SELAMA perjalanannya ke Kepulauan Malaya, Alfred Russel Wallace mampir ke Jawa pada 19 Juli 1861. Dia tinggal selama tiga setengah bulan. Dan dia begitu terkesan. “Dilihat secara keseluruhan dan diteliti dari berbagai sudut pandang, Jawa bisa dianggap sebagai pulau tropis paling indah dan menarik yang ada di dunia,” tulisnya dalam The Malay Archipelago.
“Binatang yang ada, terutama jenis burung dan serangga, sangat cantik dan beragam, serta memiliki banyak hewan berbentuk unik yang tidak bisa ditemukan di manapun di dunia. Tanah di seluruh pulau ini sangat subur dan semua tumbuhan tropis serta sejumlah tanaman dari daerah beriklim sedang bisa dibudidayakan dengan baik di pulau ini.”
Sejak lama, negeri ini sohor dengan kekayaan alamnya. Namun, kolonialisme perlahan merenggutnya. Isu pelestarian lingkungan belum mendapat perhatian. Kalah oleh kepentingan komersial. Lalu hutan rusak. Banjir mengancam. Terjadi anomali cuaca. Flora dan fauna terancam punah.
Selama berabad-abad, pembangunan dan industrialisasi mengancam lingkungan hidup. Hingga kini. Hutan hujan tropis Indonesia, dengan keanekaragaman hayatinya, yang begitu dibangga-banggakan mungkin hanya akan menjadi sejarah.
Dalam kongres Serikat Boeroeh Kehoetanan seluruh Jawa dan Madura di Selecta, Malang pada 27 September 1946, Presiden Sukarno mengatakan: “Pertahankan hutan, jangan menebang hutan. Menebang hutan berarti menebang bangsa sendiri. Mempertahankan hutan berarti mempertahankan hidup.”
Menyambut Hari Kehutanan Sedunia (20 Maret), Hari Air Sedunia (22 Maret), dan Hari Bumi (22 April), kami menurunkan laporan khusus soal sejarah lingkungan di Indonesia.