Masuk Daftar
My Getplus

Asal-Usul Gen Asia Selatan Riri Riza

Riri Riza merasa nyaman dengan aroma, rasa, dan lingkungan India. Bagaimana dia bisa memiliki gen India?

Oleh: Hendaru Tri Hanggoro | 25 Okt 2019
Sineas Riri Riza memiliki DNA dominan dari Asia Selatan. (Fernando Randy/Historia).

Riri Riza, sineas beken Indonesia, menghabiskan masa kecilnya selama sembilan tahun di Ujung Pandang (kini Makassar). Setelah itu, dia ikut orangtuanya ke Jakarta. Dia mengalami masa-masa rendah diri di awal menjadi anak baru di sekolah dasar di Jakarta pada 1979.

“Saya sendiri punya perasaan inferior tentang asal-usul saya,” kata Riri Riza.

Riri merasa tidak nyaman bercerita kepada teman-temannya tentang daerah asalnya. “Saya merasa ada semacam superioritas dari orang Jawa dibandingkan dari kami yang berasal dari Indonesia Timur,” tuturnya.

Advertising
Advertising

Riri berupaya mempelajari cara berbahasa teman-temannya, dialek Jakarta. “Usaha yang harus kita lakukan gitu untuk bisa nyaman bergaul dengan teman-teman,” kata Riri. Pergaulannya menjadi lebih akrab. Rasa rendah dirinya mulai terkikis. Tapi mempelajari bahasa orang lain bukan berarti menanggalkan identitasnya.

Baca juga: Hasto dan Budiman Punya Gen Samaritan

Riri kemudian sering dipanggil “Makassar” oleh teman-temannya ketika duduk di sekolah menengah pertama dan atas. “Tapi saya tidak merasa itu sebagai bagian dari bully… Biasa kita lakukan untuk teman-teman yang seangkatan,” tambah Riri. Panggilan itu justru memperkuat identitasnya sebagai orang Makassar. Dia juga kian percaya diri dengan daerah asalnya.

Riri memperoleh sebutan “Makassar” tersebab dirinya kelahiran Makassar. Tapi orangtuanya berasal dari dua daerah berbeda di Sulawesi Selatan. Ibunya kelahiran Gowa Sungguminasa, 10 kilometer sebelah tenggara kota Makassar. Masih termasuk daerah pesisir.

Sedangkan ayahnya berasal dari Enrekang, pedalaman Sulawesi Selatan bagian tengah, dekat Gunung Latimojong. Dua daerah termaksud juga berbeda bahasa. Wilayah ibunya berbahasa Makassar, sedangkan ayahnya menggunakan rumpun bahasa Bugis.

Baca juga: Grace Natalie Ternyata Punya Gen Afghanistan

Meski Riri kelahiran Makassar dan orangtuanya sama-sama berasal dari Sulawesi Selatan, ternyata dalam tubuhnya mendekam gen dari luar Sulawesi Selatan. Hasil tes DNA menunjukkan besaran komposisi masing-masing gen: Asia Selatan (46,24%), Asia Timur (33,95%), Diaspora Asia (17,27%), dan Timur Tengah (2,53%).

“Apa yang tertulis di sini bahwa gambaran moyangnya ditemukan di banyak sekali suku di India,” kata Herawati Supolo Sudoyo, ahli genetika dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, mengomentari hasil tes DNA Riri. Suku-suku di India antara lain Brahmin, Rajput, Naga, Karan, Khandayat, Nepali, Gope, dan Tamil. “Banyak sekali, berarti kita ambil saja memang India gitu, Asia Selatannya,” tambah Herawati.

Dominasi Asia Selatan dalam komposisi DNA Riri membuka kembali kemungkinan adanya sejarah hubungan India dan Sulawesi Selatan pada masa kuno (masa Hindu-Buddha pada abad ke-5 sampai ke-16).

Hindu-Budha di Sulawesi

Selama ini, sejarah hubungan India dan Nusantara lebih sering berkaitan dengan Sumatra dan Jawa. Pengaruh kebudayaan dan peninggalan India cukup menonjol di dua pulau termaksud. Misalnya dalam bentuk kepercayaan, politik, bahasa, seni, dan artefak.

Catatan musafir dan prasasti tentang jejaring dagang India-Sumatra-Jawa dan interaksi mereka juga tersedia melimpah. Para arkeolog berkesimpulan telah terjadi kontak intensif antara orang-orang India beragama Hindu dan Buddha dengan orang tempatan di dua pulau termaksud. Ini berbeda dari apa yang terjadi Sulawesi Selatan.

Baca juga: Leluhur Kasta Tertinggi India pada Orang Indonesia

Catatan tentang hubungan India dan Sulawesi Selatan hanya sedikit. Tapi ini bukan berarti menihilkan kontak antara India dan Sulawesi Selatan. Penemuan tiga arca Buddha di Bantaeng, 90 kilometer arah tenggara dari Makassar, menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara India dan Sulawesi Selatan sejak masa kuno.

“Arca tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-6 M karena mempunyai kemiripan dengan arca Sriwijaya,” catat Budianto Hakim, arkeolog Balai Arkeologi Sulawesi Selatan, dalam “Pengaruh Hindu-Budha di Sulawesi: Kajian Pendahuluan Terhadap Data Arkeologis dan Historis” termuat di Amerta, berkala Arkeologi tahun 1993.

Penyebaran agama Buddha di Sriwijaya melibatkan peran pedagang-pedagang India. Pedagang itu kemungkinan meneruskan perdagangan hingga ke Sulawesi Selatan. Atau sebaliknya, bahwa orang-orang dari Sulawesi berlayar hingga ke Sriwijaya, mempelajari agama Buddha, lalu kembali lagi ke Sulawesi ketika angin muson barat bertiup.

Baca juga: Darah 14 Suku di Tubuh Mira Lesmana

Tradisi berlayar orang-orang di Sulawesi Selatan, utamanya Bugis dan Makassar, sangat kuat. “Sejak zaman prasejarah masyarakat Bugis dan Makassar terkenal sebagai pelaut-pelaut ulung yang dapat mengarungi samudera-samudera besar,” lanjut Budianto Hakim. Dari perdagangan dan tradisi berlayar inilah hubungan dengan India terbentuk. Dari situ pertukaran kebudayaan pun mengada.

Tadjuddin Maknun, Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin, Makassar, dalam “Fenomena-fenomena Budaya India/Hindu di Sulawesi Selatan dan Barat” menyebut adanya pengaruh India-Hindu dalam sejumlah aspek kehidupan orang Sulawesi Selatan.

“Baik berupa aksara (bahasa), konsep Ketuhanan, tata cara pelaksanaan upacara ritual, penggolongan stratifikasi sosial, dan benda-benda budaya yang dapat diinterpretasi sebagai pengaruh agama dan budaya Hindu,” ungkap Tadjuddin.

Baca juga: Pernah Diolok Onta, Gen Arab Najwa Hanya 3,4 Persen

Tadjuddin menambahkan, masuknya pengaruh kebudayaan India di Sulawesi Selatan tak lepas dari migrasi sekelompok orang dari satu wilayah ke wilayah lainnya. “Kedatangan orang atau sekelompok orang di suatu tempat, sudah barang tentu secara eksplisit terbawa pula kebudayaannya,” sambung Tadjuddin. Dan pertukaran kebudayaan bakal lebih intensif dengan pernikahan campur antara pendatang dan orang-orang tempatan.

Tapi Tadjuddin mengakui, sumber dan literatur sejarah untuk memperjelas hubungan India dan Sulawesi Selatan masih sangat lowong. Sebagai konsekuensi dari ketiadaan sumber yang dapat memberi informasi, maka sampai sekarang belum diketahui siapa yang menyebarkan dan kapan proses penyebarannya mulai terjadi.

Kebangkitan Makassar

Herawati berpendapat migrasi orang-orang India ke Nusantara mulai terang pada masa berkembangnya kota pelabuhan antara abad ke-8 sampai ke-14. Di sinilah periode Indianisasi dan Islamisasi Nusantara paling kental.

Kota pelabuhan Makassar muncul pada abad ke-15. Ia tumbuh cepat menjadi pelabuhan singgah para pedagang dari Gujarat, Tiongkok, Malaka, Jawa, dan Eropa. “Siklus muson di wilayah Sulawesi menjadikan Makassar sebagai pusat jalur perdagangan, baik jalur perdagangan barat (Eropa, Gujarat, India Selatan, Semenanjung Malaka, Sumatra, Jawa, dan Kalimantan-Makassar-Maluku serta Papua) maupun jalur pelayaran utara (Cina, Filipina, dan Jepang-Makassar-Nusa Tenggara-Australia,” ungkap Edward L. Poelinggomang dalam Makassar Abad XIX.

Baca juga: DNA Yahudi pada Orang Indonesia

Selain itu, Edward juga menyebut beberapa faktor pendorong kemunculan Makassar sebagai kota pelabuhan atau dagang. “Pertama, letaknya strategis —posisinya berada di tengah-tengah dunia perdagangan. Kedua, munculnya intervensi bangsa Eropa sehingga pedagang di pusat niaga mengalihkan kegiatan mereka ke tempat lain, salah satunya ke Makassar. Ketiga, pedagang dan pelaut setempat melakukan pelayaran niaga ke daerah penghasil dan bandar niaga lain,” terang Edward.

Anthony Reid, pakar sejarah Asia Tenggara, menjelaskan Makassar telah berkembang pesat menjadi kota kosmopolitan pada pertengahan abad ke-17. Beragam komunitas tumbuh dengan mantap di Makassar.

“Setelah Melaka-Portugis jatuh ke tangan Belanda pada 1641, Makassar menjadi tempat berlabuh utama bagi orang-orang Portugis di Nusantara dengan lebih dari 3.000 orang Portugis menetap di kota ini. Inggris mendirikan loji di Makassar pada 1613, Denmark pada 1618, sementara para saudagar Spanyol dan Cina masing-masing mulai muncul pada 1615,” catat Anthony Reid dalam Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.

Baca juga: Asal Gen Yunani-Siprus dalam DNA Ariel

Penguasa tempatan begitu toleran dalam menerima kedatangan beragam bangsa. Keramahan itu tergambar dalam dialog antara penguasa Makassar dengan utusan VOC (Kongsi Dagang Hindia Timur) pada 10 Desember 1616.

“Tuhan telah menjadikan bumi dan laut; bumi dibagi di antara umat manusia dan laut diberikan secara umum. Tidak pernah terdengar seseorang dilarang berlayar di laut. Jika anda melakukan itu berarti anda merampas makanan (roti) dari mulut. Saya seorang raja miskin,” kata penguasa setempat, sebagaimana dikutip oleh Edward.

Keberterimaan penguasa tempatan itu turut dinikmati oleh pedagang-pedagang dari India Selatan. Mereka menjual tekstil secara bebas di sini dan menukarnya dengan komoditas lain seperti teripang, agar-agar, kerang, sirip ikan hiu, lilin, kayu cendana, kulit, tanduk, damar, kambing, sapi, kuda, dan beras.

Baca juga: Sabri dan Jejak Leluhur Asia Timur pada Orang Jawa

Sembari menunggu angin bertiup ke barat, pedagang India tersebut menetap sementara di Makassar. Sebagian di antaranya menikah dengan orang tempatan. Sampai akhirnya keturunannya menikah lagi dengan orang-orang dari pedalaman Sulawesi sehingga meninggalkan jejak DNA yang beragam. Ini menjadi penjelas dari mana DNA Asia Selatan milik Riri Riza.

Riri mengaku senang mengetahui hasil DNA-nya. “Saya merasa menjadi bagian dari sebuah keluarga global yang besar,” kata Riri. Hasil tes juga membawanya ke pemahaman baru mengapa dia begitu nyaman dengan aroma, rasa, atau lingkungan yang banyak orang Indianya. “Saya Muhammad Rifai Riza dan saya merasa sangat nyaman,” tambahnya.

TAG

dna genetika india makassar sulawesi selatan

ARTIKEL TERKAIT

Bohl Tuan Tanah Senayan dan Matraman Desa Bayu Lebih Seram dari Desa Penari Menyingkap yang Tabu Tempo Dulu Kakek Marissa Haque dan Kemerdekaan Indonesia Daeng Mangalle dan Konspirasi Melawan Raja Thailand Pangeran Makassar Membela Raja Louis-Prancis Bangsawan Banjar Kibuli Belanda Pakai Telegram Palsu Kekerasan pada Anak Tempo Dulu Sekolah di Sabang Transportasi Publik Buat Angkut Mayat