen curable (bisa disembuhkan). Salah satunya kanker otak Pilocytic astrocytoma. Dulu zaman saya kuliah ada juga yang paling ganas Glioblastoma multiforme (GBM, kanker sistem saraf pusat) yang harapan hidup paling lama 1 tahun tapi sekarang bisa bertahan 10-15 tahun,” terang dr. Ryu. 

“Oleh karenanya serahkan pada ahlinya adalah hal paling bijaksana mengatasi kanker. Memeriksakan kesehatan sesering mungkin sehingga kalau ada kelainan sedini mungkin kita dapatkan itu bagus. Misal tumor payudara masih stadium dini itu kemungkinan besar hanya diambil tumornya saja dan tidak perlu diambil payudaranya. Jadi memeriksakan secara rutin membuat kita bisa deteksi dini sehingga pengobatannya lebih bagus,” tukasnya. 

Baca juga: Penting Memahami Stunting

TAG

kanker sejarah kesehatan kesehatan penyakit

ARTIKEL TERKAIT

Program Kesehatan yang Merakyat di Zaman Silam Gizi di Tangan Leimena Sang “Teknokrat Kesehatan” Operasi Pemberantasan Buta Gizi Masa Sukarno 4 Sehat 5 Sempurna* Pemusnah Frambusia yang Dikenal Dunia Poorwo Soedarmo Sebelum Jadi “Bapak Gizi” Warisan Persahabatan Indonesia-Uni Soviet di Rawamangun Ketika Insinyur Jadi Menteri Kesehatan Al-Shifa, dari Barak Inggris hingga Rumah Sakit Terbesar di Gaza Di Balik Peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia